Advertisement
DPD Minta Pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja Ditunda Hingga Pandemi Corona Berakhir
 Ketua Komite I DPD Agustin Teras Narang minta pembahasana RUU Cipta Kerja ditunda hingga wabah Corona berakhir. - JIBI/Bis
                Ketua Komite I DPD Agustin Teras Narang minta pembahasana RUU Cipta Kerja ditunda hingga wabah Corona berakhir. - JIBI/Bis
            Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengajukan keberatan atas pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja oleh DPR di tengah pandemi Corona (Covid-19).
Keberatan itu diperkuat kenyataan bahwa pemerintah sudah menyatakan pandemi Covid-19 sebagai Bencana Nasional dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020.
Advertisement
Keberatan ini disampaikan oleh Ketua Komite I DPD Agustin Teras Narang bersama tiga wakilnya dalam keterangan tertulis, Jumat (17/4/2020). Mereka menanggapi rencana pembahasan RUU tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) yang akan dilakukan DPR dengan Pemerintah.
Terkait hal itu, Teras Narang yang merupakan senator asal Kalimantan Tengah mengusulkan agar pembahasan RUU Cipta Kerja ditunda terlebih dahulu. Penundaan diusulkan berlaku sampai masa pandemi Covid-19 dinyatakan telah berakhir oleh pemerintah.
“Komite I DPD juga menyarankan agar pada saat pandemi Covid-19 berlangsung, pemerintah, DPR RI dan DPD RI membuka dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan atau pemangku kepentingan untuk memberikan masukan terhadap isi dan muatan RUU tentang Cipta Kerja melalui sarana daring,” ujarnya.
Terkait RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Teras atas nama seluruh anggota Komite yang menangani soal Undang-undang itu berpandangan bahwa RUU tersebut banyak menyangkut dengan kepentingan daerah.
Karena itu, ujar Teras, sebagaimana amanat Pasal 22D UUD NRI 1945 ayat (2), DPD ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah.
Apalagi, menurut mantan Gubernur Kalteng itu, Komite I DPD RI melihat banyaknya jumlah peraturan pelaksana yang diamanatkan pembentukannya oleh RUU tentang Cipta Kerja, menunjukkan tidak sensitifnya pembentuk undang-undang atas kondisi regulasi di Indonesia yang hiper-regulasi.
Bahkan setelah dicermati, Teras menilai bahwa RUU Cipta Kerja banyak memuat frasa yang melakukan perubahan dan bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (5) UUD NRI Tahun 1945.
RUU tentang Cipta Kerja sendiri, kata Teras, menimbulkan terjadinya sentralisasi pemerintahan/perizinan yang berpotensi merugikan daerah serta berdampak pada hilangnya semangat otonomi daerah yang merupakan tuntutan reformasi 1998 yang berakibat terjadinya amandemen UUD NRI tahun 1945.
“RUU tentang Cipta Kerja telah menghilangkan makna gubernur sebagai wakil pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam Pasal 91 pada ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda,” kata Teras Narang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
 
    
        Besok, 2 Kereta Pusaka Keraton Jogja Berusia Ratusan Tahun Diarak
Advertisement
Berita Populer
- MK Tolak Uji Materi Aturan Batas Usia Pemuda Jadi 40 Tahun
- Prabowo Tunjuk 16 Nama Calon Dewan Energi Nasional, Diserahkan ke DPR
- Kabar IKN Terkini, Dipastikan Capai Target Jadi Ibu Kota Politik 2028
- Super League 2025, PSIM Jogja Waspadai Persik yang Sulit Ditebak
- ASEAN Tegaskan Tak Akan Kirim Pengamat ke Pemilu Myanmar
- Bulan Bahasa, MAN 3 Bantul Luncurkan 23 Buku Karya Siswa
- HP Meledak Saat Dicas, Rumah Warga Gunungkidul Hangus Terbakar
Advertisement
Advertisement






















 
            
