Advertisement

Jaringan Masyarakat Sipil Desak Percepatan Pengesahan Aturan Turunan UU TPKS

Lajeng Padmaratri
Senin, 27 November 2023 - 20:27 WIB
Maya Herawati
Jaringan Masyarakat Sipil Desak Percepatan Pengesahan Aturan Turunan UU TPKS Ilustrasi. - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Dalam rangka memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Internasional, Jaringan Masyarakat Sipil (JMS) mengajak seluruh pihak untuk mengawal Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Pasalnya, hingga saat ini masih banyak hambatan implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dalam penanganan kasus.

“Sudah hampir dua tahun UU TPKS disahkan, namun hingga saat ini belum ada aturan turunan dalam bentuk Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden. Hal ini menyebabkan implementasi UU TPKS dalam pencegahan, penanganan, dan pemulihan hak-hak korban TPKS di daerah mengalami tantangan dan hambatan,” ujar perwakilan JMS, Rena Herdiyani dalam konferensi pers daring, Senin (27/11/2023).

Advertisement

Dalam konferensi pers ini, sejumlah aktivis dan perwakilan kelompok perempuan di berbagai daerah di Indonesia menyampaikan potret situasi kekerasan terhadap perempuan, anak, dan disabilitas di wilayah masing-masing.

Di berbagai daerah di Indonesia masih mengalami hambatan dan kendala implementasi di kepolisian, termasuk soal aparat penegak hukum yang belum memahami substansi UU TPKS. Misalnya, di Sulawesi Utara dan NTT. Selain aparat penegak hukum belum memahami substansi UU TPKS, mereka lebih berfokus pada penjeratan hukuman pelaku, seperti kasus anak yang hanya menggunakan UU Perlindungan Anak dengan alasan hukuman lebih tinggi daripada UU TPKS.

Sementara itu di Kalimantan dan Papua, masih sering digunakan pendekatan mekanisme adat dan agama dalam penyelesaian kasus-kasus TPKS yang merugikan korban. Sedangkan belum ada kesiapan dari Pemda maupun aparat penegak hukum setempat untuk terus memproses hukum kasus TPKS sekalipun mekanisme adat dilaksanakan.

BACA JUGA: Resmi! Biaya Haji 2024 Ditetapkan Rp93,4 Juta, Jemaah Wajib Bayar Rp56 Juta

Di Jogja, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tergolong tinggi. Lembaga Rifka Annisa Women Crisis Center mencatat ada 611 orang mengakses layanan Rifka Annisa sepanjang 2023. Ada pun yang melanjutkan proses konseling di Rifka Annisa ada 112 orang.

Perwakilan Jaringan Perempuan Yogyakarta sekaligus konselor Rifka Annisa, Nurul Kurniati menerangkan bahwa hingga saat ini belum banyak aparat penegak hukum yang menerapkan UU TPKS pada kasus kekerasan seksual dengan alasannya belum berani menggunakannya karena belum ada turunan, petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana yang jelas, sehingga persepsinya masih beragam.

“Bahwa keberhasilan dalam penanganan kasus masih sangat didominasi oleh faktor individu-individu yang memiliki perspektif korban maupun disabilitas. Bukan disebabkan oleh mekanisme yang dibangun secara sistemik dengan tujuan penanganan kasus berperspektif korban,” kata Nurul.

Dalam hal ini, pihaknya mendorong percepatan pengesahan aturan turunan UU TPKS sebagai aturan pelaksana yang dapat diimplementasikan sampai tingkat daerah dan desa serta dusun dalam prinsip non diskriminasi, kesetaraan gender, inklusi dan berperspektif pada pemulihan pemenuhan hak-hak korban TPKS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Joko Pinurbo Berpulang, Okky Madasari : Karyanya Akan Selalu Relevan

Bantul
| Sabtu, 27 April 2024, 15:37 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement