Advertisement
Tak Ingin Akses Internet Dibatasi? Ini Peran yang Bisa Anda Lakukan

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA -- Jika tak ingin pembatasan akses internet dan media sosial (medsos) kembali dilakukan saat sidang gugatan sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) berlangsung, Pemerintah meminta masyarakat turut menangkal penyebaran berita bohong (false news) dan hoaks.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto menyebutkan pembatasan medsos dan akses internet hanya akan dilakukan jika lalu lintas informasi di dunia maya dianggap terlalu membahayakan keamanan nasional.
Advertisement
“Maka kalau tidak ingin [akses internet] lemot, kalau tidak ingin diganggu lagi medsos itu, ya kita mengharapkan masyarakat berpartisipasi. Jangan membiarkan hoaks-hoaks yang negatif, merusak, bohong, mengadudomba, dibiarkan berkeliaran di Indonesia,” tuturnya di kantornya, Jakarta, Kamis (13/6/2019).
Wiranto berjanji pembatasan akses internet dan medsos tak akan dilakukan jika keadaan dianggap aman selama sidang sengketa Pilpres 2019 berlangsung.
BACA JUGA
Rencana pembatasan akses internet dan medsos diungkap Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Pembatasan akan dilakukan jika sebaran hoaks atau berita bohong masif sekitar 600-700 konten per menit.
Pada aksi 21 dan 22 Mei 2019 terjadi di DKI Jakarta, pemerintah juga membatasi akses internet dan medsos. Saat itu, pengguna internet di Indonesia kesulitan mengirim pesan singkat dan gambar menggunakan aplikasi seperti WhatsApp, Instagram, dan Facebook.
“Itu keadaan yang betul-betul membutuhkan [pembatasan akses internet] dan kita sudah minta maaf kepada penguna medsos yang dirugikan. Tapi kita juga memberi pemahaman bahwa kepentingan negara dan bangsa lebih besar dari kepentingan perorangan dan kelompok. Itu [pembatasan] hanya kita gunakan kalau keadaan betul-betul membutuhkan,“ lanjutnya.
Rencana pemerintah untuk membatasi akses internet dan medsos mendapat kecaman, salah satunya dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Lembaga tersebut menganggap pembatasan layanan medsos tidak diperlukan dan bertentangan dengan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).
"Pembatasan layanan medsos ini bertentangan dengan hak berkomunikasi dan memperoleh informasi serta kebebasan berekspresi. Pembatasan yang dilakukan terhadap medsos telah menghambat masyarakat untuk memperoleh informasi publik," kata Direktur Eksekutif ICJR Anggara dalam pesan tertulis yang diterima Bisnis.
Dia mengungkapkan hak masyarakat untuk memperoleh informasi telah dilindungi Pasal 28F UUD 1945. Anggara juga menyebutkan meski kebebasan berekspresi adalah hak asasi yang dapat dibatasi, tapi pembatasan itu harus diuji validitasnya melalui uji tiga rangkai (three part test).
Pembatasan kebebasan berekspresi itu disebutkan dalam Pasal 19 ayat (3) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant On Civil And Political Rights/ICCPR) yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 12 Tahun 2005.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Polisi Bongkar Jaringan Narkoba Internasional, Sita 17,6 Kg Sabu-Sabu
- Alexander Ramlie, Miliarder Termuda Indonesia dengan Kekayaan Rp39 T
- Kasus Trans 7, Polda Metro Jaya Dalami Dugaan Pelanggaran ITE
- BPBD Sarmi Pantau Dampak Gempa Magnitudo 6,6 di Papua
- 13,1 juta Penumpang Bersubsidi Sudah Dilayani Oleh PT KAI
Advertisement

Jokowi Hadiri Rapat Senat Terbuka Fakultas Kehutanan UGM
Advertisement

Thai AirAsia Sambung Kembali Penerbangan Internasional di GBIA
Advertisement
Berita Populer
- Trump Klaim India Tak Lagi Beli Minyak dari Rusia
- KPK Dalami Aliran Uang Kasus Korupsi EDC BRI Rp2,1 Triliun
- Ammar Zoni Dipindah ke Nusakambangan
- OJK Yakin Kinerja Multifinance Mobil Listrik Tetap Tumbuh
- Argentina U20 Lolos ke Final Piala Dunia, Ini kata Lionel Messi
- PLN UID Jateng dan DIY Jadi Tuan Rumah PLN Marketing Award 2025
- Pendapatan Pajak Air Permukaan (PAP) di Jateng Terus Melonjak
Advertisement
Advertisement