Advertisement
Pemerintah Kembali Buka Sekolah di Zona Kuning, Epidemiolog: Berbahaya untuk Anak
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--Epidemiolog tak sepakat pemerintah membuka kembali belajar tatap muka di tengah situasi pandemi saat ini.
Pemerintah resmi mengizinkan kegiatan belajar mengajar tatap muka di sekolah kembali digelar di daerah zona risiko rendah atau zona kuning.
Advertisement
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai, keputusan itu berbahaya untuk anak-anak.
Dicky mengatakan, jika memutuskan untuk membuka sekolah hanya berdasarkan status zonasi itu tidak serupa dengan mempertimbangkan sesuai dengan indikator pandemi.
"(Itu) bahaya. (Karena) menyandarkan pada status zonasi yang tidak memiliki dasar yang kuat dari sisi capaian indikator pandemi, antara lain tidak ada indikator tes yang sesuai target WHO," kata Dicky saat dihubungi Suara.com, Jumat (7/8/2020).
Dicky menjelaskan bahwa sekolah yang sangat aman untuk kembali dibuka selama pandemi Covid-19 itu harus berada di wilayah yang telah mencapai low community transmission rates atau kurang dari satu kasus yang muncul per harinya.
Selain itu, wilayahnya juga tetap fokus dalam menjaga penularan virus.
Menurutnya, akan sangat berisiko apabila pembukaan sekolah tanpa dilengkapi pengetahuan akan adanya dampak negatif dalam jangka pendek dan panjang terkait infeksi Covid-19 kepada anak-anak.
"Penting sekali ditekankan potensi bahaya sekolah dibuka. Ditengah proporsi kasus pada anak secara global meningkat tiga kali lipat. Kasus pada anak di Indonesia lebih tinggi dari rata-rata global, juga kematian pada anak," ujarnya.
Dicky memaparkan dari jumlah total kasus Covid-19 di Indonesia, proporsi anak usia 0 - 5 tahun yang menderita Covid-19 di Indonesia sebanyak 2,3 persen, usia 6-18 tahun 6,8 persen, usia 19-30 tahun 23,3 persen, usia 31-45 tahun 31,4 persen, 46-59 tahun 24,5 persen, dan usia di atas 60 tahun 11,6 persen.
Kemudian angka kasus bayi berusia 1- 5 tahun yang meninggal karena Covid-19 di Indonesia mencapai 1 persen.
"Dalam rentang umur ini, bayi yang berumur di bawah satu tahun paling rentan meninggal dengan tingkat kematian 4 persen jika terpapar virus ini, dibandingkan anak-anak berusia 1 - 18 tahun yang tingkat kematiannya 1 persen jika terpapar," tuturnya.
Lebih lanjut, Dicky juga menyebut adanya lethargy encephalitis, salah satu yang timbul pasca infeksi Covid-19.
Ia mengaku khawatir lantaran tes di Indonesia kepada anak-anak yang masih rendah.
"Yang bikin saya sangat khawatir adalah data kasus infeksi Covid-19 anak yang memprihatinkan di atas masih belum menggambarkan masalah yang sesungguhnya karena cakupan test kita yang sangat rendah apalagi pada anak," pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah secara resmi mengizinkan daerah zona risiko rendah atau zona kuning untuk memulai pembelajaran tatap muka di sekolah pada masa pandemi Virus Corona atau Covid-19.
Total ada 276 Kabupaten/Kota yang diperbolehkan membuka sekolah.
Keputusan ini diambil setelah pemerintah merevisi Surat Keputusan Bersama 4 Menteri; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
"Kami merevisi SKB untuk memperbolehkan (zona kuning dan hijau), itu kata kuncinya, memperbolehkan bukan memaksakan, memperbolehkan pembelajaran tatap muka dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat," kata Nadiem dalam konferensi pers virtual, Jumat (7/8/2020).
Mendikbud Nadiem Makarim menjelaskan jika sebelumnya hanya zona hijau yang boleh membuka sekolah, saat ini pemerintah menambah pembukaan sekolah ke zona kuning.
Berdasarkan catatan Satgas Penanganan Covid-19 per tanggal 3 Agustus 2020 di zona kuning dan hijau berjumlah 276 kabupaten/kota dan terdapat 43 persen peserta didik di dalamnya.
Nadiem menegaskan keputusan pembukaan sekolah harus melalui izin dan pengawasan yang ketat dari Pemerintah Daerah dan Satgas Covid-19 setempat, dan yang paling penting persetujuan dari orang tua untuk mengembalikan pendidikan anaknya ke sekolah.
"Kami masih mementingkan otonomi dan prerogatif setiap pemerintah daerah, komite sekolah, kepala sekolah, dan setiap orang tua di Indonesia harus dengan persetujuan semuanya," jelasnya.
Nadiem memaparkan kebijakan ini ditujukan untuk Sekolah Dasar (SD/MI/SLB), Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas (SMA/MK/SMK/MAK).
Sementara untuk Pendidikan Anak Usia Dini Formal (PAUD/TK/RA/TLKB/BA), dan non-formal (KB/TPA/SPS) baru bisa dimulai 2 bulan setelah sekolah-sekolah jenjang di atasnya membuka sekolah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Suara.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Tiga Ribu Lebih WNI Terjerat Online Scam Sejak 2021
- 66 Pegawai KPK Terlibat Pungli, Dua Rutan Dinonaktifkan
- Kerusakan Akibat Gempa Garut Terjadi di Empat Kabupaten, Terparah Bandung
- Perhatikan! Per 1 Mei 2024 Pengajuan Berkas Kasasi dan PK di MA Wajib Daring
- Pelatih Shin Tae-yong Diusulkan Dapat Gelar Kehormatan Warga Negara Indonesia
Advertisement
Jadwal Kereta Bandara YIA Senin 29 April 2024, Harga Tiket Rp20 Ribu
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Cegah Tawuran, Polisi Bubarkan Pemuda Nongkrong
- Prediksi BMKG: Sejumlah Kota Besar Turun Hujan Hari Ini
- Pusat Riset dan Start Up Dibangun di IKN, Libatkan Stanford University
- Tol Cipularang dan Padaleunyi Dipastikan Aman usai Gempa Garut
- 25 Rumah dan 1 Rumah Sakit Rusak Dampak Gempa Garut
- Hujan Lebat dan Banjir Tewaskan 76 Orang di Kenya
- Pelatih Shin Tae-yong Diusulkan Dapat Gelar Kehormatan Warga Negara Indonesia
Advertisement
Advertisement