Advertisement
Buntut Kasus Rafael Alun, Pejabat Eselon 1-2 Ke Bawah Harus Lapor LHKPN
Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan memberikan keterangan pers terkait pemeriksaan Mantan Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (1/3/2023). Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap Rafael Alun Trisambodo kurang lebih selama delapan jam untuk dimintai klarifikasi terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar - foc
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera merevisi aturan mengenai Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Pejabat negara yang diwajibkan untuk melaporkan harta kekayaannya ditargetkan tidak hanya menyasar eselon 1 dan 2 saja.
Melansir dari Peraturan KPK No.2/2020 tentang perubahan atas Peraturan KPK No.7/2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, wajib lapor dalam hal ini penyelenggara negara yakni pihak yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, yudikatif, atau pejabar lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara atau publik lainnya sesuai dengan Undang-undang (UU).
Advertisement
Namun demikian, dalam pelaksanaannya, penyelenggara negara yang dimaksud kerap kali hanya menyasar pejabat eselon I dan II pada suatu kementerian/lembaga. Oleh sebab itu, KPK berencana untuk memperluas status Wajib Lapor.
"Tahun ini saja mau kita revisi. Yang pertama, ternyata di level-level tertentu penyelenggara negara itu hanya eselon I dan II saja. Kita ingin di bawah lagi [eselon bawahnya]," ucap Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan saat ditemui di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Kamis (9/3/2023).
Baca juga: Polisi Beri Penghargaan Kepada Pengemudi Mobil yang Tabrak Pelaku Klitih di Magelang
Menurut Pahala, rencana untuk merevisi aturan mengenai LHKPN itu berangkat dari kasus harta jumbo PNS pajak Rafael Alun Trisambodo. Seperti diketahui, laporan harta kekayaannya yang senilai Rp56 miliar dinilai tidak sesuai dengan profil.
Awalnya, laporan harta kekayaan Rafael yang tidak biasa itu viral sebagai buntut kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anaknya, yakni Mario Dandy Satriyo. Kini, kasus Rafael sudah naik ke penyelidikan setelah sebelumnya hanya sebatas proses klarifikasi.
Berdasarkan penelusuran KPK, aset jumbo milik Rafael justru dihimpun sebelum 2011 atau sebelum dinyatakan sebagai Wajib Lapor.
"Lihat RAT [Rafael Alun Trisambodo], dia tuh beli saham sebelum jadi Wajib Lapor LHKPN. Sebelum 2011 dia beli aset-asetnya, saat itu dia tidak mesti lapor karena jabatannya belum sampai," jelas Pahala.
Oleh sebab itu, KPK menilai perlu untuk memperluas status Wajib Lapor pada penyelenggara negara. Pahala menyatakan bahwa potensi adanya tindakan korupsi maupun suap dan gratifikasi bisa terjadi di seluruh tingkatan atau level birokrasi.
"Sekarang yang paling enak ya yang tidak wajib lapor [LHKPN], tidak terdeteksi kan. Mau ngapain saja silahkan," lanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Raperda KTR Kulonprogo Tuai Pro Kontra Radius Jual Rokok
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Kasus Korupsi Bank BJB, KPK Pertimbangkan Panggil Atalia Praratya
- Gugat Cerai Ridwan Kamil, Lisa Mariana Minta Maaf ke Atalia
- Layanan Pajak Akhir Pekan Dibuka KPP DIY, Ini Jadwal Lengkapnya
- OTT KPK di Banten, Lima Orang Diamankan Masih Diperiksa
- Pekerja Musik Yogyakarta Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
- XL Ultra 5G+ Resmi Hadir di Enam Kota-Kabupaten Jateng dan DIY
- Proses PAW Lurah di Gunungkidul Dimulai, Tiga Kalurahan Prioritas
Advertisement
Advertisement




