Advertisement
PPP Tunggu Keputusan Jokowi Terkait Polemik UU KPK

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--Partai Persatuan Pembangunan masih menunggu sikap Presiden Joko Widodo terkait polemik revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang telah disetujui untuk disahkan menjadi UU.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) masih menunggu apakah Presiden jadi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang KPK atau tidak, untuk merespons desakan masyarakat terkait polemik tersebut.
Advertisement
"PPP belum bersikap karena Presiden belum menyampaikan sikapnya, kami serahkan kepada beliau apakah mau menerbitkan Perppu atau tidak," kata Wakil Sekjen DPP PPP Ahmad Baidowi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Minggu (29/9/2019).
Dia mengatakan bahwa Perppu bisa dikeluarkan dalam keadaan yang genting dan memaksa sehingga patut dipertanyakan apakah saat ini kondisinya sudah genting dan memaksa yang menyebabkan Presiden harus menerbitkan Perppu.
Namun, dia menilai, kalaupun Presiden menerbitkan Perppu maka bukan berarti kembali kepada UU KPK yang lama, sebelum revisi.
"Yang perlu diluruskan adalah terbitnya Perppu itu bukan otomatis UU yang lama yang berlaku, bukan. Misalnya, Perppu terbit, yang berlaku adalah Perppu itu sendiri, bukan kembali ke UU lama," ujarnya.
Menurut dia, Perppu itu bisa saja menganulir poin-poin yang ada dalam revisi UU KPK sehingga bukan kembali pada UU KPK yang lama.
Baidowi mengatakan, dalam revisi UU tersebut, mendudukan KPK sebagai cabang kekuasaan eksekutif, itu sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). MK menyebutkan bahwa KPK adalah cabang kekuasaan eksekutif karena punya kewenangan eksekutorial.
"Namun demikian dalam bekerjanya, KPK itu independen, bukan atas perintah Presiden, beda dengan Kejaksaan, karena kalau trias politika itu hanya tiga, yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif," katanya.
"Menempatkan KPK di yudikatif? Bukan, dia bukan hakim. Menempatkan KPK dalam rumpun legislatif? Bukan hasil pemilu. Menempatkan di cabang eksekutif? Memang betul, karena dia punya hak eksekusi," katanya.
Dia juga mencontohkan terkait kewenangan KPK menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang disebut banyak pihak mengancam kerja pemberantasan korupsi. Menurut dia, persepsi tersebut tidak benar karena SP3 bisa dikeluarkan kalau sebuah kasus tidak ada perkembangan dalam waktu dua tahun maka harus dihentikan kasusnya.
"Namun di pasal berikutnya dijelaskan, apabila masih ditemukan bukti baru yang bisa melanjutkan itu menjadi badan penyidikan ya dilanjutkan," katanya
Ada masa jedanya bukan berarti ditutup. "Misalkan Kasus Bank Century, BLBI kan begitu, tetap saja selama 2 tahun tidak terpenuhi ya ditutup, kalau tahun ketiga ternyata ada bukti-bukti baru lanjut," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kasus Pemerasan Artis Sinetron MR, Polisi Menyita Enam Video Syur Sesama Jenis
- Adik Ipar Ganjar Pranowo Dituntut 5,5 Tahun Penjara karena Korupsi Pembangunan Jembatan Sungai Gintung
- Akan Tenggelam, Ribuan Warga Tuvalu Ajukan Visa Iklim untuk Bermigrasi ke Australia
- Buntut Tragedi di Maluku Tenggara, UGM Evaluasi Sistem KKN
- Para Advokat Perekat Nusantara dan TPDI Somasi Gibran, Untuk Segera Mundur Sebagai Wapres
Advertisement

Bamuskal hingga Panewu Akan Dilibatkan Tahapan Pengangkatan dan Pemberhentian Lurah di Bantul
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Jumlah Jemaah Haji Meninggal Dunia Terus Bertambah, Capai 418 Orang
- Dirut Sritex Iwan Lukminto Klaim Uang Tunai Rp2 Miliar Disita Kejagung Adalah Tabungan Keluarga
- Viral Video Pria Pamer Senjata Api dan Mengaku dari Ring 1 Istana, Pelaku Diringkus Polisi
- KPK Cekal Mantan Wadirut BRI ke Luar Negeri Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan EDC
- Kejagung Periksa Pihak Google Terkait Penyidikan Dugaan Korupsi Laptop Chromebook
- Kemenag Siapkan Regulasi Terkait Tata Kelola Rumah Doa
- Api Melahap RS Hermina Jakarta, Polisi Selidiki Penyebab Kebakaran
Advertisement
Advertisement