Advertisement
Setara Institute Dorong Moratorium Pasal Penodaan Agama
Ilustrasi. - Freepik
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--Setara Institute menanggapi dugaan penistaan agama yang menyeret empat tenaga kesehatan (nakes) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar.
Kasus ini telah dihentikan oleh Kejaksaan Negeri Pematangsiantar setelah Kajari Agustinus Wijono Dososeputro menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2), Rabu (24/02/2021). Setara Institute menyampaikan beberapa pernyataan berikut.
Advertisement
Pertama, Setara Institute mengapresiasi langkah Kajari yang menghentikan kasus penodaan agama terhadap nakes tersebut. Penetapan tersangka terhadap empat nakes pada kasus dimaksud secara objektif terkesan dipaksakan di tengah kedaruratan pandemi Covid-19.
Secara hukum, penggunaan pasal penodaan agama atas empat nakes tersebut nyata-nyata merupakan kriminalisasi dengan unsur-unsur pidana yang kabur (obscuur) dan tidak memberikan kepastian hukum (lex certa). Kriminalisasi terhadap empat Nakes tersebut lebih tampak sebagai ‘peradilan’ karena tekanan massa (trial by mob).
Kedua, kasus dimaksud menegaskan bahwa hukum tertulis di Indonesia mengenai penodaan agama, khususnya Pasal 156a KUHP, UU Penodaan Agama, dan UU ITE, bermasalah secara substantif karena tidak memberikan kepastian hukum.
Dalam penerapannya, menurut catatan Setara Institute, hukum penodaan agama digunakan untuk mengkriminalisasi pihak-pihak secara sewenang-wenang pada banyak spektrum kasus; dari soal asmara, penanganan jenazah, sampai kriminalisasi kelompok agama minoritas.
Ketiga, mencermati perkembangan kasus kriminalisasi nakes tersebut, pihak kepolisian merupakan salah satu pihak yang mesti dipersoalkan. Kepolisian, dalam kasus ini Polresta Pematangsiantar, mestinya menegakkan hukum secara objektif, profesional, dan adil.
Keempat, belajar dari kasus kriminalisasi nakes di Pematangsiantar sebagai salah satu yang menyita perhatian publik dari ratusan kasus penodaan agama yang terjadi, Setara Institute mendesak kepolisian untuk melakukan moratorium penggunaan pasal-pasal penodaan agama hingga adanya pedoman tertulis tentang penanganan kasus penodaan agama yang memberikan kepastian hukum dan keadilan.
Kasus kriminalisasi nakes ini bermula 20 September 2020, setelah mereka memandikan jenazah seorang perempuan berumur 50 tahun yang meninggal akibat Covid-19. Kemusian, seribu orang berkumpul di Lapangan Haji Adam Malik, Kota Pematang Siantar, pada 5 Oktober 2020, untuk memprotes pemandian jenazah tersebut.
Wali Kota Pematangsiantar kemudian memecat Direktur dan 3 Wakil Direktur RSUD tersebut. Kepolisian juga memproses empat nakes terlapor ke tahap penyidikan.
Pada perkembangannya, sekitar lima bulan kemudian SKP2 dikeluarkan Kajari Siantar setelah berkas perkara itu dinyatakan lengkap oleh dua jaksa peneliti, yaitu Edwin Nasution dan Ramah Hayati Sinag.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Cakupan Imunisasi HPV Anak SD Baru Tercapai di 13 Provinsi
- Aturan Contra Flow CikampekBogor Selama Libur Nataru 2025
- Banjir dan Longsor Aceh: 326 Meninggal, 167 Belum Ditemukan
- BMKG Peringatkan Cuaca Ekstrem di Jawa Tengah hingga 10 Desember
- Uji Klinis Vaksin Dengue Masuk Babak Baru dalam Riset Nasional
Advertisement
Dwikorita: Anomali Iklim dan Aktivitas Manusia Picu Bencana
Advertisement
KA Panoramic Kian Diminati, Jalur Selatan Jadi Primadona
Advertisement
Berita Populer
- 90 Siswa Kurang Mampu di Gunungkidul Terima Bantuan
- BUMKal Pandansari Wukirsari Sleman Hadirkan Kandang Ayam Telur Sehat
- Simak! Jadwal SIM Corner Jogja Mall City dan Ramai Mal Malioboro
- PSIM Jogja Siap Gelar Laga Malam yang Pertama di Musim Ini
- Ekonomi Melaju, DIY Jadi Model Penguatan Keuangan Daerah
- Harga Emas Hari Ini, Produk UBS dan Galeri24 Masih Turun
- Siswa Terdampak Banjir Aceh-Sumatera Dipetakan, Pendampingan Disiapkan
Advertisement
Advertisement



