Advertisement
Negara Berkembang Harus Pangkas Kesenjangan Sosial untuk Hindari Krisis akibat Covid-19

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA – Organisasi Perburuhan Dunia (International Labour Organization/ILO) menyebut krisis di semua negara bisa dihindari bila adanya perlindungan sosial yang komprehensif.
Dua laporan yang dikeluarkan oleh ILO memperingatkan bahwa kesenjangan dalam perlindungan sosial yang ada saat ini dapat mengancam rencana pemulihan, membuat jutaan orang jatuh miskin dan memengaruhi kesiapan global untuk mengatasi krisis serupa di masa depan.
Advertisement
Laporan-laporan ini membahas secara terperinci peran kebijakan perlindungan sosial dalam menangani pandemi Covid-19 di negara-negara berkembang, termasuk penyediaan tunjangan sakit selama krisis.
Laporan singkat tentang Respons Perlindungan Sosial terhadap Pandemi Covid-19 di Negara-negara Berkembang menggambarkan perlindungan sosial sebagai mekanisme yang sangat diperlukan untuk memberikan dukungan kepada individu selama krisis.
Laporan yang diterima oleh Bisnis pada Jumat (15/5/2020) ini mengkaji langkah-langkah yang telah diambil beberapa negara, termasuk mengeliminasi hambatan keuangan untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang berkualitas, meningkatkan keamanan pendapatan, menjangkau pekerja di perekonomian informal, melindungi pendapatan dan pekerjaan, serta meningkatkan layanan perlindungan sosial, ketenagakerjaan dan intervensi lainnya.
“Kendati virus tidak membedakan antara yang kaya dan miskin, pengaruhnya sangat tidak merata,” demikian menurut laporan tersebut.
Ditambah lagi kemampuan untuk mengakses layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas telah menjadi “masalah hidup dan mati”.
Laporan singkat ini juga memperingatkan para pembuat kebijakan untuk tidak hanya terfokus kepada Covid-19 karena dapat mengurangi ketersediaan sistem layanan kesehatan untuk merespons kondisi lain yang membunuh orang setiap hari. Dapat diambil contoh saat penanganan epidemi Ebola. Fokus pada virus ini memperburuk kematian akibat malaria, TBC dan HIV/AIDS.
Menurut data yang tertuang dalam laporan tersebut, sebanyak 55 persen populasi dunia – atau sekitar empat miliar orang - tidak ditanggung oleh asuransi sosial atau bantuan sosial. Secara global, hanya 20 persen dari pengangguran yang dilindungi oleh tunjangan pengangguran, dan di beberapa wilayah cakupannya jauh lebih rendah.
Sementara itu, Laporan Respons Perlindungan Sosial lainnya membahas tentang Tunjangan Sakit Selama Cuti Sakit dan Masa Karantina: Respons Negara dan Pertimbangan Kebijakan dalam Konteks Covid-19.
Laporan ini memperingatkan bahwa krisis kesehatan Covid-19 telah mengekspos dua dampak buruk dari kesenjangan cakupan tunjangan sakit. Pertama, kesenjangan perlindungan semacam itu dapat memaksa orang untuk pergi bekerja ketika mereka sakit atau ketika seharusnya melakukan karantina mandiri, sehingga meningkatkan risiko menulari orang lain. Kedua, hilangnya pendapatan yang dapat meningkatkan risiko kemiskinan bagi pekerja dan keluarga mereka, dan mungkin bisa berdampak lama.
Laporan singkat ini mengajak negara-negara untuk mengambil langkah-langkah darurat, jangka pendek guna menutup kesenjangan cakupan dan kelayakan tunjangan sakit, menekankan bahwa perlindungan ini akan membawa manfaat tiga kali lipat: bantuan untuk kesehatan masyarakat, pencegahan kemiskinan dan promosi hak asasi manusia terhadap kesehatan dan jaminan sosial.
Langkah-langkah yang diusulkan termasuk memperluas cakupan tunjangan sakit untuk semua orang, dengan perhatian khusus diberikan kepada perempuan dan laki-laki yang bekerja di pekerjaan non-standar dan informal, wirausaha, pekerja migran dan kelompok rentan.
Rekomendasi lain termasuk meningkatkan tingkat manfaat untuk memastikan negara-negara memberikan keamanan pendapatan, mempercepat penyampaian manfaat, dan memperluas cakupan manfaat sehingga mencakup pencegahan, diagnosis dan tindakan pengobatan, serta waktu yang dihabiskan selama karantina atau merawat anggota keluarga yang sakit.
“Krisis Covid-19 merupakan sebuah gugahan. Krisis ini telah menunjukkan bahwa lemahnya sistem perlindungan sosial tidak hanya berdampak pada kelompok miskin, tetapi juga memperlihatkan kerentanan mereka yang sudah berada di keadaan relatif baik karena besarnya biaya medis dan hilangnya pendapatan dapat dengan mudah menghancurkan usaha keluarga dan tabungan selama puluhan tahun,” ungkap Shahra Razavi, Direktur Departemen Perlindungan Sosial ILO.
Shahra menjelaskan berbagai contoh dari seluruh dunia sekali lagi telah secara jelas menunjukkan bahwa negara-negara dengan sistem perlindungan sosial yang kuat dan komprehensif berada dalam posisi yang jauh lebih kuat untuk merespons dan pulih dari krisis.
“Oleh karena itu, para pembuat kebijakan perlu memanfaatkan momentum yang dihasilkan dari peningkatan kesadaran publik akan pentingnya perlindungan sosial dan urgensi berinvestasi kepada masyarakatnya untuk memastikan kesiapan menghadapi krisis di masa depan,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ulang Tahun ke-90, Dalai Lama Ingin Hidup hingga 130 Tahun
- Kementerian HAM Menjadi Penjamin Pelaku Persekusi Retret, DPR Bertanya Alasannya
- Kementerian Sosial Pastikan Pembangunan 100 Sekolah Rakyat Dimulai September 2025
- KPK akan Pelajari Dokumen Terkait Kunjungan Istri Menteri UMKM ke Eropa
- Donald Trump Ingin Gelar UFC di Gedung Putih
Advertisement

Gara-gara Sakit Hati, Pria di Bantul Terekam CCTV Nekat Mencuri Pakaian Dalam Milik Mantan Kekasihnya
Advertisement

Jalur Hiking Merapi di Argobelah Klaten Kian Beragam dengan Panorama Menarik
Advertisement
Berita Populer
- Sekolah Rakyat Dibangun Mulai September 2025, Dilengkapi Dapur dan Asrama
- 29 Penumpang Belum Ditemukan, Manajemen KMP Tunu Pratama Jaya Minta Maaf
- DPR RI Bentuk Tim Supervisi Penulisan Ulang Sejarah
- Kemensos: Anak Jalanan Jadi Target Utama Ikuti Sekolah Rakyat
- Banjir di DKI Jakarta Rendam 51 RT
- Kementerian PKP Siapkan Rp43,6 Trilun untuk Merenovasi 2 Juta Rumah Tak Layak Huni
- Presiden Prabowo Suarakan Sikap dan Posisi Indonesia di KTT BRICS
Advertisement
Advertisement