Advertisement

Ini yang Berbeda di Perayaan Malam Selikuran Keraton Solo...

Mariyana Ricky Prihatina Dewi
Kamis, 23 Mei 2019 - 05:27 WIB
Sunartono
Ini yang Berbeda di Perayaan Malam Selikuran Keraton Solo... Abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat membawa nasi tumpeng saat kirab Malem Selikuran di Jl. Slamet Riyadi, Solo, Selasa (5/6 - 2018). (Solopos / Nicolous Irawan)

Advertisement

Harianjogja.com, SOLO -- Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat kembali akan menggelar perayaan malam selikuran atau malam 21 Ramadan pada Sabtu (25/5/2019) malam.

Seperti tahun sebelumnya, kirab akan mengarak 1.000 tumpeng sebagai simbol malam lailatul qadar atau malam seribu bulan. Namun, ada yang berbeda pada tradisi malam selikuran tahun ini dibanding tradisi era Paku Buwono (PB) X.

Advertisement

Pengageng Parentah Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, K.G.P.H. Dipokusumo, mengatakan kirab kali ini hanya dipusatkan di lingkungan Keraton hingga Masjid Agung, tak sampai ke Taman Sriwedari.

“Kirab dimulai dari Sasana Sewaka menuju Masjid Agung setelah Salat Tarawih atau sekitar pukul 20.00 WIB,” kata dia kepada wartawan seusai rapat bersama di Sasana Putra, Keraton Solo, Selasa (21/5/2019) sore.

Dipo, sapaan akrabnya, mengatakan meski kirab tak berakhir di Taman Sriwedari, hal itu tak mengurangi esensi tradisi. Adik PB XIII itu mengisahkan tradisi malam selikuran sejak Keraton Solo berdiri dipusatkan di Masjid Agung.

Baru ketika Paku Buwono (PB) X memegang tampuk kekuasaan, kirab diperpanjang hingga Taman Sriwedari sekaligus untuk membuka pasar malam. “Tahun ini tidak sampai Sriwedari karena sedang dibenahi. Tapi tidak mengurangi tradisi dan semangatnya,” ucap Dipo.

Seribu tumpeng malam selikuran akan diarak bersama ratusan lampu ting atau pelita dengan diiringi bregada atau prajurit keraton.

Kasi Pelestarian Cagar Budaya dan Museum Dinas Kebudayaan (Disbud) Kota Solo, Bambang M.B.S., yang juga hadir di rapat itu, mengatakan mendukung tradisi tahunan tersebut sebagai wujud pelestarian budaya.

“Harapannya dapat menjadi produk budaya yang terus dijaga dan dilestarikan serta dapat menjadi giat budaya rutin. Selain juga melestarikan makna dan filosofinya dari segi agama,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Solopos.com

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Libur Lebaran 2024, Dispar Bantul Tambah Petugas TPR

Bantul
| Jum'at, 29 Maret 2024, 09:17 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement