Advertisement
Jafar Hafsah Dipanggil KPK Terkait Korupsi E-KTP
Mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Mohammad Jafar Hafsah (tengah) - JIBI
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA -Mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Mohammad Jafar Hafsah dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP).
"Dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin (25/6/2018).
Advertisement
Sebelumnya Jafar pernah menjadi saksi dalam persidangan perkara korupsi e-KTP dengan terdakwa mantan Ketua DPR Setya Novanto pada Februari 2018.
Dalam kesaksiannya, Jafar mengaku menggunakan pinjaman bank untuk mengembalikan uang pemberian dari mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang ternyata berasal dari uang e-KTP.
BACA JUGA
"Titipan Rp970 juta, tapi saat dikembalikan ke KPK saya bulatkan saja Rp1 miliar, titipan istilahnya. Lalu untuk mengembalikan ada dari tabungan saya," kata Jafar dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (12/2).
Selain itu Jafar juga meminjam Rp200 juta dari anak tertuanya dan pinjaman dari anak ketiga Rp100 juta serta pinjaman dari bank sebanyak Rp200 juta. Jafar mengaku mendapatkan uang Rp970 juta itu dari Nazaruddin yang saat itu menjabat sebagai Bendahara Fraksi Partai Demokrat di DPR pada 2010.
"Saya menerima uang dari bendahara fraksi saya, saya terima hampir Rp1 miliar, dipakai untuk operasional fraksi, tapi pak Nazaruddin tidak menjelaskan uangnya dari mana," ujar Jafar.
Jafar menggunakan uang itu untuk kunjungan ke daerah, konsolidasi serta kunjungan ke wilayah yang terkena bencana alam. "Sebagian saya pinjam untuk membeli mobil Land Cruiser seharga Rp1,2 miliar, nilainya kurang lebih Rp300-an juta, tapi itu saya pinjam, karena saya kan tukar tambah mobil," ujar Jafar lagi.
Selain Jafar, KPK juga dijadwalkan memeriksa politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tamsil Linrung sebagai saksi untuk tersangka Irvanto dan Made Oka.
Sementara itu, Irvanto juga dijadwalkan diperiksa KPK sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Irvanto yang merupakan keponakan Novanto telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Made Oka Masagung, pengusaha sekaligus rekan Novanto pada 28 Februari 2018 lalu.
Irvanto diduga sejak awal mengikuti proses pengadaan e-KTP dengan perusahaannya yaitu PT Murakabi Sejahtera dan ikut beberapa kali pertemuan di ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek e-KTP.
Ia juga diduga telah mengetahui ada permintaan "fee" sebesar lima persen untuk mempermudah proses pengurusan anggaran e-KTP. Irvanto diduga menerima total 3,4 juta dolar AS para periode 19 Januari-19 Februari 2012 yang diperuntukkan bagi Novanto secara berlapis dan melewati sejumlah negara.
Sedangkan Made Oka adalah pemilih PT Delta Energy, perusahaan SVP dalam bidang "investment company" di Singapura yang diduga menjadi perusahaan penampung dana.
Made Oka melalui kedua perusahaannya diduga menerima total 3,8 juta dolar AS sebagai peruntukan kepada Novanto yang terdiri atas 1,8 juta dolar AS melalui perusahaan OEM Investment Pte.Ltd dari Biomorf Mauritius dan melalui rekening PT Delta Energy sebesar 2 juta dolar AS.
Made Oka diduga menjadi perantara uang suap untuk anggota DPR sebesar lima persen dari proyek e-KTP. Keduanya disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Guru di Kokap Kulonprogo Kehilangan Aerox saat Mengajar, Terekam CCTV
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Jadi Pondasi Ekonomi, Pemprov Jateng Beri Perhatian Penuh ke UMKM
- Longsor Banjarnegara: Dua Jenazah Lagi Ditemukan Tim SAR
- BPJS Kukuhkan Duta Muda 2025, Ini Para Pemenangnya
- 88 Lubang Tambang Ilegal di TNGHS Ditertibkan Kemenhut
- Vonis Mafia Tanah Bantul, Achmadi Dihukum 2,5 Tahun
- Fikih Keluarga Virtual Penting Dipahami Masyarakat di Era Digital
- Tujuh PLTSa Mulai Dibangun 2026, Target 33 Unit pada 2029
Advertisement
Advertisement




