Advertisement
DPR Sebut Tidak Tepat Revisi UU Bank Indonesia di Tengah Ancaman resesi

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah menilai momentum revisi UU Bank Indonesia saat ini tidak tepat mengingat kondisi ekonomi nasional tengah terancam resesi.
Menurut Said, pemulihan ekonomi perlu menjadi fokus bagi semua pemangku kepentingan di masa pandemi ini, tidak hanya pemerintah. "Karena itu, saya berharap seluruh sumber daya kita dikerahkan untuk memulihkan ekonomi nasional yang bakal mengalami resesi," ujar Said dalam pernyataan di Jakarta, Selasa (8/9/2020).
Advertisement
BACA JUGA : Ini Dampak yang Terjadi di Masyarakat ketika Resesi Tiba
Politisi Senior PDIP itu juga menyoroti beberapa pasal pengaturan di draf revisi UU BI, misalnya tentang keberadaan Dewan Moneter.
Padahal, menurutnya, Indonesia telah memiliki Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sebagaimana tercantum dalam UU No 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
Bahkan komposisi KSSK tersebut, lanjut Said, telah merepresentasikan kelembagaan sebagaimana yang dimaksud oleh Dewan Moneter, dimana Menteri Keuangan adalah Koordinator KSSK.
"Jangkauan kewenangan KSSK malah tidak saja sektor moneter, tapi keseluruhan sektor keuangan yang berpotensi menimbulkan krisis sistem keuangan," ujarnya.
BACA JUGA : Mahfud MD: Resesi Jangan Disalahartikan dengan Krisis
Demikian juga dengan draf pengembalian kewenangan pengawasan bank dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI), pengaturan itu akan membatalkan sebagian besar isi Undang Undang No 21 tahun 2011 tentang OJK.
"Pertanyaan mendasarnya, apakah beberapa kasus kelemahan pengawasan di OJK serta merta dijawab dengan pengalihan pengawasan bank ke BI? Saya melihat bukan ini pokok masalahnya," kata Said.
Menurutnya, pokok permasalahan terkait OJK yaitu tidak adanya lembaga pengawas yang kuat, layaknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki Dewas KPK yang kuat.
Hal tersebut dinilai penting mengingat OJK memiliki kewenangan yang luar biasa, akan tetapi anggaran OJK didapatkan dari pungutan terhadap industri keuangan secara langsung oleh OJK sehingga memberi celah terjadinya konflik kepentingan.
"Jadi, sesungguhnya bukan hanya UU No 23 tahun 1999 yang perlu direvisi, akan tetapi juga UU No 21 tahun 2011 tentang OJK. Pada sisi UU No 21 tahun 2011 ini perlu menambahkan pengaturan tentang Badan Pengawas OJK. Saya kira itu yang harus kita pikirkan untuk disempurnakan,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Aduan Konten Judi Online Mencapai 1,3 Juta
- Tunjangan Guru Non ASN pada RA dan Madrasah Cair Juni 2025, Segini Besarannya
- Kerusuhan di Lapas Narkotika Muara Beliti Sumsel, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Ungkap Penyebabnya
- Sejoli Ditemukan Meninggal Dunia dalam Mobil di Jambi, Diduga Keracunan AC
- 1,7 Juta Pengemudi Ojol Belum Punya Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Advertisement

Truk Bermuatan Batu Alam Kecelakaan Tunggal di Piyungan, Sopir Meninggal di Tempat
Advertisement

Jembatan Kaca Seruni Point Perkuat Daya Tarik Wisata di Kawasan Bromo
Advertisement
Berita Populer
- Tangani Kebakaran Hutan, Modifikasi Cuaca Natrium Klorida Diperpanjang hingga 12 Mei 2025
- Kata Sandi Milik Kepala Pentagon Pete Hegseth Bocor Akibat Serangan Siber
- Menteri Budi Santoso Segera Terbitkan Permendag Baru, Mengatur Ekspor Impor hingga Perdagangan Dalam Negeri
- Polisi Kerahkan Ratusan Personel Jaga Sidang Kasus Hasto PDIP
- Merespons Gelombang PHK, Menaker Akan Optimalkan Platform SIAPKerja
- 1,7 Juta Pengemudi Ojol Belum Punya Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
- BEI Sebut Ada 30 Perusahaan Bakal Ipo Tahun Ini
Advertisement