Advertisement
Tega! Orang Tua Pasung Anak Kandung di Bekasi

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA – Masyarakat Indonesia dibuat geger lantaran tersebarnya video seorang anak yang berinisial “R” dipasung atau dirantai telah kabur dari kediamannya di Kota Bekasi, Jawa Barat.
Kabar tersebut lalu dibenarkan oleh tetangganya yang memiliki akun Instagram @fannylauw, ia membeberkan kronologi dan kabar terbaru dari anak tersebut.
Advertisement
Dalam unggahannya tersebut, Fanny mendapat dukungan dari warganet untuk melaporkannya ke pihak terkait seperti Komnas HAM, Komnas Anak dan KPAI.
Hingga akhirnya, kasus ini telah ditanggapi oleh bantuan Frans yang merupakan anggota Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Bekasi dengan melaporkan langsung ke ibu wali kota dan langsung anak tersebut sudah dibawa oleh Dinas Sosial Bekasi ke panti asuhan.
Kabar tersebut dibawa oleh Psikolog Anak, Seto Mulyadi dalam komentar sebagai bentuk respon atas kasus tersebut.
Penyebab Pemasungan
Lalu, untuk penyebab pasung di Indonesia ini biasanya dilakukan untuk Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) agar tidak mengganggu orang lain, membahayakan dirinya sendiri, serta ketidakpahaman keluarga dan masyarakat tentang gangguan jiwa.
Adapun, penyebab lainnya karena jauhnya akses pelayanan kesehatan dan keluarga tidak memiliki biaya dalam pengobatannya.
Kasus Pemasungan di Indonesia
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar pada 2013 menunjukan bahwa di Indonesia menunjukan bahwa ODGJ sekitar 14 persen atau sekitar 57 ribu orang dari 400 ribu orang ODGJ pernah atau sedang dipasung, dengan rincian persentase di pedesaan sebesar 18 persen dan di perkotaan 11 persen.
Mengutip dari jurnal Poltekes Bhakti Mulia Sukoharjo, definisi pasung ini adalah suatu tindakan memasang sebuah balok kayu pada tangan dan/atau kaki seseorang, diikat atau dirantai, diasingkan pada suatu tempat tersendiri di dalam rumah ataupun di hutan.
Akibatnya, pemasungan ini mengakibatkan seseorang kehilangan kebebasan karena adanya tindakan dan pengekangan fisik
Dikutip laman Kementrian Kesehatan pada Kamis (21/7/2022), di Indonesia pemerintah sudah dua kali mengeluarkan peraturan pelarangan untuk pemasungan terhadap ODGJ dan menyerahkannya ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) sejak 1977.
Selanjutnya, pada 2014 melalui Undang-Undang Nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa yang ditujukan untuk menjamin setiap orang agar dapat mencapai kualitas hidup yang baik, serta memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
Secara garis besar, Undang-undang ini menegaskan bahwa perlunya masyarakat dalam melindungi dan memberdayakan ODGJ dalam bentuk bantuan berupa: tenaga, dana, fasilitas, pengobatan bagi ODGJ, masyarakat juga diminta untuk melakukan perlindungan terhadap tindakan kekerasan dan menciptakan lingkungan yang kondusif, memberikan pelatihan keterampilan ODGJ dan terakhir untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan di fasilitas yang melayani ODGJ.
Hukum Bagi Pelaku Pasung
Dalam jurnal tesis Universitas Jember, menyebutkan bahwa hukum di Indonesia tidak mengatur tentang pemasungan, akan tetapi pelaku pemasungan masih bisa termasuk dan diatur melalui jalur non penal (jalur non pidana) seperti dalam KUHP Pasal 333 dan Pasal 334 sebagai alternatif dari penanggulangan tindakan pemasungan.
• Pasal 333 KUHP
Ayat (1) Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
Ayat (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Ayat (3) Jika mengakibatkan mati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Ayat (4) Pidana yang ditentukan dalam pasal ini diterapkan juga bagi orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan.
• Pasal 334 KUHP
Ayat (1) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan seorang dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum, atau diteruskannya perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah.
Ayat (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, maka yang bersalah diancam dengan pidana kurungan paling lama sembilan bulan.
Ayat (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Berita Pilihan
- Parpol Ramai-Ramai Siap Tampung Kaesang Pangarep
- DPR Sentil Kinerja BPKH terkait Usulan Kenaikan Biaya Haji
- Masih Dikaji, Garuda Belum Terapkan Tarif Penerbangan Haji 2023
- Video Youtube Pertemukan Kembali Orang yang Kabur ke Pasar Kepek Bantul Selama 25 Tahun karena Takut Disunat, Ini Kronologinya
- Jokowi dan Ma'ruf Amin Beri Penjelasan Terkait Biaya Haji yang Diusulkan Naik
Advertisement
Advertisement

Resmi Dibuka, Ini Wahana Solo Safari Zoo yang Dahulu Taman Taru Jurug
Advertisement
Berita Populer
- DPR Sentil Kinerja BPKH terkait Usulan Kenaikan Biaya Haji
- Perkuat Penerapan Hukum Lingkungan, KLHK Luncurkan I-Lead
- Parpol Ramai-Ramai Siap Tampung Kaesang Pangarep
- Indomaret Pasarkan Produk UMKM Kabupaten Wonosobo
- Pelatihan Bersertifikat Dorong Terciptanya UMKM Baru di Berbagai Industri
- Baru Bebas dari Penjara, Mantan Wali Kota Blitar Jadi Dalang Perampokan Rumah Wali Kota
- Pendaftar Perempuan Panwaslu Kelurahan di Kota Jogja hampir 50 Persen
Advertisement
Advertisement