Advertisement
Aturan Baru KPU: Koruptor Boleh Nyalon Bupati
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA-Mantan terpidana korupsi kini bisa bebas maju di pemilihan kepala daerah (pilkada).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pencalonan Pilkada. Dalam beleid itu, tidak ada larangan bagi bekas terpidana kasus korupsi.
Advertisement
Berdasarkan salinan PKPU, Pasal 4 Huruf h beleid tersebut mengatur Warga Negara Indonesia (WNI) yang bisa mencalonkan diri di Pilkada bukan mantan terpidana bandar narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak. Sedangkan aturan larangan bagi bekas napi korupsi tidak tertera di dalamnya.
"Bukan mantan terpidana bandar narkoba dan bukan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak," demikian bunyi Pasal 4 huruf h PKPU Nomor 18 Tahun 2019.
Kendati demikian, KPU meminta partai politik yang melakukan seleksi bakal calon di Pilkada mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi. Hal yang sama juga diatur bagi bakal calon perseorangan. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 3A angka (3) dan (4) PKPU Nomor 18 Tahun 2019.
Pasal 3A angka (3) berbunyi: "Dalam seleksi bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi."
Pasal 31 angka (4) berbunyi: "Bakal calon perseorangan yang dapat mendaftar sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota diutamakan bukan mantan terpidana korupsi."
Sebelumnya, KPU mengaku akan melarang mantan terpidana korupsi untuk maju dalam Pilkada. Larangan itu bisa diwujudkan karena KPU menemukan novum baru, yakni adanya calon kepala daerah yang sudah ditahan karena kasus korupsi, tapi masih bisa memenangkan kontestasi.
"Lah, padahal orang yang sudah ditahan ini ketika terpilih, dia tidak bisa memerintah, yang memerintah kan orang lain, digantikan orang lain. Jadi sebetulnya apa yang dipilih oleh pemilih menjadi sia-sia karena yang memerintah bukan yang dipilih, tetapi orang lain," kata Ketua KPU Arief Budiman di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 11 November 2019.
Arief menerangkan, fakta napi yang sudah ditahan namun masih bisa memenangkan Pilkada terjadi di Tulungaggung dan Pilgub Maluku Utara. Dia juga mendasarkan pada kasus Bupati Kudus yang ditangkap tangan KPK.
Bupati Kudus Muhammad Tamzil ditangkap tangan KPK karena diduga menerima hadiah atau janji pengisian jabatan pada 2019. Sebelumnya, Tamzil merupakan bekas napi korupsi yang bebas pada 2015. Ia akhirnya mencalonkan diri di Pilkada Kudus 2018 dan terpilih, lalu akhirnya kembali ditangkap KPK tahun 2019.
"Tetapi faktanya Kudus itu kemudian, sudah pernah ditahan, sudah bebas, nyalon lagi, terpilih, korupsi lagi," kata Arief.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Okezone.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Dugaan Pelanggaran Wewenang, Wakil Ketua KPK Laporkan Anggota Dewas
- 66 Pegawai KPK Pelaku Pungutan Liar di Rumah Tahanan Dipecat
- Wapres Maruf Amin Sebut Tak Perlu Ada Tim Transisi ke Pemerintahan Prabowo-Gibran
Advertisement
Perkuat Empat Pilar Kalurahan Untuk Kembangkan Pariwisata Berbasis Masyarakat
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Jusuf Kalla Ingatkan Prabowo Pentingnya Oposisi
- Surya Paloh Temui Prabowo di Kartanegara
- Dipimpin Nana Sudjana, Ini Sederet Penghargaan Yang Diterima Pemprov Jateng
- BKKBN-TNI AD Kolaborasi Membangun Sumber Air Bersih Guna Turunkan Stunting
- Penetapan Caleg Terpilih di DIY Menunggu BRPK Mahkamah Konsitusi
- Surya Paloh Enggan Jadi Oposisi dan Pilih Gabung Prabowo, Ini Alasannya
- Izin Tinggal Peralihan Jembatani Proses Transisi Izin Tinggal WNA di RI
Advertisement
Advertisement