Advertisement

Warga yang Berisiko Tinggi Terkena TBC Tolak Terapi Pencegahan, Ini Alasannya

Newswire
Sabtu, 09 Maret 2024 - 19:27 WIB
Mediani Dyah Natalia
Warga yang Berisiko Tinggi Terkena TBC Tolak Terapi Pencegahan, Ini Alasannya Skrining TBC / Ilustrasi Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Cakupan pemberian terapi pencegahan TBC (TPT) masih rendah. Sebab masyarakat yang berisiko terpapar TBC menolak untuk menerima lantaran tak merasa sakit

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi mengatakan edukasi dan kepedulian terkait tuberkulosis (TBC) perlu ditingkatkan karena masih ada stigma yang melekat pada masyarakat tentang penyakit itu. "Stigma tentang penyakit TBC masih ada di sebagian masyarakat, termasuk pada individu pasien TBC dan tenaga kesehatan," ujar Imran dalam keterangan yang diberikan di Jakarta, Sabtu (9/3/2024).

Advertisement

Dia menjelaskan dari sejumlah tantangan dalam penanganan TBC, salah satunya adalah cakupan pemberian Terapi Pencegahan TBC (TPT) yang rendah, sebab ada masyarakat menolak menerimanya karena merasa tidak sakit dan tidak perlu minum obat. Hal itu, katanya, disebabkan informasi tentang TPT yang belum sampai ke masyarakat secara luas.

TPT merupakan pemberian obat untuk mencegah TBC pada orang yang berisiko tinggi terkena TBC, seperti kontak erat penderita TBC dan orang dengan HIV/AIDS.

Padahal, kata dia, pemberian TPT bagi orang yang tinggal bersama dengan pasien TBC, orang dengan HIV (ODHIV) dan populasi berisiko lainnya, adalah salah satu cara mencegah agar penyakit itu tidak menjangkit.

Baca juga

Penderita TBC di DIY Terus Bertambah sejak 5 Tahun Terakhir, Ini Datanya

Kasus TBC di Jogja 2023 Diprediksi Melebihi Tahun Lalu

385 Pasien Tuberkulosis di Indonesia Meninggal Setiap Hari

Dia menjelaskan TBC adalah penyakit kronis yang dapat menular dengan mudah melalui udara yang terkontaminasi dengan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Menurutnya, TBC dapat menyerang segala kalangan dan semua kelompok usia.

Dia mengutip data Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) yang menunjukkan notifikasi kasus TBC tahun 2021 sebesar 443.235 kasus, tahun 2022 sebesar 724.309 kasus dan tahun 2023 berdasarkan data per tanggal 1 Februari 2024 sebesar 821.314 kasus.

"Hal tersebut merupakan kabar baik untuk Indonesia karena dengan semakin banyak kasus yang ditemukan maka semakin banyak kasus yang dapat diobati, sehingga rantai penularan TBC dapat lebih cepat dihentikan," katanya.

Menurutnya, pengobatan TBC akan berhasil apabila ada komunikasi dan edukasi yang tepat mengenai tuberkulosis, yang mudah diterima masyarakat awam sehingga stigma tersebut hilang. Dia menilai, upaya seperti itu perlu melibatkan para mitra serta komunitas.

Imran mengatakan sebagai upaya pencegahan, Pemerintah telah menyebarkan informasi dan edukasi tentang gejala dan pencegahan TBC berupa poster, leaflet, iklan layanan masyarakat, posting di media sosial, dan lainnya.

Setelah itu, pasien TBC perlu diberikan pendampingan psikososial dari komunitas serta organisasi penyintas TBC.

Imran mengatakan tenaga kesehatan juga perlu diberikan edukasi mengenai pemberian terapi tersebut. Selain itu, katanya, peningkatan kapasitas perlu digiatkan bagi kader yang mendampingi pasien TBC.

Dalam kesempatan itu, dia menjelaskan upaya-upaya penanganan TBC oleh pemerintah, seperti pencegahan yang meliputi imunisasi bagi bayi baru lahir, promosi perilaku hidup bersih dan sehat, pengembangan vaksin TBC.

Kemudian upaya-upaya lainnya termasuk surveilans di tempat-tempat berisiko tinggi penularan TBC seperti rumah tahanan, pesantren, penampungan, peningkatan kapasitas fasilitas kesehatan baik dari segi peralatan maupun sumber daya manusia, serta penguatan kerja sama dengan pemerintah daerah guna memantau progres capaian pengendalian TBC di masing-masing daerah.

Imran menilai penyakit tersebut tidak hanya berdampak pada aspek kesehatan, tetapi juga aspek psiko-sosial-ekonomi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Harga Tiket Masuk Museum Jogja Kembali dan Jam Buka

Jogja
| Sabtu, 27 April 2024, 12:47 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement