LPSK: Pidana Kekerasan Seksual Tidak Boleh Diselesaikan Secara Adat
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengingatkan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) tidak boleh diselesaikan secara adat, karena Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) tidak mengenal penyelesaian perkara di luar proses peradilan.
“Satu hal yang saya kira ini sangat penting. UU TPKS tidak mengenal penyelesaian perkara di luar proses peradilan. Artinya, kita semua harus mendukung. Jangan sampai setipis-tipisnya tetap dilakukan (penyelesaian di luar proses peradilan), ini yang tidak boleh, termasuk praktik adat,” kata Wakil Ketua LPSK Sri Nurherwati dalam Pelatihan Penghapusan Kekerasan Seksual secara daring di Jakarta, Senin.
Advertisement
BACA JUGA : Terjadi Lagi, Anak di Gunungkidul Jadi Korban Pencabulan
Sri bercerita belum lama ini ia mengunjungi seorang bapak di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang melakukan pencabutan laporan ke Polres dan pencabutan perlindungan terhadap anaknya yang menjadi korban kekerasan seksual karena merasa sudah diselesaikan secara adat.
Seorang bapak tersebut telah menerima ternak dan beberapa barang lainnya sebagai simbol penyelesaian secara adat. Sri menegaskan urusan antara keluarga korban dan pelaku mungkin sudah selesai. Akan tetapi urusan pelaku dengan negara belum selesai. Apabila ada seseorang yang menghalangi proses hukum pada pelaku, maka seorang tersebut juga bisa dikenakan pasal tindak pidana.
“Alhamdulillah bapak tersebut menjawab, ‘Baik, saya tidak akan menghalangi proses hukum. Silakan kalau memang negara harus bekerja untuk itu’. Dan saya kira banyak sekali masyarakat yang masih menjadikan penyelesaian secara adat. Ini yang menjadi tugas kita bersama untuk menegaskan, tidak ada proses di luar peradilan yang boleh menyelesaikan kekerasan seksual,” katanya
Menurutnya, penegasan terkait tidak bolehnya penyelesaian kasus kekerasan seksual di luar peradilan, tidak cukup hanya dilakukan dengan sosialisasi. Upaya ini juga harus melibatkan pemerintah daerah, bahkan menggandeng sejumlah tokoh adat yang bisa mengomunikasikan permasalahan tersebut.
Sri mengatakan praktik adat yang tidak sesuai dengan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) akan menghambat upaya pengangkatan “pohon” diskriminasi hingga ke akar-akarnya.
BACA JUGA : Ladies! Ini Tips agar Aman dari Ancaman Kekerasan Seksual
Maka, imbuh dia, praktik-praktik adat harus dikenali mana yang mendiskriminasi perempuan dan mana yang bukan. Praktik adat yang mendiskriminasi perempuan itulah yang harus secara tegas dinyatakan bahwa hal itu tidak boleh dilakukan lagi, termasuk praktik penyelesaian di luar peradilan atas nama adat.
“Ini PR-nya masih banyak. Kita semuanya memang harus banyak terlibat, termasuk yang di daerahnya masih menggunakan praktik adat supaya kita bersama-sama mendorong untuk bisa mengidentifikasi praktik adat yang melanggar HAM dan tidak boleh untuk terus-menerus dipraktikkan termasuk dalam penyelesaian tindak pidana kekerasan seksual,” kata dia.
Tak hanya terkait dengan praktik adat, Sri mengingatkan bahwa Aparat Penegak Hukum (APH) juga tidak diperbolehkan melakukan penyelesaian kasus kekerasan seksual di luar peradilan. Ia juga mengingatkan restitusi merupakan hak korban dan bukan alat untuk posisi tawar untuk meringankan hukuman.
Oleh sebab itu APH yang menangani kasus tersebut harus merupakan sumber daya manusia yang berkompeten yang memahami permasalahan hak asasi manusia (HAM) dan memahami penanganan kasus kekerasan seksual.
“Saya kira kita sedang berkomunikasi dengan para pengampu unit PPA dan kita akan berdialog dengan Direktorat Tindak Pidana PPA-PPO Bareskrim Polri. Juga dengan Kejaksaan Agung, kami juga sudah sampaikan, tidak boleh ada penyelesaian di luar peradilan karena itu hal yang berbeda bahkan bukan hal yang meringankan karena itu menjadi kewajiban,” kata Sri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Pakar Hukum Pidana Nilai Penetapan Tersangka Tom Lembong Masih Prematur
- Pengaruh Dukungan Anies Vs Dukungan Jokowi di Pilkada Jakarta 2024, Siapa Kuat?
- Yusril Bantah Mary Jane Bebas, Hanya Masa Hukuman Dipindah ke Filipina
- ASN Diusulkan Pindah ke IKN Mulai 2025
- Pelestarian Naskah Kuno, Perpusnas Sebut Baru 24 Persen
Advertisement
Prakiraan Cuaca BMKG Jumat 22 November 2024: DIY Hujan Ringan Siang hingga Malam
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Selama Agustus Oktober, Kantor Imigrasi Kelas I TPI Yogyakarta Terbtkan Belasan Ribu Paspor
- Badan Geologi Kementerian ESDM Mendorong Seluruh Kawasan Bentang Karst di Indonesia Dilindungi
- KAI Angkut 344 Juta Penumpang Periode Januari-Oktober 2024
- Kemenpar Usulkan Tambahan Dana Rp2,2 Triliun di 2025, Ini Tujuannya
- Tiga Tol Akses ke IKN Dibuka Fungsional Mulai 2025, Belum Dikenakan Tarif
- Khawatir Muncul Serangan Udara, Italia Tutup Sementara Kedubesnya di Ukraina
- Korupsi Dana Bantuan Kesehatan, Eks Kepala Puskesmas di Purbalingga Dihukum 1 Tahun Penjara
Advertisement
Advertisement