Advertisement
Sofyan Basir sebut Penetapan Dirinya Jadi Tersangka Tak Sah. Ini Kata KPK ...
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA --Terkait sah tidaknya penetapan tersangka yang sebelumnya dipermasalahkan oleh mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai angkat baicara.
Sofyan Basir yang menjadi tersangka kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 merasa bahwa penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Oleh karena itu, melalui kuasa hukumnya Soesilo Aribowo, dia melayangkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Rabu (8/5/2019).
Advertisement
Dalam gugatan praperadilan itu, pihak Sofyan Basir selaku pemohon menyampaikan sejumlah petitum permohonan termasuk tidak sahnya penyidikan dan penetapan tersangka oleh KPK. Namun, gugatan itu kemudian dicabut pada Jumat (24/5/2019).
"Beberapa poin yang diajukan saat ini sebenarnya relatif tidak ada yang baru dan berulang kali argumentasinya sudah ditolak dalam berbagai perkara yang lain," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (31/5/2019).
Dia mengungkapkan menurut pihak Sofyan, penetapan tersangka tidak bisa mendahului kegiatan penyidikan.
Febri berujar alasan macam ini sudah berulang kali digunakan oleh banyak pemohon praperadilan. KPK juga sudah sering menjawab tentang sifat kekhususan UU KPK sebagaimana diatur di Pasal 44 UU KPK.
"Jadi, proses pencarian bukti sudah dilakukan KPK sejak penyelidikan," terangnya..
Menurut Febri, definisi tersangka menurut KUHAP adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Selain itu, penetapan nama tersangka baru juga dimungkinkan dilakukan dalam proses pengembangan penyidikan, penuntutan, hingga persidangan
KPK juga menjawab soal permasalahan penggunaan bukti-bukti lama dalam perkara Sofyan Basir dan bahwa dia tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka.
Dalam hal tersebut, Febri menjelaskan bahwa perkara PLTU Riau-1 yang diawali dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni M. Saragih dan pengusaha Johannes B. Kotjo, yang kemudian berkembang menjadi penyidikan terhadap eks Sekjen Golkar Idrus Marham hingga tersangka Sofyan Basir, adalah sebuah kesatuan perkara.
"Maka, tentu bukti-bukti yang didapatkan dalam perkara ini memiliki keterkaitan satu dan lainnya sehingga tidak dapat dibeda-bedakan seperti dikehendaki SFB [Sofyan Basir]," paparnya.
Bahkan, lanjut Febri, merupakan praktik yang wajar dalam sejumlah perkara ketika di putusan hakim pengadilan disebutkan secara tegas bahwa sejumlah barang bukti dalam sebuah perkara digunakan untuk perkara lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Dugaan Pelanggaran Wewenang, Wakil Ketua KPK Laporkan Anggota Dewas
- 66 Pegawai KPK Pelaku Pungutan Liar di Rumah Tahanan Dipecat
- Wapres Maruf Amin Sebut Tak Perlu Ada Tim Transisi ke Pemerintahan Prabowo-Gibran
- WhatsApp Bocor, Israel Dikabarkan Gunakan Data untuk Serang Rumah Warga Palestina
Advertisement
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Menhub Kunker ke Jepang: Indonesia Tingkatkan Kerja Sama Bidang Transportasi
- Pejabat Kementerian ESDM Diperiksa Terkait Korupsi Timah Triliunan Rupiah
- Wakil Presiden Dijadwalkan Membuka Rakernas Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting
- Jamaika Resmi Mengakui Kedaulatan Palestina
- Anies-Muhaimin Hadir di Penetapan KPU, Pakar UGM: Ada Peluang Ikut Koalisi Prabowo
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Wanita 60 Tahun Lolos ke Kontes Miss Argentina karena Tampak Awet Muda
Advertisement
Advertisement