Kronologi Kasus Tambang Nikel Ilegal Sebabkan Tiga Jaksa Dicopot
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Perkara tambang nikel ilegal yang menyeret pemilik PT Kara Nusantara Investama, Windu Aji terus didalami oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Windu telah ditetapkan sebagai tersangka.
Penyidik gedung bundar Kejagung juga telah menahan Windu untuk mengungkap seluk beluk perkara tersebut.
Advertisement
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, penahanan terhadap Windu bersangkutan dengan konsorsium perjanjian dengan Aneka Tambang (Antam) periode 2021-2023.
"Hari ini ada dilakukan proses penahanan terhadap tersangka WAS. WAS ini adalah pemilik PT Kara Nusantara Investama, yang bersangkutan ditahan dalam perkara konsorsium perjanjian dengan PT Antam tahun 2021-2023," kata Ketut di Gedung Bundar, Kejagung, belum lama ini.
Kejagung juga telah menahan Direktur Utama PT Lawu Agung Mining (LAM), Ofan Sofwan (OS), yang ditetapkan sebagai tersangka sebelumnya. Secara total, Ketut membeberkan bahwa negara mengalami kerugian dalam perkara ini sebesar Rp5,7 triliun.
"Dengan kerugian negara seluruhnya adalah Rp5,7 triliun, yang sebelumnya perkara ini sudah ditetapkan tersangka sebanyak 4 orang yaitu, HW, YAS, AA dan OS. Dan hari bertambah menjadi 5 yaitu WAS," tambahnya.
Di sisi lain, Ketut juga mengamini bahwa penahanan ini memiliki keterkaitan dengan nama yang beredar dalam perkara kasus pembangunan menara pemancar atau BTS 4G Kominfo.
"Banyak media yang menanyakan kepada saya, apakah yang ditahan pada hari ini ada terkait dengan nama yang beredar di perkara BTS, jawbannya iya," imbuh Ketut.
Hanya saja, Ketut menyampaikan bahwa penahanan tersangka hanya berfokus pada kasus tambang ilegal yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara.
Tiga Jaksa Dicopot
Jaksa Agung ST Burhanudin mencopot 3 orang jaksa terkait dengan kasus dugaan suap yang terjadi di wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, salah satunya merupakan Raimel Jesaja yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Ekonomi dan Keuangan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel).
"Bahwa dalam waktu satu bulan yang lalu saya sudah pernah merilis terkait dengan pelanggaran disiplin berat dari tiga oknum jaksa. Tiga orang dilakukan pencopotan terhadap jabatan dan jaksanya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Ketut Sumedana di Gedung Bundar, Jakarta, Senin (24/7/2023).
Ketut menerangkan bahwa pencopotan Raimel bukan terkait dengan jabatannya di Jamintel, melainkan kasus yang menjeratnya saat menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara.
"Jadi saya kira rekan-rekan sudah paham, [pencopotan] bukan terkait dengan pada saat yang bersangkutan menjabat di Jamintel," lanjutnya.
Selain dari tiga orang yang mendapatkan disiplin berat, Ketut turut mengungkap satu orang tenaga tata usaha di lingkungan Kejagung yang turut diberikan hukuman sedang berupa penundaan pangkat.
Namun demikian, Ketut enggan memerinci identitas dua orang jaksa lainnya yang diberikan disiplin sekaligus hukuman berat selain Raimel. Dia juga tidak memerinci perkara yang menyebabkan pencopotan tiga anggota Korps Adhyaksa itu.
Kronologi Kasus
Kasus ini berawal dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara yang menetapkan pemilik perusahaan tambang PT Lawu Agung Mining, Windu Aji Santoso, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pertambambangan ore nikel di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. atau Antam, Blok Mandiodo, Konawe.
Windu Aji, atau WAS, lalu ditahan pihak Kejaksaan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan bahwa kasus tersebut bermula dari adanya kerja sama operasional (KSO) antara PT Antam dengan PT Lawu Agung Mining, serta perusahaan daerah Sulawesi Tenggara atau perusahaan daerah Konawe Utara.
