Advertisement

Bukit Soeharto adalah Kawasan Konservasi, Ini Dampaknya jika Dijadikan Ibu Kota

Gloria Fransisca Katharina Lawi
Kamis, 09 Mei 2019 - 23:37 WIB
Abdul Hamied Razak
Bukit Soeharto adalah Kawasan Konservasi, Ini Dampaknya jika Dijadikan Ibu Kota Presiden Jokowi (kedua kiri), didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (kanan), dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung (ketiga kanan), mendengarkan penjelasan Menteri PPN/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (kedua kanan) saat mengunjungi Bukit Soeharto, di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Selasa (7/5/2019). - Setkab/Anggun

Advertisement

Harianjogja.com, SAMARINDA – Rencana pemindahan Ibu Kota, salah satunya ke Kalimantan Timur, tepatnya di Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kabupaten Kutai Kertanegara, akan memberi dampak ekologis bagi alam dan ketersediaan air baku.

Firdaus Ali dari Indonesian Water Institute mengatakan pemerintah masih melakukan kajian lebih mendalam atas tiga kandidat terkuat pemindahan Ibu Kota yakni; Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. 

Advertisement

Menurut Firdaus, ada beberapa dampak ekologis jika Kalimantan Timur melalui kawasan yang ditunjuk, yakni Taman Hutan Raya Bukit Soeharto menjadi ibu kota negara. Oleh sebab itu, akan lebih mudah untuk membangun ibu kota di Kalimantan Tengah. 

“Jika dipilih di Kaltim, khususnya Tahura Bukit Soeharto, tentu resiko lingkungan akan lebih besar ketimbang di Kalteng yakni Kabupaten Gunung Mas,” terang Firdaus saat dihubungi Bisnis, Kamis (9/5/2019).

Menurut Firdaus, Tahura Bukit Soeharto adalah kawasan konservasi dan merupakan area resapan air untuk Kota Samarinda, Kota Balikpapan, dan Kabupaten Kutai Kertanegara. Luas Tahura Bukit Soeharto berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 419/Menhut-II/2004 pada Oktober 2004 adalah 61.850 hektare.

Berdasarkan UU No. 5/1990, tahura adalah kawasan konservasi pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Oleh sebab itu, kawasan Tahura Bukit Soeharto juga adalah ekosistem hutan yang dilindungi, termasuk tumbuhan, satwa, sehingga berlokasi tak jauh dari pemukiman karena bisa menjadi area wisata.

Sementara, di Kalteng, Kabupaten Gunung Mas merupakan daerah daratan yang luas dari segi kegempaan juga sangat aman. Lokasi ini juga belum sepenuhnya akan berdampak pada Pegunungan Maratus yang membentang dari Kalsel, Kalteng, dan Kaltim.

“Kemudahan dalam membangun infrastruktur dan pembebasan lahan di Kalteng menjadi pertimbangan penting,” sambung Firdaus.

Menurut Firdaus Ali, masalah ekologis lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah risiko banjir yang akan mengancam Kota Samarinda, Balikpapan, dan Kutai Kertanegara.

Dia menilai, kawasan Tahura Bukit Soeharto juga mengalami kebakaran hutan dan juga pemicu banjir.

Sistem Air

Senada dengan Firdaus, pemerhati sosial dan lingkungan hidup dari The Nature Conservacy (TNC) Kaltim, Niel Makinuddin menyatakan Tahura Bukit Soeharto sebenarnya berfungsi secara hidrologis sebagai sistem air bagi Balikpapan, Samarinda, Kutai Kertanegara, sampai Penajam Paser Utara. 

Niel mengatakan Bukit Soeharto dialiri oleh tujuh daerah aliran sungai (DAS) yang bermuara pada tiga tempat yakni; Sungai Mahakam dan Sungai Loa Haur, DAS yang bermuara di Selat Makassar adalah Sungai Seluang, Tiram, Bangsal, Serayu, dan Salok Cempedak. Ketiga, adalah DAS yang bermuara di Teluk Balikpapan adalah Sungai Semoi.

“Bukit Soeharto ini sumbernya sumber air bersih di tiga wilayah Kaltim,” kata Niel.

Selain sumber air bersih, ekosistem keanekaragaman hayati di Tahura Bukit Soeharto juga bisa terancam. Asal tahu saja, kawasan ini sudah menjadi tempat rehabilitas bagi tanaman sejenis akasia, sengon, meranti, hingga mahang.

Untuk fauna di Bukit Soeharto, kawasan ini adalah ekosistem bagi orang utan, beruang madu, macan dahan, landak, owa-owa, trenggiling, rusa sambar, tupai, musang, cucak rawa, babi hutan, hingga biawak.

Oleh sebab itu, Niel mengusulkan jika Tahura Bukit Soeharto difokuskan sebagai kawasan wisata terpadu untuk pendidikan.

“Kalau harus dipaksakan di Bukit Soeharto, rasanya terlalu mahal harga kehilangan kekayaan hayati tumbuhan dan binatang serta jasa lingkungan,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Dukung Kelestarian Lingkungan, Pemda DIY Mulai Terapkan Program PBJ Berkelanjutan

Jogja
| Kamis, 28 Maret 2024, 16:17 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement