Advertisement
AS Tinjau 55 Juta Catatan Visa Warga Asing, Fokus pada Potensi Pelanggaran

Advertisement
Harianjogja.com, WASHINGTON—Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui Departemen Luar Negeri tengah meninjau lebih dari 55 juta catatan pemegang visa sah. Langkah ini dilakukan guna mengidentifikasi potensi pelanggaran visa atau ancaman terhadap keamanan nasional.
“Melarang masuk ke Amerika Serikat bagi mereka yang berpotensi mengancam keamanan nasional atau keselamatan publik merupakan kunci untuk melindungi warga AS di dalam negeri,” ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS dalam pernyataan tertulis yang dikutip Antara dari Anadolu, Kamis (22/8/2025).
Advertisement
Pemeriksaan ini mencakup semua jenis visa AS, termasuk visa pelajar dan visa kerja, sebagai bagian dari kebijakan imigrasi ketat yang digencarkan kembali di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.
Fokus pada Pelanggaran dan Aktivitas Terlarang
Peninjauan visa ini menargetkan pemegang visa yang diduga melanggar hukum AS, terlibat dalam aktivitas kriminal, memberikan dukungan kepada organisasi teroris, atau tinggal melebihi izin tinggal yang diberikan.
Sejak Trump kembali menjabat, kebijakan imigrasi diperketat, termasuk pencabutan lebih dari 6.000 visa mahasiswa asing. Ratusan di antaranya disebut terkait dugaan terorisme atau aktivitas politik yang dinilai membahayakan keamanan nasional.
BACA JUGA: Hujan Disertai Angin, Pohon dan Joglo di Sleman Ambruk
Aksi Protes Pro-Palestina Jadi Sorotan
Kebijakan tersebut juga berdampak pada mahasiswa asing yang mengikuti aksi protes pro-Palestina. Salah satunya adalah Mahmoud Khalil, pemegang visa sah yang memimpin demonstrasi di Universitas Columbia. Visanya sempat dicabut namun kemudian dikembalikan setelah putusan pengadilan.
Kasus serupa terjadi pada Rumeysa Ozturk, mahasiswa doktoral asal Turki di Universitas Tufts, yang visanya terancam dicabut setelah menulis artikel kritis terhadap Israel. Pengadilan memblokir upaya deportasinya pada Mei lalu.
Pantau Media Sosial Pemohon Visa
Pemerintahan Trump juga menyatakan akan memperluas peninjauan terhadap pandangan politik pemohon visa dan kewarganegaraan, termasuk aktivitas mereka di media sosial. Pemeriksaan ini bertujuan menyaring pandangan yang dianggap "anti-Amerika".
Kebijakan ini menuai kontroversi dan tantangan hukum dari kelompok-kelompok hak asasi manusia yang menilai langkah tersebut berpotensi membatasi kebebasan berpendapat dan akademik, terutama bagi mahasiswa asing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Tunjangan Rumah Rp50 Juta Viral, Anggota DPR: Kami Ini Cuma Menerima
- Kurikulum Sekolah Rakyat Bernama MEME, Ini Penjelasannya
- BNN Gagalkan Peredaran Narkoba Jenis Baru Berkedok Rokok Elektrik
- Peringatan Keras Konsekuesi Rencana Israel Kuasai Kota Gaza
- Kronologi Kacab Bank BUMN Diculik hingga Ditemukan Meninggal
Advertisement
Advertisement

Kebun Bunga Lor JEC Jadi Destinasi Wisata Baru di Banguntapan Bantul
Advertisement
Berita Populer
- Ratusan Mahasiswa Gelar Demo di Gedung DPR-MPR Sore Ini
- Biaya Haji 2026 Diusulkan Dibayar Sebagian di Muka
- Polisi Tangkap Empat Pelaku Penculikan dan Pembunuhan Kacab Bank BUMN
- Kepala Cabang Bank BUMN Diculik dan Dibunuh, Polisi Tangkap 4 Orang
- Polisi Bubarkan Demo Mahasiswa di Depan Gedung DPR
- Kecurigaan Keluarga Kacab Bank Sebelum Korban Ditemukan Meninggal
- Soal OTT KPK, Menaker Yassierli: Tak Ada Toleransi bagi Perilaku Koruptif
Advertisement
Advertisement