Advertisement

ICW Kritik Kekeliruan Pemerintah di RUU KPK

Ilham Budhiman
Minggu, 29 Desember 2019 - 22:47 WIB
Budi Cahyana
ICW Kritik Kekeliruan Pemerintah di RUU KPK Pekerja memperbaiki tulisan "Komisi Pemberantasan Korupsi" di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/12/2019). Perawatan itu dilakukan setelah sebelumnya tulisan tersebut rusak akibat sejumlah aksi demo di depan gedung KPK beberapa waktu lalu. - Antara /Indrianto Eko Suwarso

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik pemerintah yang memasukan kekeliruannya di revisi Undang-Undang tentang KPK melalui Peraturan Presiden (Perpres).

Hal itu terkait Perpres turunan dari UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Advertisement

Dalam draf Perpres tersebut disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan penyidik dan penuntut umum.

Padahal, dalam UU No.19/2019 hasil revisi tak disebutkan sama sekali bahwa status pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut umum.

"Ini yang kita nilai pemerintah berupaya untuk merevisi kekeliruannya di dalam UU KPK masuk ke dalam Perpres," ujar peneliti ICW Kurnia Ramdhana, Minggu (29/12/2019).

Kurnia lantas mempertanyakan terkait materi yang seharusnya diatur undang-undang tersebut malah dimasukkan ke dalam Perpres.

"Itu yang kita anggap keliru diatur dalam Perpres," kata Kurnia. 

Kurnia juga mengatakan bahwa dalam Perpres itu semakin menguatkan jika kedudukan KPK berada dalam rumpun eksekutif alias di bawah presiden secara langsung. KPK tak lagi independen.

Dalam bab 1 mengenai pimpinan KPK, pasal 1 di draf itu menyatakan bahwa pimpinan KPK merupakan pejabat negara setingkat menteri yang berada di bawah dan bertangggung jawab kepada Presiden sebagai kepala negara. 

"Memang itu diatur dalam UU Nomor 19 tahun 2019, tapi kita nilai bahwa kebijakan politik hukum dari presiden dan DPR justru bertentangan dengan kesepakatan internasional," ujar dia.

Kebijakan itu merujuk pada United Nations Convention against Corruption (UNCAC)/Konvensi PBB Antikorupsi dan The Jakarta Principles yang menyebutkan bahwa lembaga antikorupsi haruslah independen dan bebas dari pengaruh mana pun. 

"Justru itu yang dilanggar oleh Presiden Jokowi dengan mengeluarkan Perpres yang mengatakan KPK adalah bagian dari pemerintah," ujar Kurnia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

LKPJ Gubernur DIY 2023, DPRD Beri Catatan soal Penurunan Kemiskinan Belum Capai Target

Jogja
| Jum'at, 29 Maret 2024, 13:17 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement