Advertisement

BPJS Watch: Pemerintah Semestinya Tidak Menaikkan Iuran BPJS

Arif Gunawan
Rabu, 13 Mei 2020 - 17:07 WIB
Budi Cahyana
BPJS Watch: Pemerintah Semestinya Tidak Menaikkan Iuran BPJS Karyawan berkativitas di kantor BPJS Kesehatan di Jakarta, Senin (4/5/2020). - JIBI/Bisnis.com/Abdurachman

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA-Keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan secara bertahap melalui Perpres 64/2020 dikritik lantaran tidak mempertimbangkan daya beli masyarakat yang masih rendah. 

Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar menjelaskan putusan Hakim MA beberapa waktu lalu yang menurunkan iuran JKN peserta mandiri, memaparkan dua pertimbangan hukum yaitu daya beli masyarakat masih rendah, dan kedua pelayanan BPJS kesehatan belum membaik.

Advertisement

Dengan dua pertimbangan hukum ini, MA memutuskan untuk membatalkan kenaikan iuran peserta mandiri yang kelas 1 awalnya Rp160.000 diturunkan kembali menjadi Rp80.000, kelas 2 dari iuran Rp110.000 diturunkan kembali menjadi Rp51.000 dan kelas 3 dari Rp42.000 kembali menjadi Rp25.500.

"Dengan pertimbangan hukum ini, seharusnya pemerintah berusaha bagaimana agar daya beli masyarakat ditingkatkan dan pelayanan BPJS Kesehatan juga ditingkatkan, baru lakukan kenaikan iuran JKN," ujarnya kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia, Rabu (13/5/2020).

Menurut dia, dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti ini sudah sangat jelas dan kasat mata, kalau daya beli masyarakat termasuk peserta mandiri BPJS Kesehatan yang didominasi pekerja informal sangat jatuh. Hal itu disebabkan para pekerja informal sulit bekerja seperti biasa karena Covid-19 ini.

Adapun, Pemerintah melalui Perpres 64/2020 menetapkan kenaikan iuran BPJS akan mulai diberlakukan sejak 1 Juli 2020. Pembatalan kenaikan iuran sesuai keputusan MA hanya diberlakukan untuk periode April, Mei dan Juni 2020 dan setelahnya iuran akan dinaikkan kembali.   

Pemerintah menetapkan bahwa besaran iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) senilai Rp42.000. Namun, iuran peserta PBI dibayarkan oleh pemerintah pusat disertai kontribusi pemerintah daerah sesuai kapasitas fiskal daerahnya.

Hal itu tertuang dalam dalam Pasal 29 Pepres Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020) dan diundangkan pada Rabu (6/5/2020).

Sementara itu, untuk peserta mandiri Kelas III, pemerintah menentukan bahwa untuk 2020, peserta mandiri akan membayarkan iuran Rp25.500 bagi dirinya atau pihak lain atas nama peserta itu. Pemerintah pusat menambahkan bantuan iuran senilai Rp16.500 untuk setiap peserta mandiri, sehingga total iurannya menjadi Rp42.000, sama seperti peserta PBI.
Adapun, peserta mandiri Kelas III yang sebelumnya iurannya dibayarkan oleh pemerintah daerah sebagai bagian dari penduduk yang didaftarkan pemerintah itu, besaran iurannya sebesar Rp25.500.
Kemudian, mulai tahun 2021, besaran iuran Kelas III yang dibayarkan peserta mandiri maupun yang dibayarkan oleh pemerintah daerah akan naik jadi Rp35.000. Pemerintah pusat akan membayarkan iuran Rp7.000 sehingga total iuran peserta mandiri per orang per bulannya tetap Rp42.000.
Selain itu untuk peserta mandiri Kelas II, iurannya juga akan meningkat menjadi Rp100.000, dari saat ini sebesar Rp51.000. Lalu, iuran peserta mandiri Kelas I naik menjadi Rp150.000, dari saat ini Rp80.000.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

LITERASI KESEHATAN: Warga Lansia Diminta Bijak Memilih Jenis Olahraga

Gunungkidul
| Jum'at, 26 April 2024, 22:07 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement