Dosen UGM: Tanah di Jakarta dan Semarang Terus Turun karena Penggunaan Air Berlebihan
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Dosen Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Heri Sutanta menjelaskan penurunan muka tanah di Semarang, Jawa Tengah, dan Jakarta disebabkan penggunaan air tanah yang melebihi kapasitas.
"Hasil penelitian kami di Semarang, kondisi di Jakarta juga sama, penurunan muka tanah dipercepat oleh pemanfaatan air tanah yang berlebihan dan melebih kapasitas imbuhannya," ujar Heri melalui keterangan tertulis, Sabtu (7/1/2023)
Advertisement
Menurut dia, kota besar di Indonesia seperti Semarang dan Jakarta berada di daerah pesisir yang tanahnya terbentuk dari aluvial karena hasil endapan sungai sehingga lebih mudah mengalami pemadatan dan akhirnya penurunan tanah.
Dari hasil penelitiannya, di daerah tangkapan air Kota Semarang dulunya terdapat banyak kebun, tanah tegalan, dan ruang terbuka, namun kemudian berubah menjadi kompleks perumahan, kawasan industri dan pembangunan infrastruktur lainnya.
"Hal tersebut yang menyebabkan berkurangnya imbuhan di cekungan air tanah (CAT) di Semarang," katanya.
Ia menyebutkan di Semarang kenaikan air laut global saat ini mencapai 3-5 milimeter per tahun sementara penurunan tanah mencapai 9 cm.
"Ada kenaikan penurunan tanah 30 kali lebih besar dibanding kenaikan air laut global," ujar dia.
Menurut dia, faktor lokal penurunan tanah ini lebih berdampak pada kenaikan relatif permukaan laut di Semarang dan Jakarta.
Bahkan, percepatan penurunan tanah ini menyebabkan dua kota ini sering dilanda banjir saat curah hujan tinggi karena posisi daratan di pesisir lebih rendah daripada air permukaan laut.
Heri berharap posisi daratan pesisir yang lebih rendah dari air permukaan laut ini dapat ditangani secara komprehensif, baik di Semarang maupun Jakarta.
Daerah permukiman dan industri yang ada di kawasan pesisir saat ini, kata dia, dapat dilindungi dengan tanggul laut.
Selanjutnya, kata dia, juga perlu disiapkan banyak pompa untuk mengalirkan air dari drainase ke sungai besar yang aliran airnya menuju laut.
"Harus ada pompa yang disiapkan walaupun membutuhkan biaya operasional yang besar," kata dia.
Menurut Heri, di antara kota besar di Indonesia, sementara ini hanya Semarang dan Jakarta yang mengalami proses penurunan tanah yang begitu cepat.
Untuk mengantisipasi terjadinya dampak yang lebih besar di kemudian hari, ia mengusulkan agar pemerintah membuat kebijakan yang komprehensif.
"Kebijakan pertama adalah mengatur pengambilan air tanah dan menjaga imbuhannya melalui perubahan pembatasan penggunaan lahan di daerah tangkapan air. Selanjutnya adalah menanggulangi dampaknya, misalnya pembangunan tanggul pantai untuk melindungi infrastruktur dan warga," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ini Daftar Wilayah yang Nihil Permohonan Sengketa Pilkada di MK Termasuk DIY
- Pilkada Jakarta Bersih dari Gugatan Sengketa, Pramono-Rano Karno Sah Menangkan Pemilihan
- Sistem Zonasi dalam PPDB Diminta Berbasis Hak Anak
- Mantan Menkumham Yassona Laoly Dipanggil KPK sebagai Saksi
- Pemerintah Diminta Susun Peta Jalan untuk Mengatasi Masalah PPDB Zonasi
Advertisement
Pejalan Kaki di Sedayu Bantul Hanyut Masuk Gorong-gorong, Sampai Malam Ini Korban Belum Ditemukan
Advertisement
Waterboom Jogja Rayakan Ulang Tahun ke-9, Ada Wahana Baru dan Promo Menarik
Advertisement
Berita Populer
- Hindari Risiko Kanker Paru dari Dapur Rumah yang Tidak Sehat
- Kronologi Pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol
- Muhammadiyah Disebut-sebut Bakal Mengelola Tambang Eks Adaro
- Bom Meledak di Sebuah Festival di Thailand, 3 Orang Dilaporkan Tewas dan Puluhan Lainnya Terluka
- Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Melawan dan Bersumpah untuk Tidak Menyerah Usai Dimakzulkan
- Arab Saudi Peringatkan Warga, Suhu Ekstrem -3 Derajat Celsius Bakal Landa Sejumlah Wilayah
- Resmi Dimakzulkan, Presiden Korsel Masih Terima Gaji Rp2,7 Triliun
Advertisement
Advertisement