KPK Bidik Dugaan Penggelembungan Harga APD Covid-19
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan praktik penggelembungan harga dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 pada tahun anggaran (TA) 2020-2022. Penggelembungan harga itu diduga dilakukan oleh para tersangka kasus tersebut, yang mendatangkan APD berbentuk hazmat dari Korea Selatan.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengaku telah memiliki alat bukti yang cukup terkait dengan dugaan mark up tersebut. Alat bukti itu didapatkan dari hasil pemeriksaan sejumlah saksi dari perusahaan-perusahaan Korea Selatan.
Advertisement
"Sering kami sampaikan adanya pemeriksaan terhadap perusahaan-perusahaan dari luar negeri, dari Korea yang kemudian harga di sana X, sampai pengadaan Y. Harganya menjadi tidak atau sangat jauh dari sewajarnya dalam proses pengadaan," jelas Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (19/4/2024).
KPK beberapa kali memanggil sejumlah saksi berkewarganegaraan Korea Selatan. Beberapa di antaranya, Direktur PT GA Indonesia Song Sung Wok pada 15 Maret 2024 serta Direktur PT Glotech Indah Jeon Byung Kil pada 23 Februari 2024. Adapun perusahaan yang menyediakan APD berupa hazmat untuk Gugus Tugas Covid-19 pada saat pandemi, diketahui memasok bahan bakunya dari Korea Selatan.
Perusahaan itu yakni PT Energi Kita Indonesia (EKI). PT EKI diketahui menyediakan APD untuk PT Permana Putra Mandiri (PPM) yang ditunjuk oleh Gugus Tugas Covid-19 sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA), dalam keadaan darurat pandemi. Oleh karena itu, penunjukan dilakukan tanpa mekanisme pengadaan barang dan jasa seperti biasanya seperti melalui tender.
KPK dikabarkan menetapkan salah seorang pihak Kemenkes, serta direktur utama PT EKI dan PT PPM sebagai tersangka. Direktur Utama PT EKI Satrio Wibowo, diperiksa sebagai saksi oleh penyidik KPK, Jumat (19/4/2024).
Satrio mengonfirmasi atas status hukumnya saat ini dan membenarkan upaya cegah yang dilakukan terhadapnya. Kendati demikian, dia membantah adanya mark up seperti yang disampaikan KPK. Dia mengemukakan, awalnya sudah menolak suplai APD kepada PT PPM lantaran harga yang dipatok pemerintah senilai sekitar Rp300.000 terlalu rendah.
Satrio mengklaim harga pasar bisa mencapai Rp1 juta hingga Rp2 juta. Menurutnya, ada dua pengadaan APD yang disuplai oleh PT PPM. Ada dua surat pesanan APD yang diterbitkan pada periode prapandemi dan sudah masuk pandemi. Dia mengatakan, harga Rp300.000 yang ditawar pemerintah hanya berdasarkan berita acara kewajaran harga secara sepihak oleh Kemenkes.
"Jadi ada dua surat pesanan, beda. Pas satu yang kondisi normal, atau prapandemi, satu lagi kondisi darurat. Jadi kami disangkanya mark up, padahal dugaan mark up," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan
- Polisi Tembak Polisi hingga Tewas di Solok, Polda Sumbar Dalami Motifnya
- Eks Bupati Biak Ditangkap Terkait Kasus Pelecehan Anak di Bawah Umur
- Profil dan Harta Kekayaan Setyo Budiyanto, Jenderal Polisi yang Jadi Ketua KPK Periode 2024-2029
- Pakar Hukum Pidana Nilai Penetapan Tersangka Tom Lembong Masih Prematur
Advertisement
Resmi Diluncurkan, 2 Bus Listrik Baru Trans Jogja Bertahan hingga 300 Km Sekali Isi Daya
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Seniman Keluhkan Mahalnya Sewa Panggung Seni, Fadhli Zon Bilang Begini
- Pakar Hukum Sebut Penegak Hukum Harus Kejar hingga Tuntas Pejabat yang Terlibat Judi Online
- Pemerintah Pastikan Penetapan UMP 2025 Molor, Gubernur Diminta Bersabar
- 8 Terduga Teroris Ditangkap, Terkait dengan NII
- Dugaan Suap ke Sahbirin Noor, KPK Periksa Empat Saksi
- Desk Pemberantasan Judi Online Ajukan Pemblokiran 651 Rekening Bank
- Diskop UKM DIY Raih Juara III Kompetisi Sinopadik 2024 di Palangkaraya
Advertisement
Advertisement