Advertisement

Warga Sleman Waspadalah, Sudah 24 Orang Meninggal karena DBD

Hafit Yudi Suprobo
Rabu, 22 Januari 2020 - 01:47 WIB
Nina Atmasari
Warga Sleman Waspadalah, Sudah 24 Orang Meninggal karena DBD Ilustrasi. - Antarafoto

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN--Dinkes kabupaten Sleman mengajak masyarakat waspada terhadap kasus demam berdarah dengue (DBD) di awal tahun 2020 ini.

DBD di Sleman sejak 10 tahun terakhir sejak 2010 sampai dengan 2019 sudah merenggut nyawa manusia sebanyak 24 orang. Kondisi ini ditambah ancaman DBD masih akan mengintai mengingat saat ini masih dalam musim penghujan.

Advertisement

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman Novita Krisnaeni menjelaskan total kasus DBD sejak 10 tahun terakhir di kabupaten Sleman menembus angka 4978 kasus.

Dari 4978 kasus tersebut, kasus DBD dengan lebih dari 600 kasus terjadi pada tahun 2013 dengan 736 kasus, 2016 dengan 880 kasus, dan kemudian pada tahun 2019 dengan 728 kasus. "Masyarakat diharapkan mengenal gejala DBD dengan baik, kalau penanganan terlambat akibatnya akan fatal," ujar Novita, Selasa (21/1/2020).

Kasus dengan korban meninggal terbanyak sendiri terdapat pada tahun 2015 dan 2016 dengan masing-masing korban meninggal sebanyak sembilan orang.

Adapun, jumlah kasus DBD terbanyak ada di Kecamatan Depok dan Gamping, masing-masing 121 dan 119 pasien. Lainnya yang cukup tinggi adalah Mlati, Godean, Kalasan, Prambanan, dan Ngaglik, semuanya diatas 50 kasus. Sejumlah daerah diatas juga telah diminta untuk lebih meningkatkan kesiapsiagaan.

Ciri-ciri seseorang menderita DBD, lanjut Novita, antara lain, demam tinggi di atas 39 derajat, ada tanda-tanda pendarahan seperti gusi berdarah, bintik-bintik merah, mimisan, nyeri ulu hati. "Jika merasakan gejala tersebut, masyarakat supaya segera ke layanan kesehatan," imbuhnya.

Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo mengungkapkan instruksi lainnya adalah mengaktifkan kembali kelompok kerja DBD mulai dari tingkat kecamatan, desa hingga RT/RW, dan memastikan ketersediaan sarana prasarana pemberantasan nyamuk DBD.

Imbauan lainnya, lanjut Joko, adalah mendorong gerakan satu rumah satu juru pemantau jentik, pemberantasan sarang nyamuk dengan cara 3M plus, dan meningkatkan surveilans melalui kegiatan pemantauan jentik berkala.

"Upaya pencegahan salah satunya dapat dilakukan dengan 3M plus yakni menguras, menutup, dan mendaur ulang bekas plus mencegah gigitan nyamuk dengan penggunaan cairan anti nyamuk oles atau spray, larvasida di genangan air, dan menanam tanaman pengusir nyamuk," terang Joko.

Joko menambahkan, wilayah yang kepadatan penduduknya tinggi perlu meningkatkan kewaspadaan. Rumah-rumah kosong juga harus dijadikan perhatian karena potensial muncul sarang nyamuk.

Sejauh ini pelepasan telur aedes aegypti ber-Wolbachia baru dilaksanakan di Kecamatan Gamping. Hasil riset juga diklaim efektif mengurangi penyebaran penyakit demam berdarah pada area uji coba.

"Belum disebarkan di tempat lain. Menunggu dulu karena ini (pelepasan aedes ber-Wolbachia) kan sifatnya riset, jadi ada tahapan yang harus dilalui," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Potensi Wisata Offroad Mulai Diminati Segmen Komunitas dan Keluarga di Jogja

Jogja
| Sabtu, 27 April 2024, 09:47 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement