Advertisement

LONG-FORM: Benefit Dana Desa Mandek di Kantong Elite

Hafiyyan & Fitri Sartina Dewi
Jum'at, 15 Februari 2019 - 16:55 WIB
Budi Cahyana
LONG-FORM: Benefit Dana Desa Mandek di Kantong Elite Warga berkendara di jalan yang dibangun mengunakan dana desa 2018, di Desa Laladon, Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/12/2018). - Antara/Yulius Satria Wijaya

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA--Sebagai ujung tombak pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, desa diberi kewenangan dan sumber dana yang memadai untuk dapat mengelola dan mengembangkan potensi yang dimiliki.

Setiap tahun pemerintah pun menggelontorkan alokasi anggaran yang besar untuk Program Dana Desa. Dalam kurun 4 tahun terakhir, Dana Desa yang telah disalurkan pemerintah mencapai Rp187 triliun.

Advertisement

Pada tahun ini, alokasi Dana Desa yang akan digelontorkan pemerintah sebesar Rp70 triliun, atau naik 16,6% dibandingkan dengan alokasi pada tahun sebelumnya yaitu Rp60 triliun. Dengan alokasi tersebut, setiap desa akan mendapatkan suntikan dana untuk pembangunan desa sekitar Rp700 juta hingga Rp4 miliar.

Tak hanya alokasi anggarannya yang meningkat, penyerapannya pun menunjukkan tren yang sama setiap tahunnya. Pada 2015 misalnya, penyerapan dana desa mencapai 82,72%, dan terus meningkat hingga menyentuh angka tertinggi yaitu 99,03% pada 2018.

Dana yang disalurkan untuk desa itu berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota. Adapun, prioritas penggunannya untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

Sementara itu, tujuan dari dilaksanakannya program tersebut antara lain untuk meningkatkan pelayanan publik di desa, mengentaskan kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan, dan memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

Dengan alokasi anggaran yang sangat besar, pemerintah pun benar-benar menaruh perhatian dalam penyaluran dan pemanfaataannya agar tepat sasaran. Sasaran strategis yang ingin dicapai dari kebijakan pembangunan perdesaan itu pun telah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015—2019.

Sasaran tersebut antara lain mengurangi jumlah desa tertinggal dari 26% menjadi 20% pada 2019. Selain itu, pemerintah juga ingin mengurangi desa tertinggal sampai 5.000 desa atau meningkatkan jumlah desa mandiri sedikitnya 2.000 desa.

Hingga akhir 2018, Presiden Jokowi mengklaim bahwa Program Dana Desa yang telah digulirkan sejak 2015 telah menunjukkan hasil yang positif. Menurutnya, selain infrastruktur desa yang semakin baik, Dana Desa diakuinya juga berhasil meningkatkan pendapatan per kapita di desa.

“Income per kapita di desa betul-betul naik, karena Dana Desa ini. Infrastruktur di desa juga kelihatan meloncatnya karena Dana Desa ini,” ujarnya.

Jokowi mengungkapkan, pelaksanaan Program Dana Desa memang membutuhkan anggaran yang besar, karena Indonesia memiliki setidaknya 74.000 desa yang tersebar di seluruh Tanah Air.

Meski penyerapan Dana Desa setiap tahunnya menunjukkan peningkatan, Kepala Negara menyatakan bahwa persoalan yang harus diperhatikan bukanlah tingginya penyerapan anggaran melainkan penyaluran yang tepat sasaran, dan bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk desa serta masyarakat.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, meski penyerapan Dana Desa terbilang sangat tinggi, anggaran tersebut belum sepenuhnya berhasil mengentaskan kemiskian dan mengangkat perekonomian masyarakat desa.

Menurutnya, keberhasilan Dana Desa tidak bisa diukur dari tingkat penyerapannya. Pasalnya, tujuan Dana Desa ialah pemberdayaan dan peningkatan kapasitas ekonomi masyarakat perdesaan.

“Namun, yang terjadi kalau ada kesenjangan, [Dana Desa] terdistribusi hanya di level elite,” tuturnya kepada Bisnis.

