Advertisement
Setara Insitute Ungkap Alasan Kenapa Rekomendasi Ijtimak Ulama III Tak Perlu Dipatuhi
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA- Ketua Setara Institute Hendardi menilai produk Ijtima Ulama III merupakan pendapat sekumpulan elit politik yang mengatasnamakan ulama Indonesia. Tujuan mereka politik praktis dan jauh dari semangat memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan.
Hendardi juga menilai keputusan itu lebih merupakan ekspresi dari kelompok masyarakat dan bagian dari kritik terhadap penyelenggaraan Pemilu 2019, yang secara umum telah dilaksanakan dengan prinsip keadilan pemilu.
Advertisement
"Sebanyak lima butir keputusan itu bukanlah produk hukum melainkan produk kerja politik, sehingga tidak perlu dipatuhi oleh siapapun," kata Hendardi dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (3/5/2019).
"Jika pun terdapat berbagai kekurangan, pelanggaran, dan kekecewaan, maka semua itu diselesaikan melalui mekanisme demokratik yang tersedia," lanjut Hendardi.
Keputusan ijtimak ulama yang ditandatangani oleh KH Abdul Rasyid Abdullah Syafie, Ustaz Yusuf Muhammad Martak, Ustaz Zaitul Rasmin, Ustaz Slamet Maarif, KH Sobri Lubis, dan Ustaz Bachtiar Nashir itu semakin kehilangan legitimasinya, lebih menyerupai provokasi elite kepada publik untuk melakukan perlawanan dan mendelegitimasi kinerja penyelenggara pemilu.
"Sekalipun kebebasan berpendapat dan berkumpul ini dijamin oleh UUD Negara 1945, akan tetapi, jika keputusan itu memandu gerakan-gerakan nyata melakukan perlawanan atas produk kerja demokrasi melalui jalur-jalur melawan hukum, termasuk menggagalkan proses pemilu, maka aparat keamanan dapat mengambil tindakan hukum," kataHendardi.
Pegiat HAM ini menambahkan, dari lima butir keputusan Ijtima Ulama III, tampak terlihat inkonsistensi keputusan yang satu dengan lainnya.
Satu sisi mendorong BPN Prabowo-Sandi menempuh jalur legal-konstitusional, tetapi di sisi lain tanpa mau repot beracara di Mahkamah Konstitusi, meminta pasangan Jokow-Maruf didiskualifikasi dari proses kontestasi.
Hasil kesepakatan sejumlah elite ini hanya mempertegas praktik politisasi agama oleh sejumlah elite, seperti penggunaan argumen 'amar ma'ruf nahi munkar', penegakan hukum dengan cara syar'i sebagai cara membakar emosi umat.
"Sudah cukup bukti bahwa politisasi agama dan membakar emosi umat telah membuka jarak antarwarga dan memperkuat segregasi sosial di antara kita. Ini waktunya kita kembali menyatu dalam wadah Indonesia," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Layanan Haji Sangat Memuaskan, Yaqut: Berkat Diplomasi Jokowi dan Raja Salman
- Polisi Panggil Wakil Ketua KPK Alexander Marwata 11 Oktober 2024
- Kejagung Sita Dokumen saat Penggeledahan kantor KLHK Terkait Dugaan Korupsi Sawit
- Jokowi: Transisi Pemerintahan Akan Berjalan Baik
- Satgas Damai Cartenz Tangkap 2 Anggota KKB yang Tembak Warga Sipil dan TNI
Advertisement
Pameran Berbasis Arsip Enam Bulan dan Sekian PertemuanMulai Digelar
Advertisement
Patung Gajah Mada Diletakkan di Dasar Laut untuk Tarik Minat Wisatawan
Advertisement
Berita Populer
- Layanan Haji Sangat Memuaskan, Yaqut: Berkat Diplomasi Jokowi dan Raja Salman
- Menkominfo Budi Arie Klaim Telah Blokir 3,7 Juta Situs Judi Online
- Jokowi Dijadwalkan Resmikan Istana Negara di IKN Besok, 11 Oktober 2024
- Sandra Dewi Tiba di PN Jakpus untuk Jadi Saksi Harvey Moeis
- Kasus Perjalanan Dinas Fiktif, Polisi Sita 15 Barang Bermerek dari THL Sekwan DPRD Riau
- Alasan Sakit, Eks Gubernur Kaltim AFI Mangkir dari Panggilan KPK
- Terinspirasi Kekayaan Alam Nusantara, NusaSwarna Mencuri Perhatian di New York Fashion Week Spring/Summer 2025
Advertisement
Advertisement