"Tersangka WAS selaku pemilik PT Lawu Agung Mining adalah pihak yang mendapat keuntungan dari tindak pidana korupsi pertambangan nikel," terang Ketut, dikutip dari keterangan resmi, Rabu (19/7/2023).
Modus operandi WAS dalam dugaan korupsi pertembangan nikel itu yakni dengan cara menjual hasil tambang nikel di wilayah IUP PT Antam menggunakan dokumen Rencana Kerja Anggaran Biaya dari PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo.
Penjualan hasil tambang itu dilakukan dengan seolah-olah nikel tersebut bukan berasal dari PT Antam, lalu dijual ke beberapa smelter di Morosi dan Morowali.
"Kejahatan ini berlangsung secara berlanjut karena adanya pembiaran dari pihak PT Antam," terang Ketut.
Adapun berdasarkan perjanjian KSO, semua ore nikel hasil penambangan di wilayah IUP PT Antam harus diserahkan ke PT Antam.
Sementara itu, PT Lawu Agung Mining milik WAS hanya mendapatkan upah selaku kontraktor pertambangan.
Akan tetapi, pada kenyataannya, perusahaan milik WAS mempekerjakan 39 perusahaan pertambangan sebagai kontraktor untuk melakukan penambangan ore nikel.
Kemudian, perusahaan WAS menjual hasil tambang menggunakan rencana kerja anggaran biaya asli tapi palsu.
Sebelumnya, tim penyidik Kejati Sulawesi Tenggara telah menetapkan empat orang tersangka yaitu HW selaku General Manager PT Antam Unit Bisnis Pertambangan Nikel Konawe Utara, AA selaku Direktur Utama PT Kabaena Kromit Pratama, GL selaku Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining, dan OS selaku Direktur Utama PT Lawu Agung Mining.
Selanjutnya, tim penyidik Kejati Sulteng menitipkan WAS untuk ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Kemudian dalam waktu dekat, penahanan akan dipindahkan ke Kendari, Sulawesi Tenggara untuk dilakukan penyidikan.
Rugi 5,7 Triliun
Dengan demikian, Kejaksaan telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait dengan pertambangan ore nikel itu.
Kerugian negara dari kasus tersebut diperkirakan mencapai Rp5,7 triliun.
"Dengan kerugian negara seluruhnya adalah Rp5,7 triliun, yang sebelumnya perkara ini sudah ditetapkan tersangka sebanyak 4 orang yaitu, HW, YAS, AA dan OS. Dan hari bertambah menjadi 5 yaitu WAS," tambah Ketut.
Di sisi lain, Ketut juga mengamini bahwa penahanan ini memiliki keterkaitan dengan nama yang beredar dalam perkara kasus pembangunan menara pemancar atau BTS 4G Kominfo.
"Banyak media yang menanyakan kepada saya, apakah yang ditahan pada hari ini ada terkait dengan nama yang beredar di perkara BTS, jawbannya iya," imbuh Ketut.
Hanya saja, Ketut menyampaikan bahwa penahanan tersangka hanya berfokus pada kasus tambang ilegal yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Supriyani, Guru Honorer yang Dituduh Memukul Anak Polisi Divonis Bebas
- Walhi Minta Kasus Polisi Tembak Polisi di Solok Jadi Momentum Berantas Penjahat Lingkungan
- KPK Sebut OTT di Bengkulu Terkait Pungutan Pendanaan Pilkada
- Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan
- Polisi Tembak Polisi hingga Tewas di Solok, Polda Sumbar Dalami Motifnya
Advertisement
KPU Bantul Tunggu Revisi LPPDK Paslon Pilkada Bantul sampai Pukul 23.59 WIB Malam Nanti
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Kena OTT KPK, Gubernur Bengkulu Dibawa ke Jakarta untuk Pemeriksaan
- Pemerintah Bakal Gunakan Data Tunggal BPS untuk Pengentasan Kemiskinan
- Ini Cara Mengecek DPT Online Pilkada 2024
- Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Ini Motifnya
- Pemerintah Diminta Memperkuat Perlindungan Data Pribadi
- KPK Tetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah Jadi Tersangka Pemerasan dan Gratifikasi
- KPK Ungkap Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah Peras Kepala Dinas untuk Biaya Pencalonan Pilkada
Advertisement
Advertisement