Advertisement
Pakar UGM Minta Huntap Pascabencana Sumatera Jauhi Zona Merah
Kondisi rumah warga yang terdampak banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Senin (1/12/2025). Antara - Yudi Manar
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dwikorita Karnawati merekomendasikan pembangunan hunian tetap pascabencana banjir bandang di Sumatera dilakukan di zona aman dan menjauhi zona merah rawan bencana berulang.
Dwikorita di Jogja, Selasa (16/12/2025), mengatakan sejumlah wilayah terdampak banjir bandang di Sumatera berada di kawasan kipas aluvial yang secara geologi merupakan zona aktif dan menyimpan memori bencana, sehingga tetap berpotensi terlanda kembali dalam jangka waktu puluhan tahun.
Advertisement
"Jika kawasan ini kembali dijadikan hunian tetap, maka risiko bencana tidak dihilangkan, melainkan diwariskan kepada generasi berikutnya," ujar Dwikorita.
Dwikorita menjelaskan kawasan kipas aluvial secara geomorfologi terbentuk dari endapan material banjir bandang di masa lalu sehingga menjadi bagian dari sistem sungai aktif.
BACA JUGA
Kondisi tersebut membuat kawasan ini memiliki tingkat kerawanan tinggi terhadap banjir bandang dan longsor, terutama saat terjadi hujan dengan intensitas tinggi.
Dwikorita menambahkan, kerusakan lingkungan di wilayah hulu dan Daerah Aliran Sungai (DAS) turut mempercepat proses erosi serta meningkatkan volume material rombakan yang terbawa aliran air.
"Akumulasi material tersebut memperpendek periode ulang banjir bandang dibandingkan kondisi alami sebelumnya," ujar dia.
Ia juga mengingatkan potensi hujan dengan intensitas tinggi masih dapat terjadi dalam beberapa bulan ke depan, sehingga wilayah yang secara geologi rawan perlu mendapatkan perhatian khusus dalam penataan hunian pascabencana.
Oleh karena itu, menurut dia, kebijakan hunian pascabencana tidak boleh berhenti pada fase tanggap darurat, tetapi harus terintegrasi dalam rehabilitasi dan rekonstruksi jangka panjang yang mempertimbangkan karakter geologi dan kondisi lingkungan setempat.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Dwikorita menilai wilayah yang pernah terlanda banjir bandang tidak layak dijadikan lokasi huntap jangka panjang.
"Kawasan tersebut seharusnya ditetapkan sebagai zona merah dan difungsikan untuk konservasi serta rehabilitasi lingkungan," kata dia.
Adapun pembangunan huntap, menurut dia, perlu diarahkan ke zona aman di luar bantaran sungai aktif, memiliki jarak aman dari lereng curam, serta mempertimbangkan ketersediaan air baku dan layanan dasar lainnya.
Sementara itu, kawasan rawan masih dimungkinkan dimanfaatkan sebagai hunian sementara (huntara) dengan sifat transisional dan batas waktu yang ketat, disertai langkah pengurangan risiko yang memadai.
Menurut Dwikorita, penataan hunian pascabencana merupakan keputusan strategis jangka panjang yang menentukan keselamatan masyarakat dan harus berpijak pada ilmu kebencanaan serta mitigasi risiko.
BACA JUGA
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Waspada! Penipuan Pakai Modus IKD Kembali Muncul di Bantul
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Bulan Perlahan Menjauhi Bumi, Ini Dampaknya bagi Kehidupan
- Megawati Nilai Perunggu SEA Games 2025 Hasil Maksimal Timnas Voli
- Joni 15 Tahun Jadi Honorer, Kini Diangkat Jadi PPPK Paruh Waktu
- Perusak Hutan Sumatera Teridentifikasi, Satgas PKH Siapkan Evaluasi
- Chery Hadirkan TIGGO 8 CSH Comfort dan J6T di Jogja
- Kasus Kuota Haji, KPK Jadwalkan Pemeriksaan Yaqut Cholil
- Ekstrak Spearmint Berpotensi Dukung Fungsi Kognitif dan Daya Ingat
Advertisement
Advertisement




