Advertisement
KPK Batal Geledah Ruangan Sekjen PDIP, Ferdinand Hutahaean: Nikmatnya Jadi Hasto

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda penggeledahan ruangan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Kantor DPP PDIP dalam kasus suap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean pun langsung memberikan sindiran menohok kepada Hasto yang masih bisa melenggang bebas.
Hal ini diungkapkan oleh Ferdinand melalui akun Twitter miliknya @ferdinandhaean2. Penggeledahan yang seharusnya dilakukan sejak penangkapan Wahyu pada Rabu (8/1/2020) hingga kini belum dilakukan membuat Ferdinand bertanya-tanya dengan kinerja KPK kekinian.
Advertisement
"Nikmatnya menjadi Hasto dan partai penguasa. Penegak hukum pun tak berkutik! @KPK_RI," kata Ferdinand seperti dikutip Suara.com, Senin (13/1/2020).
Hasto diduga terlibat dalam kasus suap Wahyu Setiawan. Dalam kasus tersebut, KPK juga menetapkan politisi PDIP Harun Masiku dan staf Hasto yakni Saiful Bahri sebagai tersangka pemberi suap. Saiful menyebut uang suap ia dapatkan dari Hasto.
"Pak Hasto kira-kira tambah ceria nggak pagi ini setelah tidak ada kepastian soal penggeledahan kantornya di Diponegoro?" ujar Ferdinand.
Ferdinand mengkritisi lambatnya proses pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK. Mengulur waktu dalam penggeledahan dapat dimanfaatkan untuk menyembunyikan barang bukti.
"Pemberantasan korupsi dan penegakan hukum memasuki babak baru di republik ini. Para pelaku korupsi atau suap diberi kesempatan untuk menghilangkan barang bukti. Hancur!" tegasnya.
Pada Rabu (8/1/2020), penyidik KPK mendatangi kantor DPP PDIP untuk melakukan penyegelan di ruangan Hasto. Namun, upaya penyidik masuk ke dalam ruangan dicegah oleh sekuriti kantor.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menegaskan kedatangan penyidik KPK ke kantor DPP PDI Perjuangan bukan untuk melakukan penggeledahan melainkan memasang garis KPK untuk mengamankan ruangan.
"Itu memang karena bukan penggeledahan, tapi itu mau buat KPK line untuk mengamankan ruangan," kata Lili, Kamis (9/1/2020).
Para penyidik telah dilengkapi dengan surat tugas, namun saat hendak memasang garis KPK sekuriti kantor tak mengizinkan mereka masuk sebelum mendapatkan persetujuan dari pimpinan.
"Mereka sudah berkomunikasi dengan sekuriti di kantor, lalu sekuriti menghubungi atasan mereka. Tapi terlalu lama, karena mereka (penyidik) harus berbagi untuk menempatkan KPK di objek lain, kemudian ini (kantor DPP PDIP) ditinggalkan," ungkapnya.
Kekinian, tim penyidik KPK menegaskan baru bisa melakukan penggeledahan dalam kasus suap terkait penetapan anggota DPR RI pengganti antar waktu (PAW) setelah mendapatkan izin dari Dewan Pengawas (Dewas). Namun, hingga kini belum diketahui kapan penggeledahan akan dilakukan sesuai izin Dewas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : suara.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Penerima Bansos Terlibat Judol, Wakil Ketua MPR: Layak Diganti
- Top Ten News Harianjogja.com, Sabtu 12 Juli 2025: Dari Tom Lembong Sampai Harganas
- Pangkas Birokrasi Federal, Donald Trump Pecat 1.300 Pegawai Departemen Luar Negeri
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
Advertisement

Jalan Trisik Penghubung Jembatan Pandansimo di Kulonprogo Rusak Berat Akibat Truk Tambang
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- BGN Minta Anggaran Makan Bergizi Gratis Ditambah Jadi Rp335 Triliun
- Polda Metro Jaya Targetkan Penyelidikan Kasus Kematian Diplomat Staf Kemenlu Rampung dalam Sepekan
- Hasil Penulisan Ulang Sejarah Bakal Diuji Publik 20 Juli 2025
- Tersangka Korupsi Minyak Mentah Riza Chalid Diduga Sudah Berada di Singapura, Kejagung Masukkan ke Daftar Cekal
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Jaksa Sebut Tom Lembong Tak Terima Uang, Tapi Kebijakannya Untungkan 10 Pihak
Advertisement
Advertisement