Advertisement
Kemendagri Jelaskan Perbedaan Otonomi Khusus di Papua dan Aceh

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA-- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan Pengaturan otonomi khusus Provinsi Papua yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tidak sama dengan pemerintahan Aceh yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 terkait pembentukan partai politik.
Kepala Biro Hukum Kemendagri Gani Muhammad mewakili pemerintah dalam sidang pengujian Undang-Undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (7/10/2019), membantah anggapan pemerintah bersikap diskriminatif.
Advertisement
"Secara formil keduanya diberlakukan otsus sesuai dengan perintah TAP MPR RI Nomor IV/MPR/1999. Namun, secara materiel berbeda secara pengaturan tentang hak membentuk partai politik," tutur Gani Muhammad.
Adanya perbedaan disebutnya justru bentuk pemerintah mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau istimewa.
Untuk itu, tidak diaturnya partai politik lokal dalam UU Otsus Papua tidak berarti telah terjadi diskriminasi terhadap masyarakat Papua sejalan dengan Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif.
"Dengan demikian, pasal yang diuji tidak diskriminatif karena tidak mengandung pengaturan yang sifatnya membeda-bedakan ras, agama, suku, jenis kelamin, pandangan politik, dan status sosial lainnya," ucapnya.
UU Otsus Papus dikatakannya sebuah aturan kebijakan pemerintah pusat untuk meningkatkan pembangunan dalam aspek ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Gani Muhammad mengatakan bahwa langkah tersebut untuk menyejajarkan Papua dengan wilayah lain di Indonesia serta proteksi hak dasar masyarakat Papua atas kesejahteraan.
Adapun gugatan uji materi itu diajukan Partai Papua Bersatu karena merasa dirugikan dengan adanya aturan dalam Pasal 28 Ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2001 terkait dengan pembentukan partai politik.
Gugatan itu berawal ketika pemohon mendaftar ke KPU Provinsi Papua untuk mengikuti verifikasi faktual dan administratif agar dapat ikut serta sebagai peserta Pemilu 2019 tetapi ditolak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kasus Pemerasan Artis Sinetron MR, Polisi Menyita Enam Video Syur Sesama Jenis
- Adik Ipar Ganjar Pranowo Dituntut 5,5 Tahun Penjara karena Korupsi Pembangunan Jembatan Sungai Gintung
- Akan Tenggelam, Ribuan Warga Tuvalu Ajukan Visa Iklim untuk Bermigrasi ke Australia
- Buntut Tragedi di Maluku Tenggara, UGM Evaluasi Sistem KKN
- Para Advokat Perekat Nusantara dan TPDI Somasi Gibran, Untuk Segera Mundur Sebagai Wapres
Advertisement

Keputusan MK 135 Belum Jadi Solusi Persoalan Demokrasi Elektoral
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Bahas Isu Jual-Beli Pulau Bersama Komisi II DPR RI, Menteri ATR/Kepala BPN Tegaskan Tanah di Indonesia Tidak Bisa Dimiliki Asing
- Jumlah Jemaah Haji Meninggal Dunia Terus Bertambah, Capai 418 Orang
- Dirut Sritex Iwan Lukminto Klaim Uang Tunai Rp2 Miliar Disita Kejagung Adalah Tabungan Keluarga
- Viral Video Pria Pamer Senjata Api dan Mengaku dari Ring 1 Istana, Pelaku Diringkus Polisi
- KPK Cekal Mantan Wadirut BRI ke Luar Negeri Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan EDC
- Kejagung Periksa Pihak Google Terkait Penyidikan Dugaan Korupsi Laptop Chromebook
- Kemenag Siapkan Regulasi Terkait Tata Kelola Rumah Doa
Advertisement
Advertisement