Advertisement

Mustafa Kemal Ataturk: Jadi Inspirasi Bung Karno, Calon Nama Jalan di DKI

Edi Suwiknyo
Senin, 18 Oktober 2021 - 11:27 WIB
Bhekti Suryani
Mustafa Kemal Ataturk: Jadi Inspirasi Bung Karno, Calon Nama Jalan di DKI Seorang pria mengibarkan bendera Turki dengan potret Mustafa Kemal Ataturk di depan Anitkabir, tempat peristirahatan Ataturk, di Ankara, Turki, Selasa (2/4/2019). - Reuters/Umit Bektas

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA --Rencana penamaam Jalan Mustafa Kemal Ataturk di Jakarta menuai polemik. Kalangan Islam konservatif tak setuju, karena Attaturk adalah simbol sekularisme. Selain itu, Ataturk juga kerap dinilai sebagai 'penghancur' kekhalifahan Turki Usmani.

Wakil Ketua MUI Anwar Abbas misalnya, menyebut penamaan jalan Ataturk akan melukai umat Islam. Pernyataan Anwar itu tentu merujuk kepada narasi Mustafa Kemal yang dianggap sebagai musuh 'Islam'.

Advertisement

Namun demikian jika menilik ke belakang, Mustafa Kemal Atatürk sebenarnya persinggungan yang cukup kuat dengan gerakan nasional di Indonesia. Sosok Mustafa Kemal bahkan menjadi inspirasi tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia, terutama Soekarno.

Bung Karno bahkan mengulas secara khusus keberadaan sosok Mustafa Kemal dan nasionalisme Turki dalam bukunya yang legendaris Di Bawah Bendera Revolusi. Dalam buku tersebut, Bung Karno dengan menampilkan sejumlah referensi menyanggah jika para pemimpin Turki Muda, termasuk Mustafa Kemal, antiagama. 

Menurutnya, para pemimpin Turki waktu itu justru ingin menyuburkan Islam dengan memisahkan negara dan agama.

Bung Kano menggambarakan Turki berbeda dengan Rusia yang antiagama. Turki modern juga berbeda dengan Ottoman. Turki modern adalah sebuah negara yang memisahkan agama dengan negara. Jadi negara tak lagi ikut campur dengan persoalan agama. Islam adalah urusan manusia sendiri, bukan urusan pemerintah.

BACA JUGA: Beli Ponsel Baru, Apakah Perlukah Diasuransi?

"Orang mengatakan Turki adalah anti-Islam. Padahal, menurut Frances Woodsmall, Turki sekarang antikolot, anti soal-soal lahir dalam beribadat, tetapi tidak anti-agama," demikian ditulis Bung Karno dalam buku tersebut.

Peran Mustafa dalam memodernisasi Turki kelak memengaruhi pemikiran Soekarno dalam mengkonsepsikan Indonesia seperti saat ini. Indonesia menjadi negara yang berlandaskan prinsip kemanusiaan dengan tidak mengesampingkan peran agama. Hak untuk memeluk agama bahkan dijamin oleh undang-undang.

Lantas Siapa Sebenarnya Mustafa Kemal?

Mustafa adalah tokoh pergerakan di Turki. Dia berhasil membebaskan Turki yang terancam dikolonisasi usai Perang Dunia ke 1.

Wajar, ketika pengagum khilafah menghujatnya habis-habisan, bangsa Turki tetap menghargai jasa Mustafa Kemal Atatürk yang artinya memang “Bapak Bangsa Turki”.

Mereka sangat paham, jika Türk Ulusal Hareketi atau Gerakan Nasional Turki tak pernah ada, wilayah eks Ottoman di Anatolia & Trakia Timur hampir pasti menjadi bagian negara lain, Yunani terutama.

Jika itu terjadi, Hagia Sophia bakal balik menjadi gereja Ortodoks. Erdogan ujung-ujungnya tidak bisa nebeng popularitas dengan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid seperti saat ini.

Sayangnya, orang non-turki dan pengagum khilafah Usmani sering memahami sejarah secara parsial. Mereka kerap terjebak pada romantisme sejarah yang bergelimang kejayaannya. Hasilnya, banyak orang lupa daratan, bias dan enggak kontekstual.

Padahal, Ottoman abad XIX & awal abad XX berbeda dengan Ottoman abad 15 yang masyur dengan pasukan Janissary yang kuat. Ottoman adalah The Sick Man, pesakitan Eropa yang bukan saja kalah dalam banyak peperangan, juga tertinggal dari sisi ilmu pengetahuan.

Nasib Ottoman makin tak menentu pasca Perang Dunia I. Sebagai bagian dari Blok Sentral yang kalah perang, Ottoman harus merelakan wilayahnya yang luas dibagi-bagi dan diduduki oleh blok pemenang perang. Inggris mengambil kawasan Arab. Sementara sebagian Anatolia dikuasai Prancis & Yunani.

Beruntung Turki punya Mustafa Kemal dan Türk Ulusal Hareketi yang kemudian melancarkan perang kemerdekaan Turki. Mereka mampu mengkonsolidasikan kekuatan yang tercerai-berai. Merebut setiap jengkal wilayah yang dikuasai Yunani dan Prancis.

Hasilnya, pada Juli 1923 perjanjian Lausanne ditandatangani, Yunani & sekutu kalah perang. Mereka hengkang dari wilayah Anatolia dan Thrace Timur diikuti oleh pertukaran populasi muslim Turki dan Ortodoks Yunani.

Negara Turki kemudian terbentuk, hanya jalannya bukan lagi negara konservatif seperti Ottoman, tetapi Turki modern dengan nilai sekular seperti sekarang ini. Mustafa Kemal kemudian diketahui sebagai presiden yang pertama dengan gelar Atatürk atau Bapak Bangsa Turki.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Kirab Pengantin Tebu di Pabrik Gula Madukismo

Bantul
| Selasa, 23 April 2024, 21:27 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement