Advertisement
Presiden Guinea Digulingkan Setelah Amendemen Jabatan Presiden Jadi 3 Periode
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Kudeta militer terjadi di Republik Guinea, Afrika Barat setelah adanya amendemen konstitusi pada 2020 yang memungkinkan presiden menjabat 3 periode.
Sekelompok tentara mengkalim telah merebut kekuasaan dari Presiden Alpha Condé. Mereka bahkan masuk TV untuk memberikan keterangan.
Advertisement
"Kami telah memutuskan setelah mengambil presiden, yang saat ini bersama kami untuk membubarkan konstitusi saat ini, untuk membubarkan institusi; kami juga telah memutuskan untuk membubarkan pemerintah dan penutupan perbatasan darat dan udara, "kata salah satu komplotan kudeta berseragam dan bersenjata dalam pernyataan itu, dikutip JIBI dari AFP, Senin (6/9/2021).
Sekadar informasi, Presiden Alpha Condé melakukan langkah kontroversial dengan mendorong amandemen konstitusi negara tersebut. Selain memungkinkan jabatan presiden dijabat tiga kali, amandemen juga memperpanjang masa jabatan dari lima tahun menjadi enam tahun.
Sementara itu, berdasarkan laporan BBC, Presiden Condé juga sempat tampil di TV sembari duduk di sofa dan memakai kemeja abu-abu. Kondisinya tampak baik-baik saja, tetapi tidak mau bicara ketika diminta tentara agar bicara bahwa kondisinya sehat.
Terdapat sembilan tentara yang tampil di TV dan mengumumkan perebutan kekuasaan. Mereka mengaku sebagai Komite Nasional Rekonsiliasi dan Pembangunan.
Para tentara itu mengklaim ingin mengganti konstitusi, serta mengeluhkan korupsi yang terjadi di Guinea.
Dikutip melalui Africanews, kementerian pertahanan mengatakan telah menangkis serangan para tentara terhadap kepresidenan.
Kementerian Pertahanan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa para pemberontak telah menyebarkan ketakutan di Conakry sebelum mengambil arah istana kepresidenan.
“Namun, pengawal presiden, didukung oleh pasukan pertahanan dan keamanan, loyalis dan republiken, telah menahan ancaman dan mendorong kembali kelompok penyerang tersebut,” ujarnya.
Sekadar informasi, Conde merupakan mantan pemimpin oposisi yang pernah dipenjara dan dijatuhi hukuman mati. Dia kemudian menjadi pemimpin pertama Guinea yang terpilih secara demokratis pada 2010 dan memenangkan pemilihan kembali pada 2015.
Dia selamat dari upaya pembunuhan pada tahun 2011. Namun belakangan, Conde dituduh hanyut ke dalam otoritarianisme.
Hal itu bermula dari pemilihan presiden terbaru di Guinea yang digelar pada Oktober 2020. Pemilu itu dianggap dinodai oleh kekerasan dan tuduhan kecurangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
- Rumah Sandra Dewi dan Harvey Moeis di Jakarta Barat Digeledah Kejaksaan Agung
- Panitia Pastikan Pemilihan Rektor UNS Solo Tidak Kisruh Seperti Sebelumnya
- Walah! Iran vs Israel Belum Kelar, Korea Utara Malah Uji Coba Rudal Super Besar
- Innalillahi… Calon Anggota Paskibra Sukabumi Meninggal saat Uji Kesamaptaan
Berita Pilihan
- Gelombang I Pemberangkatan Jemaah Calon Haji ke Tanah Suci Dijadwalkan 12 Mei 2024
- Diserang Israel, Iran Sebut Fasilitas Nuklir Aman dan Siap Membalas dengan Rudal
- Respons Serangan Israel, Iran Aktifkan Pertahanan Udara dan Tangguhkan Penerbangan Sipil
- Google Kembali Pecat Karyawan yang Protes Proyek Kerja Sama dengan Israel
- 2 Oknum Pegawai Lion Air Jadi Sindikat Narkoba, Begini Modus Operasinya
Advertisement
Catat! Tarif Parkir Kendaraan Bermotor di Lokasi Wisata Wilayah Bantul
Advertisement
Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia
Advertisement
Berita Populer
- Pengakuan Warga Kota Isfahan, Terkait Kabar Israel Serang Iran
- Tok! MK Bacakan Putusan Hasil Sengketa Pilpres pada Senin 22 April Mendatang
- Ingin Kawal Demokrasi, Barikade 98 Mengajukan Diri Jadi Amicus Curiae dalam Sengketa Pilpres
- Densus 88 Menangkap Lagi Satu Terduga Teroris, Total Delapan Orang
- Pilgub Jakarta 2024, Demokrat Bakal Calonkan Dede Yusuf
- Darurat, Kasus Demam Berdarah di Amerika Tembus 5,2 Juta, 1.800 Orang Meninggal
- Diserang Israel, Iran Sebut Fasilitas Nuklir Aman dan Siap Membalas dengan Rudal
Advertisement
Advertisement