Advertisement
TikTok Sebarkan Konten Propaganda Perang Rusia-Ukraina, Benarkah?
Logo aplikasi media sosial TikTok yang dikelola oleh ByteDance. - Bloomberg/Brent Lewin
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—TikTok tengah mendapatkan tuduhan terlibat dalam kampanye "perang kognitif" terhadap Rusia.
Platform ini juga diduga ikut serta dalam upaya mempengaruhi opini publik melalui konten-konten yang ditayangkan agar masyarakat dunia merespons invasi Rusia ke Ukraina secara negatif. "Perang kognitif" di sini merujuk pada upaya untuk mempengaruhi opini publik melalui propaganda, informasi palsu, dan manipulasi media sosial.
Advertisement
Melansir dari SCMP, Selasa (25/4/2023), tuduhan ini disampaikan dalam sebuah laporan yang diterbitkan oleh para ilmuwan di Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA). Laporan tersebut mengklaim bahwa perusahaan teknologi besar seperti TikTok, Google dan Twitter berusaha merusak moral pasukan Rusia dan mengikis citra internasional Moskow.
Menurut studi yang dipimpin Ling Haifeng, profesor di Universitas Teknik Angkatan Darat PLA di Nanjing, hampir 40 entitas swasta dari sektor internet, luar angkasa, keuangan, dan kecerdasan buatan bergabung untuk meluncurkan kampanye "perang kognitif" terhadap Rusia.
"Perang kognitif" sendiri didefinisikan sebagai kampanye terorganisir yang ditujukan untuk memanipulasi persepsi khalayak sasaran dan mengubah keputusan atau perilaku mereka.
Studi tersebut menyatakan kejadian ini menjadi pertama kalinya bagi perusahaan teknologi tinggi sipil menggunakan "perang kognitif" selama perang berskala besar dan yang digerakkan oleh media, terutama yang berbasis internet seluler dan hal ini memiliki dampak yang sangat besar dalam konflik.
Laporan itu juga menuduh Amerika Serikat dan sekutunya telah menggunakan platform media sosial untuk menyoroti konten yang menunjukkan kekejaman dan tindakan Rusia sementara politisi dan pasukan Ukraina memiliki paparan yang lebih bersahabat.
Studi tersebut juga mengungkapkan perusahaan-perusahaan tersebut menawarkan platform bagi agen pemerintah untuk menggunakan AI dan membuat teks, gambar, dan video palsu yang "mendorong tentara Rusia melawan opini publik".
Sejauh ini TikTok, platform video pendek yang dimiliki oleh perusahaan induk ByteDance yang berbasis di Beijing, telah menghadapi kritik dan pengawasan intens dari AS dan sekutunya sejak awal konflik di Ukraina dimulai pada tahun lalu.
Para kritikus menuduh platform tersebut tidak mengambil tindakan yang cukup untuk melawan pengaruh Rusia di sana.
Sebuah laporan dari Alliance for Securing Democracy di AS menunjukkan akun milik pemerintah Rusia, seperti RT dan kantor berita RIA Novosti, memiliki lebih banyak pengikut di TikTok daripada media AS seperti The New York Times.
Kelompok advokasi keamanan nasional pun menemukan postingan TikTok teratas kantor berita Rusia RIA Novosti memperoleh jutaan penayangan, sementara postingan Twitter teratasnya memiliki penayangan yang sangat sedikit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Musim Flu AS Catat 2,9 Juta Kasus, 1.200 Orang Meninggal
- Korupsi Kepala Daerah Masih Terjadi, Pakar Nilai Retret Bukan Solusi
- PBB Desak Israel Buka Akses Bantuan, Palestina Angkat Bicara
- Langgar VoA, Imigrasi Bali Deportasi Bintang Porno Asal Inggris
- Banjir Besar Menerjang AS dan Kanada, Puluhan Ribu Mengungsi
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Sopir Pengangkut MBG SDN Kalibaru Ditahan, Jadi Tersangka Tabrakan
- Presiden Pastikan Rumah Korban Bencana di Sumatera-Aceh Dibangun Ulang
- Kekurangan Zat Besi dan Dampaknya pada Siklus Menstruasi
- Mobil SPPG Tabrak Siswa dan Guru SDN 01 Kalibaru karena Kelalaian
- Dua Bocah di Selo Boyolali Diperkosa Kakaknya, Polisi Selidiki
- Superflu Melonjak di Inggris, Sekolah Ditutup Waspada Virus
- Lima Keunggulan Aplikasi Pengaduan Reserse POLRI Terbaru
Advertisement
Advertisement





