Advertisement
Bursa Karbon Resmi Meluncur, Bagaimana Nasib Emiten Energi Fosil?
Presiden Joko Widodo (tengah) meresmikan peluncuran Bursa Karbon Indonesia, Selasa (26/9/2023) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (kedua kanan), Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar (kedua kiri), Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (Kanan), serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar. - dok.Setpres
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai penyelenggara Bursa Karbon resmi meluncurkan Bursa Karbon pada Selasa (26/9/2023). Analis melihat Bursa Karbon ini memiliki berbagai potensi untuk sukses ke depannya.
Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan dalam risetnya menjelaskan sektor energi baru terbarukan (EBT) dan kehutanan akan relatif diuntungkan dengan adanya Bursa Karbon ini, tetapi tidak dengan sektor energi fosil.
Advertisement
Felix melihat terdapat beberapa sektor ekonomi yang pelu membeli unit karbon di Indonesia seperti kehutanan dan lahan, pertanian, energi dan transportasi, limbah, serta proses industri dan penggunaan produk.
BACA JUGA: OPINI: Peluang dan Tantangan Bursa Karbon
Sementara itu, penjual unit karbon adalah perusahaan konservasi hutan dan pembangkit energi terbarukan.
Dalam perdagangan perdana IDXCarbon, penjual unit karbon pertama dilakukan oleh Pertamina New and Renewable Energy (PNRE) yang menyediakan unit karbon dari PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO).
Di sisi lain, pembeli dari unit karbon mayoritas dari sektor keuangan, energi, dan batu bara.
"Kami menilai IDXCarbon menjadi momentum positif untuk perusahaan di bidang EBT dan konservasi hutan untuk monetisasi unit karbon hasil dari kegiatan usaha mereka yang lebih ramah lingkungan," kata Felix dalam risetnya, dikutip Rabu (27/9/2023).
Sebaliknya, lanjut dia, hal tersebut dapat menjadi sentimen negatif untuk sektor penghasil emisi seperti energi fosil, transportasi hingga forestry and other land uses (FOLU) karena akan mendorong munculnya beban pembelian karbon.
BACA JUGA: Aturan Bursa Karbon Segera Dirilis, Ini Bocorannya
Felix juga melihat kehadiran Bursa Karbon berpotensi meningkatkan harga karbon per ton Co2. Menurutnya, saat ini harga karbon relatif bervariasi dengan perdagangan perdana bursa karbin di Indonesia di kisaran Rp75.000 per ton.
Angka tersebut relatif lebih tinggi jika dibandingkan rata-rata harga dengan skema sukarela di Rp30.000 per ton Co2. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan harga karbon global di kisaran Rp508.300 per ton dan harga tertinggi ditempati bursa karbon Eropa yang mencapai Rp1,3 juta per ton Co2.
Panin Sekuritas menilai positif adanya Bursa Karbon di Indonesia dan melihat pasar karbon dapat berlangsung sukses seiring dengan infrastruktur bursa karbon yang mendorong kemudahan transaksi jual-beli karbon, luas hutan tropis terbesar kedua di dunia sehingga menarik minat pembeli global, dan ambisi pemerintah mencapai Net Zero Emission di tahun 2060.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Program Makan Bergizi di Sleman Belum Sasar Lansia dan Difabel
Advertisement
5 Air Terjun Terindah dari Jawa hingga Sumatra, Pesonanya Bikin Takjub
Advertisement
Berita Populer
- Tomat Kaya Kalium Bantu Atasi Tekanan Darah
- Kasus Penipuan Digital di DIY Melonjak, OJK: Kerugian Rp129 Miliar
- Sleman Gelar Geosembada Award untuk Perangkat Daerah Terbaik
- Piala Dunia U-17, Brasil Matangkan Taktik Jelang Hadapi Indonesia
- Dr. Raden Stevanus : Judol Ancaman Sosial Digital yang Nyata di DIY
- Cadangan Devisa RI Naik Jadi 149,9 Miliar Dolar AS
- Fakta Unik Kota Mawsynram, Tempat Terbasah di Planet Bumi
Advertisement
Advertisement



