Advertisement

MKMK: Saldi Isra Tak Melanggar Etik soal Dissenting Opinion

Newswire
Selasa, 07 November 2023 - 19:57 WIB
Arief Junianto
MKMK: Saldi Isra Tak Melanggar Etik soal Dissenting Opinion Sidang pengucapan putusan MKMK, Selasa (7/11/2023). - Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan bahwa hakim konstitusi Saldi Isra tidak terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim soal pendapat berbeda (dissenting opinion) dirinya dalam putusan MK No.90/PUU-XXI/2023.

“Menyatakan hakim terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sepanjang terkait pendapat berbeda [dissenting opinion],” kata Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa (7/11/2023).

Advertisement

Meski begitu, Saldi Isra tetap dinyatakan terbukti secara bersama-sama dengan para hakim konstitusi lainnya menyangkut kebocoran informasi rahasia Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dan pembiaran praktik benturan kepentingan para hakim konstitusi dalam penanganan perkara.

“Hakim terlapor secara bersama-sama dengan para hakim lainnya terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan,” ucap Jimly.

Oleh sebab itu, Majelis Kehormatan menjatuhkan sanksi teguran lisan kepada Saldi Isra. “Menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif terhadap hakim terlapor dan hakim konstitusi lainnya,” imbuh Jimly.

Lebih lanjut, anggota MKMK Wahiduddin Adams menjelaskan bahwa Saldi Isra tidak dapat dikatakan melanggar kode etik terkait muatan pendapat berbedanya karena pendapat berbeda hakim konstitusi merupakan wujud independensi personal dan bagian dari kemerdekaan kekuasaan kehakiman. 

“Dengan demikian, dalil para pelapor terkait dengan isu ini tidak beralasan menurut hukum dan harus dikesampingkan,” kata Wahiduddin menyampaikan pertimbangan Majelis Kehormatan.

Adapun, para pelapor yang dimaksud adalah Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN), Advokat Lingkar Nusantara (Lisan), Lembaga Bantuan Hukum Cipta Karya Keadilan, dan Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia.

Laporan tersebut bermunculan pasca-putusan MK yang mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A. dari Surakarta, Jawa Tengah.

Atas putusan tersebut, Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu selengkapnya berbunyi “Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.

BACA JUGA: Jimly Disebut Keceplosan Sebut MKMK Tak Bisa Anulir Putusan MK

Akan tetapi, Saldi Isra menyatakan memiliki pendapat berbeda dengan putusan tersebut. Salah satu pokok pendapat berbeda Saldi Isra adalah ia mengaku aneh luar biasa dengan putusan tersebut karena menilai hakim konstitusi lainnya berubah pendirian dengan cepat ketika memutus perkara dimaksud.

“Sejak saya menapakan kaki sebagai Hakim Konstitusi di gedung mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar: mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat,” kata Saldi membacakan pendapat berbeda di Gedung MK RI, Jakarta, Senin (16/10/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal Perpanjangan SIM Keliling di Sleman, Jumat 9 Mei 2025

Sleman
| Jum'at, 09 Mei 2025, 09:47 WIB

Advertisement

alt

Jembatan Kaca Seruni Point Perkuat Daya Tarik Wisata di Kawasan Bromo

Wisata
| Minggu, 04 Mei 2025, 18:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement