Advertisement

Promo November

Kementerian Keuangan Bantah Kritikan JK Soal Utang Negara, Ini 10 Faktanya

Dionisio Damara
Kamis, 01 Juni 2023 - 23:07 WIB
Maya Herawati
Kementerian Keuangan Bantah Kritikan JK Soal Utang Negara, Ini 10 Faktanya Ilustrasi rasio utang pemerintah. Dok. Freepik

Advertisement

Harianjogja, JAKARTA–Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, memaparkan 10 fakta terkait utang pemerintah Indonesia yang sebelumnya sempat disinggung oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

JK diketahui sempat mengatakan bahwa pemerintah membayar utang Rp1.000 triliun tiap tahun. Jumlah tersebut, menurutnya, merupakan yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia merdeka.

Advertisement

Sebaliknya, Menteri Keuangan Sri Mulyani membantah hal tersebut. Dia menegaskan bahwa utang pemerintah selalu dikelola dengan baik. Penarikan utang maupun pembayaran utang yang jatuh tempo sudah masuk dalam strategi pembiayaan pemerintah setiap tahunnya.  

Berdasarkan catatan Kemenkeu, pemerintah akan melakukan pembayaran bunga utang sebesar Rp441,4 triliun pada 2023 atau meningkat 14,5 persen dibandingkan dengan tahun lalu.  

Jumlah tersebut terdiri atas pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp426,8 triliun dan bunga utang luar negeri sebesar Rp14,6 triliun. Adapun pada 2022, pembayaran bunga utang pemerintah tercatat hanya Rp373,3 triliun, atau meningkat 12,47 persen secara tahunan.  

Yustinus Prastowo pun membeberkan fakta untuk membantah tudingan JK.

Berikut 10 fakta utang pemerintah Indonesia :

1. Tidak Membayar Utang Rp1.000 Triliun per Tahun 

Prastowo mengatakan bahwa pemerintah tidak mengeluarkan Rp1.000 triliun per tahun untuk membayar utang seperti yang disampaikan JK. Dia pun mengatakan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani telah memberikan tanggapan terkait hal tersebut. 

2. Rasio Utang Turun 

Prastowo mengatakan rasio utang terhadap PDB per April 2023 turun menjadi 39,17 persen dari 39,57 persen pada Desember 2022. Padahal, utang pemerintah sempat meningkat dari dari 39,4 persen PDB (2020) menjadi 40,7 persen PDB (2021) karena kebijakan penanganan Covid-19.  

“Kemampuan recovery yang baik membuat ekonomi Indonesia mampu bangkit, sekaligus menurunkan debt ratio. Pada 2021, rasio utang Indonesia [40,7 persen] jauh di bawah rerata emerging market. China bahkan menyentuh 71,5 persen,” ujarnya dalam akun Twitter @prastow, Kamis (1/6/2023).  

3. Patuhi Aturan Fiskal

Prastowo menegaskan bahwa Kemenkeu patuh pada aturan fiskal atau fiscal rule. Dengan demikian, kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) lebih besar daripada utang. Hal ini terjadi di saat mayoritas negara Asean dan G20 mengalami kenaikan utang yang lebih tinggi dari PDB. 

4. Efek Berganda yang Besar

Selama kurun 2018 – 2022, dia mengatakan utang pemerintah mampu menghasilkan efek berganda atau multiplier effect sebesar US$1,34. Capaian ini dinilai lebih baik dibandingkan banyak negara, termasuk AS (US$0,55), China (US$0,70), dan Malaysia (US$0,70).

5. Mayoritas Utang Pemerintah dari Domestik 

Prastowo menyampaikan bahwa sebagian besar utang Indonesia merupakan mata uang rupiah atau utang domestik. Perinciannya, 73 persen utang Indonesia berasal dari SBN domestik.

BACA JUGA: Wisata Yogyakarta, 3 Pantai di Gunungkidul Ini Punya Tebing yang Cantik

Mengutip laman resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), utang dari pasar domestik dibutuhkan untuk pendalaman pasar kemandirian secara jangka panjang. 

Pasar domestik juga berperan dalam menurunkan tingkat bunga dan meningkatkan likuiditas, sehingga mengurangi risiko hengkangnya dana asing secara mendadak atau sudden reversal.

6. Risiko Utang Turun

Prastowo mengemukakan bahwa risiko utang Indonesia menurun tajam, ditandai dengan debt service ratio (DSR) dari 2020 sebesar 47,3 persen menjadi 34,4 persen pada 2022. 

“Dan menurun lagi per April 2023 menjadi 28,4 persen. DSR adalah rasio pembayaran pokok dan bunga utang dengan pendapatan,” pungkasnya. 

Sementara itu, rasio pembayaran bunga utang terhadap pendapatan juga turun, dari 19,3 persen pada tahun 2020 menjadi 14,7 persen pada 2022, lalu mencapai 13,95 persen per April 2023. 

7. Rating Bagus

Selain itu, Prastowo mengatakan Indonesia masih dipandang reliable dalam pengelolaan utang. Menurutnya, lembaga-lembaga pemeringkat kredit, seperti Standard & Poor's, Moody’s, dan Fitch memberikan rating BBB/Baa2 untuk Indonesia dengan outlook stabil. 

8. Manfaat Melebihi Utang

Dia menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2015 – 2022, penambahan utang sebesar Rp5.125,1 triliun masih lebih rendah dibandingkan dengan belanja prioritas, seperti perlinsos, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang mencapai Rp8.921 triliun.

9. Pertumbuhan Aset Melebihi Utang

Prastowo menyampaikan nilai pertumbuhan aset melampaui penambahan utang. Hal tersebut memperlihatkan pembangunan infrastruktur terus menjadi salah satu prioritas pendukung pertumbuhan ekonomi. 

“Selain itu, utang juga digunakan untuk ketersediaan sarana pendidikan dan kesehatan untuk mendukung pembangunan kualitas SDM [Sumber Daya Manusia],” pungkasnya. 

10. Utang BUMN Bukan Beban APBN

Mengacu pada UU No. 19/2003 tentang BUMN, lanjutnya, BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Segala utang yang timbul dari aksi korporasi merupakan tanggung jawab penuh BUMN dan bukan menjadi utang negara. (Sumber: Bisnis.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Cek Lokasi dan Jadwal SIM Keliling di Gunungkidul Hari Ini, Sabtu 23 November 2024

Gunungkidul
| Sabtu, 23 November 2024, 08:17 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement