Advertisement
Dipakai di Kasus Ferdy Sambo, Begini Penjelasan Lengkap Cara Kerja Lie Detector
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Dalam kasus pembunuhan Brigadir J yang melibatkan Ferdy Sambo, para tersangka menjalani pemeriksaan uji kebohongan atau lie detector. Bagaimana cara kerja alat ini?
Detektor kebohongan ini menggunakan alat yang disebut poligraf. Dilansir dari Britannica, instrumen ini difungsikan untuk merekam fenomena fisiologis seperti tekanan darah, denyut nadi , dan pernapasan subjek manusia saat ia menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya oleh operator. Data tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk membuat penilaian apakah subjek berbohong atau tidak.
Dikutip dari Tandfonline, poligraf pertama dibuat pada tahun 1921, ketika seorang polisi dan ahli fisiologi yang berbasis di California yaitu John A. Larson merancang sebuah alat untuk mengukur secara simultan perubahan terus-menerus dalam tekanan darah, detak jantung dan laju pernapasan untuk membantu dalam mendeteksi penipuan.
Advertisement
Kendati demikian, penemuan soal deteksi kebohongan sudah ada sejak para ilmuwan meneliti tentang hal ini. Tujuh tahun sebelumnya, pada 1914, psikolog Italia Vittorio Benussi telah menerbitkan temuannya tentang gejala pernapasan kebohongan. Kemudian psikolog, pengacara, dan penulis Amerika William M. Marston menemukan tes tekanan darah sistolik terputus-putus untuk mendeteksi penipuan pada tahun 1915. Kedua studi tersebut kemudian membentuk dasar poligraf Larson.
BACA JUGA: Pemeriksaan Lie Detector Tunjukkan Bharada E, Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf Berkata Jujur
Poligraf pertama kali bersentuhan secara signifikan dengan sistem hukum pada 1923, ketika Marston berusaha agar hasil tes poligraf diakui sebagai bukti. Pengadilan saat itu menolak hasil sebagai bukti, dengan berkata, "Pengadilan akan berusaha keras dalam mengakui kesaksian eksperimental yang disimpulkan dari prinsip atau penemuan ilmiah yang diakui dengan baik. Deduksi harus cukup mapan untuk memperoleh penerimaan umum di bidang tertentu di mana ia berada."
Hingga kini, penggunaan lie detector masih kontroversial meski studi ini terus berkembang. Kalangan psikolog masih berbeda pendapat dan hasil alat ini tidak selalu dapat diterima secara hukum.
Cara Kerja
Ketika seseorang melakukan tes dengan alat ini, terdapat sekitar empat sampai enam sensor yang akan dihubungkan ke tubuh. Meski demikian, sensor ini tidak bekerja sendiri, tetapi ada pertanyaan kontrol yang diajukan terhadap orang yang sedang diuji.
Ada tiga sensor kabel yang biasa dipakai dalam mendeteksi kebohongan. Yang pertama ialah sensor pneumograph, gunanya untuk mendeteksi detak napas yang ditempel di dada dan perut. Alat ini bekerja ketika ada kontraksi di otot dan udara di dalam tubuh.
Sensor kedua yaitu sensor blood pressure cuff. Fungsinya untuk mendeteksi perubahan tekanan darah dan detak jantung. Sensor kabel ini ditempelkan pada bagian lengan dan cara kerjanya dideteksi lewat suara denyut jantung atau aliran darah.
BACA JUGA: Ruas Ngalang-Bobung Ditarget Selesai Akhir Tahun
Kemudian sensor ketiga yakni sensor skin resistance, untuk melihat dan mendeteksi keringat yang ada di tangan. Kabel sensor ini umumnya juga ditempelkan pada jari-jari tangan, sehingga penguji tahu seberapa banyak keringat yang keluar ketika seseorang dalam keadaan terpojok dan berbohong.
Selanjutnya, penguji akan memberikan beberapa pertanyaan mengenai suatu topik, isu atau kasus yang ingin diketahui kebenarannya. Penguji akan membaca grafik pada lie detector untuk mengetahui apakah ada reaksi yang tidak normal atau grafik yang naik turun. Setelah hasil grafik dibaca oleh penguji, hasil grafik tersebut akan digunakan sebagai penentu, apakah seseorang itu jujur atau bohong.
Efektivitas
Pada dasarnya tingkat akurasi uji kebohongan tidak bergantung pada alat semata dan belum tentu berlaku untuk semua kasus. Sebab, alat ini hanya memonitor dan menunjukkan reaksi perubahan psikologis ketika seseorang mengucapkan sesuatu.
