Advertisement
Isu Reshuffle Mencuat, Kebijakan Nadiem Makarim Paling Disorot
 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim berdialog dengan kepala sekolah dan guru saat melakukan kunjungan kerja di SMK Negeri 8 Palu di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (4/11/2020). - Antara
                Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim berdialog dengan kepala sekolah dan guru saat melakukan kunjungan kerja di SMK Negeri 8 Palu di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (4/11/2020). - Antara
            Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA -- Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani kembali mengingatkan supaya para aparatur negara tidak membebani Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan kebijakan yang tidak sinkron.
Seperti diketahui, setelah kontroversi Perpres bidang usaha investasi yang memasukkan minuman keras bidang usaha investasi serta hilangnya frasa agama dalam rancangan peta jalan pendidikan nasional (PJPN), Kemendikbud kembali mendapat sorotan.
Advertisement
Kali ini, sorotan terkait tidak tercantumnya mata kuliah Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.57/2021. Dalam Pasal 40 ayat 3 PP ini tidak tercantum Pancasila sebagai mata pelajaran. Sedangkan Bahasa Indonesia tidak tercantum tegas, hanya disebut bahasa saja.
BACA JUGA : Isu Reshuffle, Stafsus: Hak Prerogratif Presiden, Kami Tidak Mencampuri
"PPP sebagai partai koalisi pemerintahan mengingatkan jajaran kabinet dan pemerintahan agar kedepan tidak terus-menerus menciptakan beban politik dan ruang suudzon terhadap Presiden Jokowi dan pemerintahannya," kata Arsul dalam siaran resmi, Sabtu (17/4/2021).
Arsul Sani menyatakan seharusnya semua yang di kabinet maupun jajaran Pemerintahan punya tekad mengurangi bahkan menghilangkan beban politik dan ruang suudzon terhadap Presiden dari elemen masyarakat manapun.
"Ini tentu bisa dimulai dalam rapat kabinet atau rapat kordinasi dibawah Kemenko yang bersangkutan. Saya yakin dengan cara seperti ini maka sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan atau peraturan akan lebih baik," katanya.
Lebih lanjut Arsul menilai problem sinkronisasi dan harmonisasi ini timbul karena masih rendahnya kordinasi antar kementerian dan lembaga pemerintahan terkait. Menurut Arsul, meski ada kementerian kordinator (kemenko), namun level koordinasi yang tinggi seperti diharapkan belum tercipta.
BACA JUGA : Reshuffle Kabinet Jokowi, Erick Thohir Mengaku Siap Dicopot
Sebagai contoh rendahnya level kordinasi ini, Arsul Sani menunjuk kasus tidak tercantumnya Pancasila dan Bahasa Indonesia sbg mata pelajaran (kuliah) dalam Pasal 40 Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2021.
Padahal dalam Pasal 35 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pancasila dan Bahasa Indonesia masuk kedalam kurikulum perguruan tinggi.
Menurutnya jika ada kordinasi yang lebih baik antar kementerian dalam penyiapan PP 57 Tahun 2021 setidaknya antara Kemendikbud dan stakeholder sisi pandang yang melihat tidak sinkron dan harmonisnya PP diatas dengan UU-nya bisa dicegah.
"Jika semuanya sinkron maka beban politik dan ruang suudzon dari elemen masyarakat dengan sendirinya akan dapat diminimalisir secara signifikan," tutup Arsul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
 
    
        Buang Sampah Sembarangan, Dua Warga di Bantul Didenda Rp200 Ribu
Advertisement
 
    
        Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia
Advertisement
Berita Populer
- Imbas Shutdown, Dana Perumahan Militer AS Dialihkan untuk Gaji Tentara
- Buruh di DIY Tuntut UMP Naik 50 Persen dan Hapus Sistem Kontrak
- DPRD Sleman Dorong Penguatan Sarana dan Layanan Pendidikan Inklusif
- Dua Tersangka Korupsi Drainase Manahan Solo Terancam 20 Tahun Penjara
- Kepulauan Karibia Diterjang Badai, Puluhan Orang Meninggal
- Sosiolog UGM Sebut Judi Online Mudah Jerat Kelompok Rentan
- Proses Dekontaminasi Radioaktif 22 Pabrik di Cikande Selesai
Advertisement
Advertisement





















 
            
