Advertisement
Tiap Tahun, Indonesia Butuh Rp343 Triliun untuk Tekan Emisi Karbon

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Indonesia membutuhkan Rp343,6 triliun tiap tahun untuk menurunkan emisi karbon sesuai target Nationally Determined Contributions atau NDC hingga 2030.
Energi dan transportasi menjadi sektor yang membutuhkan sumber dana terbesar karena kontribusinya yang tinggi terhadap emisi karbon dalam negeri.
Advertisement
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan Indonesia berkomitmen untuk menangani perubahan iklim melalui dokumen NDC. Dokumen itu menargetkan penurunan emisi pada 2030 sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional.
Pada tahun ini, pemerintah memperbaharui komitmen penanganan perubahan iklim Indonesia dengan penyampaian Updated NDC. Dokumen teranyar itu memuat strategi jangka panjang rendah karbon dan ketahanan iklim 2050 (Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050) yang menargetkan pencapaian nol emisi karbon (net zero) pada 2060 atau lebih awal.
Febrio menjabarkan pembaharuan langkah penanganan perubahan iklim itu berpengaruh terhadap kebutuhan biaya untuk mencapai net zero. Sebelumnya, dalam dokumen Second Biennial Update Report (BUR-2) tercantum kebutuhan biaya Indonesia adalah Rp3.461 triliun pada 2020—2030 atau Rp266,2 setiap tahunnya.
"Setelah adanya Peta Jalan NDC, kebutuhan pendanaan untuk mencapai NDC meningkat menjadi Rp3.779 triliun, atau Rp343,60 triliun per tahun pada 2020—2030," ujar Febrio dalam Talkshow on Indonesia’s Sustainable Projects, Kamis (23/12/2021) yang merupakan bagian rangkaian Dubai Expo 2020.
Menurutnya, sumber biaya tertinggi berasal dari sektor energi dan transportasi. Kebutuhan itu mencakup biaya pembangunan sumber energi baru dan terbarukan (EBT), pemberhentian pembangkit listrik dengan sumber energi fosil, transisi menuju kendaraan ramah lingkungan, hingga pembangunan infrastruktur penunjang.
Febrio pun menyampaikan berdasarkan kajian Climate Change Fiscal Framework (CCFF), masih terdapat selisih pembiayaan hingga 40 persen untuk dapat mencapai target NDC pada 2030. Untuk itu, perlu adanya optimalisasi pemanfaatan anggaran dan mobilisasi sumber-sumber pembiayaan perubahan iklim secara optimal untuk menutup selisihnya.
“Masalah perubahan iklim merupakan bahaya yang jelas dan nyata. Oleh karena itu, pengurangan emisi gas rumah kaca dan target untuk menjaga peningkatan temperatur global di bawah 1,5—2 derajat celcius harus menjadi perhatian bersama. Dalam hal ini, peran APBN sebagai instrumen fiskal penting baik dari sisi belanja, fasilitas perpajakan, maupun pembiayaan," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Reshuffle Kabinet Prabowo, Ini Daftar Menteri dan Pejabat Baru
- Farida Farichah, Aktivis NU Berusia 39 Tahun yang Jadi Wamenkop
- Profil M Qodari, Dari Pengamat Politik Jadi Kepala Staf Kepresidenan
- Afriansyah Noor, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Pilihan Prabowo
- Hujan Deras, Ojol Tetap Gelar Aksi Unjuk Rasa
Advertisement

Sampah dari Jogja Dibuang ke TPST Piyungan, Sultan: Sampai Akhir 2025
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Polri Minta Interpol Terbitkan Red Notice Riza Chalid
- Mahfud MD Dikabarkan Masuk Kabinet Merah Putih, Begini Respons Bappisus
- Tersangka Dugaan Korupsi Pengadaan Mesin EDC Indra Utoyo Dipanggil KPK
- Ojol Gelar Demo 17 September 2025, Ini 7 Tuntutan yang Diangkat
- Pembunuhan Kacab Bank, Dua Oknum TNI AD Dijanjikan Imbalan Rp100 Juta
- Korban Meninggal Kasus Kecelakaan Bus RS Bina Sehat di Bromo Bertambah
- Polisi Tetapkan 42 Tersangka Demo Rusuh di Bandung
Advertisement
Advertisement