Gagap, berkeringat, atau gelagat fisik lainnya juga tidak selalu menjadi ciri orang bohong. Hal ini juga bisa menandakan seseorang gugup dan stres karena tidak nyaman menjadi obyek penelitian. Apalagi, ada juga orang yang lihai menutupi kebohongan.
Penentunya justru terletak pada orang yang menggunakannya yaitu penguji. Ketajaman analisis darinya menjadi faktor utama keberhasilan penggunaan poligraf.
Dilansir dari Bisnis.com, psikolog horensik Reza Indragiri menyebut penggunaan lie detector atau alat pendeteksi kebohongan dalam proses pemeriksaan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, tidaklah efektif. Sebab dalam penggunaannya, perangkat tersebut akan bertumpu pada subjektivitas pemeriksa. Hal itu yang akhirnya dapat berdampak terhadap hasil pemeriksaan dengan menggunakan lie detector.
Reza menerangkan lie detector hanya mampu melakukan pendeteksian terhadap perubahan fisiologis pada tubuh yang dalam derajat tertentu dapat disimpulkan sebagai indikasi kebohongan. "Apalagi jika subjek yang diperiksa berada dalam ancaman. Misalnya, ruangan yang tidak nyaman atau pemeriksaan malam hingga dini hari. Akibatnya, tubuh lelah, otomatis data fisiologis juga berubah. Mau jujur pun, kondisi tubuhnya berubah," kata Reza.
BACA JUGA: Bansos BBM untuk Warga Jogja Akan Disalurkan Lewat Aplikasi
Selain itu, ketidakakuratan lie detector juga bisa ditemukan pada hasil pemeriksaan yang tak dapat dibuktikan secara saintifik atau pseudoscience. Terdapat dua jenis tingkat kesalahan yang digunakan lie detector. Pertama false negative dan false positive.
"Tidak efektif, bahkan hanya pseudoscience. Kapolri menekankan harus berdasar saintifik," terang Reza.
False negative, katanya, merupakan kondisi saat seseorang yang bersalah gagal dalam pemeriksaan melalui poligraf dan dinyatakan telah menyampaikan kebohongan. Adapun, false positive adalah kondisi saat seseorang yang bersalah telah berhasil mengelabui pemeriksa dan divonis jujur melalui pemeriksaan poligraf tersebut.
Reza menjelaskan, parameter itu yang akhirnya membuat tingkat false negative lebih banyak ditemukan dalam berbagai hasil pemeriksaan. Hal ini tentu menandakan bahwa hasil tersebut kerap kali didasarkan oleh keterangan palsu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- Banding, Hakim Diskon Hukuman 2 Pelaku Mutilasi Mahasiswa UMY Jadi Seumur Hidup
- Viral, Video Rumah di Kawasan Elite di Semarang jadi Sarang Judi kena Gerebek
- Merasa Layak Menang, Pelatih Qatar Tak Peduli Tudingan Timnya Dibantu Wasit
- Cinema Visit di The Park Mall, Film Dua Hati Biru Sukses Kuras Emosi Penonton
Berita Pilihan
- Gelombang I Pemberangkatan Jemaah Calon Haji ke Tanah Suci Dijadwalkan 12 Mei 2024
- Diserang Israel, Iran Sebut Fasilitas Nuklir Aman dan Siap Membalas dengan Rudal
- Respons Serangan Israel, Iran Aktifkan Pertahanan Udara dan Tangguhkan Penerbangan Sipil
- Google Kembali Pecat Karyawan yang Protes Proyek Kerja Sama dengan Israel
- 2 Oknum Pegawai Lion Air Jadi Sindikat Narkoba, Begini Modus Operasinya
Advertisement
Baliho Menjamur di Jalanan Sleman, Lurah Banyurejo Siap Maju di Pilkada 2024
Advertisement
Pengunjung Kopi Klotok Membeludak Saat Libur Lebaran, Antrean Mengular sampai 20 Meter
Advertisement
Berita Populer
- Posko THR Resmi Ditutup, Total Ada 1.539 Aduan selama Lebaran Tahun Ini
- Ini Dia 4 Aturan Baru Visa Umrah yang Diterbitkan Arab Saudi
- Polisi Sebut Pengemudi Fortuner Ugal-ugalan Buang Pelat Nomor TNI di Lembang
- Cabuli Santri, Pengasuh Pesantren Divonis 15 Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar
- Hari Warisan Dunia Tekankan Peran Anak Muda sebagai Pelestari Warisan Budaya Berkelanjutan
- Prabowo Minta Pendukungnya Tidak Melakukan Aksi di Gedung MK
- Google Kembali Pecat Karyawan yang Protes Proyek Kerja Sama dengan Israel
Advertisement
Advertisement