Advertisement
Seberapa Akurat Rapid Test Mendeteksi Virus Corona?
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA – Di tengah pandemi Covid-19, salah satu cara untuk mengetahui apakah terinfeksi virus Corona adalah dengan melakukan tes cepat atau rapid test.
Dokter Spesialis Patologi Klinik dari Rumah Sakit Cicendo Bandung, Shinta Stri Ayuda mengatakan bahwa rapid test hanya untuk mendeteksi imun tubuh dan antibodi yang bereaksi apabila terkena virus.
Advertisement
Rapid test bisa menjadi pilihan di tengah pandemi Covid-19, karena bisa dilakukan di mana saja, dengan cepat, dan mudah.
“Pemeriksaan ini paling lama 10-15 menit, bisa mendeteksi berbagai virus atau antigen lain, tidak hanya Covid-19,” ungkapnya, Senin (27/7/2020).
Shinta mengungkap, pada masa pandemi, ketika Virus Corona menyebar di mana-mana, tes cepat cukup mudah dan praktis, terutama untuk di daerah terpencil atau daerah sulit.
Untuk keakuratannya, Shinta menjelaskan bahwa rapid test merupakan metode deteksi antibodi, sedangkan antibodi baru muncul bila tubuh sudah terpapar oleh virus dengan jangka waktu rata-rata 7-14 hari.
“Kalau sudah terpapar tubuh kita akan memunculkan antibodi. Jadi rapid test memang bukan buat diagnosi, tapi untuk screening, kalau untuk diagnosa harus diperiksa RNA virusnya, misalnya lewat swab PCR, tapi rapid test ini bisa membantu diagnosis,” jelasnya.
Setiap alat rapid test mempunyai garis kontrol, kalau garis tersebut tidak timbul berarti ada gangguan di alatnya atau ada kontaminasi pada sampel darah.
“Jadi ketika tes sel darah tidak boleh pecah, darah juga tidaka boleh terganggu oleh adanya lemak darah tinggi, jadi kalau kolestrol atau trigliserid darah tinggi ini juga akan berpengaruh. Rapid test mudah, tapi penghalangnya ini juga harus kita singkirkan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, rapid test disarankan dilakukan pada orang yang sehat atau tidak punya penyakit penyerta.
Sementara, orang dengan penyakit penyerta atau komorbid atau orang lanjut usia disarankan memeriksakan diri menggunakan tes PCR.
“Karena kalau rapid tes, kita bisa saja memproduksi antibodi yang mirip ketika hanya kena influenza biasa atau untuk Covid-19. Jadi, di sini bisa ada reaksi silang dengan virus lainnya. Maka ketika reaktif belum tentu positif Covid-19, atau kalau nonreaktif belum tentu negatif Covid-19,” tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- FDA Amerika Serikat Sebut Udang Indonesia Berbahaya, Pakar: Aman Dikonsumsi
- Calon-Calon PM Jepang Pengganti Shigeru Ishiba, dari LDP hingga Partai Oposisi
- Perpanjangan SIM Bisa Dilakukan di Ditlantas Polda DIY, JCM dan Ramai Mall
- Deretan Nama Calon Perdana Menteri Jepang Pengganti Shigeru Ishiba
- Bangunan Majelis di Bogor Ambruk, 3 Orang Meninggal Dunia
Advertisement

Long Weekend, Kunjungan Wisatawan ke Bantul Tembus 28.000 Orang
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Oposisi Prancis Desak Presiden Macron Mundur
- Aktor Preman Pensiun Meninggal Dunia di Garut
- Bangunan Majelis di Bogor Ambruk, 3 Orang Meninggal Dunia
- Mentan: Peran Kampus Penting Dorong Hilirisasi Pertanian
- Fadli Zon Ajak Santri Manfaatkan Teknologi AI untuk Buat Film
- Kemenag Klaim 191.296 Formasi Jabatan Fungsional Guru Disetujui
- 2 Provokator Pembakaran Gedung Grahadi Surabaya Ditangkap
Advertisement
Advertisement