Advertisement
KPAI Minta Sekolah dan Pesantren Tunda Belajar Tatap Muka
                Santri Pondok Pesantren Baitul Mustofa, Kedung tungkul, Mojosongo, Solo mengikuti Tadarusan dengan penerangan Senthir (lampu minyak) di halaman pondok, Senin (27/5/2020). Selain berharap Lailatul Qadar, kegiatan tersebut juga untuk melatih kepekaan para santri dalam membaca kitab suci Al Quran. - JIBI/Solopos/Sunaryo Haryo Bayu
            Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA — Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar Presiden Joko Widodo menunda skema pembelajaran tatap muka di sekolah dan pesantren.
Ketua KPAI Susanto mengatakan bahwa skema pembelajaran tatap muka diharapkan dapat ditunda hingga kondisi benar-benar aman untuk keselamatan anak usia sekolah di tengah pandemi Covid-19.
Advertisement
Pemerintah, katanya, dapat menyederhanakan kurikumul dengan menyesuaikan kondisi anak di tengah corona. Selain itu, pemerintah dapat memberi subsidi kuota internet, infrastruktur, dan fasilitas belajar berbasis daring.
“Sebagai contoh, di Provinsi Papua, terdapat 608.000 siswa yang tidak terlayani pembelajaran daring mencapai 54 persen,” katanya melalui siaran pers, Minggu (7/6/2020).
Selain itu, KPAI menyerankan agar alokasi sebagian dana desa untuk optimalisasi layanan pendidikan bagi anak di desa, terutama anak usia sekolah yang terkendala akses layanan pendidikan.
Di sisi lain, tahun ajaran baru di pesantren dapat dimulai sesuai jadwal, tetapi pembelajaran tatap muka diharapkan agar ditunda. Pasalnya situasi dan kondisi pesantren rentan terdampak dan berpotensi menimbulkan klaster baru.
“Apalagi, menurut Kementerian Agama RI, jumlah pesantren di Indonesia sangat banyak yaitu 28.194 pesantren dengan jumlah santri 18 juta anak dan didampingi 1,5 juta guru. Sementara dari jumlah tersebut, 5 juta santri mukim. Hal ini juga berlaku bagi satuan pendidikan berbasis asrama lainnya,” tuturnya.
Sementara itu, pemerintah melalui kementerian lembaga dapat melakukan pencegahan anak dari berbagai potensi dampak buruk akses internet termasuk negatif baik pornografi, radikalisme, dan kekerasan.
Pemerintah juga diminta agar mencegah dan menangani kejahatan siber yang menyasar anak, serta mendorong memunculkan konten positif bagi anak.
“Orang tua agar terus memberi pengasuhan terbaik, berkoordinasi dan bekerja sama dengan guru dan sekolah untuk pemenuhan hak pendidikan anak, mendampingi anak dalam mengakses internet, serta mengedukasi anak dengan protokol kesehatan dalam menghadapi pandemi Covid-19,” kata Susanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- BBMKG Denpasar Sebut Fenomena Bulan Purnama Picu Rob di Bali
 - Setelah 20 Tahun, GEM Dibuka dan Pamerkan 100 Ribu Artefak Kuno
 - Krisis Air Tehran, Stok Air Minum Diprediksi Habis dalam 2 Pekan
 - Impor Pakaian Bekas Ilegal Diduga Berasal dari Tiga Negara Ini
 - Kereta Khusus Petani Pedagang Rute Merak-Rangkasbitung Siap Beroperasi
 
Advertisement
    
        Regulasi Pelarangan Konsumsi Daging Anjing DIY Masih di Tahap Awal
Advertisement
    
        Wisata DEB Balkondes Karangrejo Borobudur Ditawarkan ke Eropa
Advertisement
Berita Populer
- KAI Commuter Siapkan 102 Rangkaian Kereta untuk Natal dan Tahun Baru
 - Bantul Kebut Proyek Infrastruktur Jalan, Anggaran Rp63 Miliar
 - Kendalikan Harga dan Inflasi, Bulog DIY Salurkan Bantuan Pangan
 - Kelas Menengah Pangkas Gaya Hidup Demi Kebutuhan Pokok
 - Parlemen Arab Dukung Perjuangan Rakyat Palestina
 - Permintaan Pengadaan Tanah untuk RTHP Kota Jogja Capai Ratusan
 - Top Ten News Harianjogja.com pada 3 November 2025
 
Advertisement
Advertisement


            