Apabila mengacu pada data makro, Enny mengatakan bahwa tingkat kemiskinan di perdesaan cenderung tidak berubah.

Komponen Kemiskinan

Dengan mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di perdesaan pada September 2018 mencapai 13,1%, atau turun tipis terhadap Maret 2018 sebesar 13,2%. Jumlah penduduk miskin itu berkurang menjadi 15,54 juta orang dibandingkan dengan sebelumnya 15,81 juta orang.

Menurut Enny, hal yang membuat miris ialah komponen makanan berkontribusi 73,54% terhadap garis kemiskinan. Di perkotaan, beras memberikan sumbangan 19,54% terhadap garis kemiskinan, sedangkan di perdesaan mencapai 25,51%.

“Padahal, logika umumnya beras dihasilkan di desa. Mengapa harganya bisa begitu mahal dan menekan bagi masyarakat desa?” imbuhnya.

Ada kemungkikan benefit penyaluran Dana Desa lebih banyak dirasakan oleh level elite, misalnya dalam pembangunan jalan. Hanya kontraktor yang merasakan tetesan Dana Desa, tetapi masyarakat desa secara keseluruhan tidak merasakan.

Berbeda halnya bila Dana Desa digunakan untuk aset produktif, seperti desa penghasil hortikultura dapat membuat makanan olahan singkong atau ketela. Semua masyarakat desa yang menghasilkan makanan itu akan ikut menikmati, sehingga Dana Desa terdistribusi lebih merata.

Di sisi lain, inflasi di perdesaan terus meningkat. Lagi-lagi, Enny menduga bahwa hal ini terjadi karena serapan Dana Desa yang hanya terkonsentrasi di level elite. “Karena distribusi hanya terkonsentrasi di level elite, memang [dana desa] terserap. Namun, yang menyerap hanya yang menerima tetesan tadi,” ujarnya.

Oleh karena itu, dia menyarankan adanya sistem pengelolaan dan pendistribusian Dana Desa, agar anggaran tersebut lebih tepat sasaran serta efektif dan efisien. Dengan demikian, keberhasilan penyerapan Dana Desa tidak ditentukan oleh oknum tertentu, tetapi oleh sistem yang baik.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Anwar Sanusi menyatakan bahwa meski diwarnai dengan sejumlah kendala dan tantangan, Dana Desa yang dijalankan sejak 2015 bisa dikatakan berhasil membuat sejumlah desa yang tadinya tertinggal menjadi naik kelas.

Dari hasil evaluasi selama 4 tahun pelaksanaan Program Dana Desa, Anwar mengungkapkan bahwa pemerintah telah berhasil melampaui target yang ditetapkan dalam RPJMN 2015—2019 untuk pengembangan perdesaan.

Hingga 2019, pemerintah menargetkan untuk mengentaskan setidaknya 5.000 desa yang tertinggal, tetapi sampai evaluasi tahun keempat realisasinya sudah jauh melampaui target yaitu mencapai 6.500 desa. Oleh sebab itu, pemerintah memperkirakan hingga 2019 bisa mengurangi sekitar 8.000 desa tertinggal.

Berkaitan dengan rencana pemerintah untuk menciptakan 2.000 desa mandiri, hingga akhir 2018 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mengklaim bahwa jumlah desa mandiri telah mencapai 2.600 desa.

Untuk memastikan bahwa penyaluran Dana Desa tepat sasaran, Anwar pun menegaskan bahwa setiap tahun pemerintah melakukan evaluasi terhadap program yang dijalankan.

Pada tahun kelima pelaksanaan program ini, dia mengungkapkan bahwa pemanfaatan Dana Desa akan lebih difokuskan untuk mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat daripada untuk pembangunan infrastruktur perdesaan.

Menurutnya, pengalihan fokus dilakukan karena pembangunan infrastruktur perdesaan yang telah dijalankan selama 4 tahun dinilai sudah signifikan.

Oleh sebab itu, pada tahun ini, pemanfaatan Dana Desa akan dikonsentrasikan untuk penguatan sumber daya manusia, dan kegiatan yang lebih produktif seperti Program Padat Karya Tunai (PDT).

Pemberdayaan BUMDes

Selain mendorong pemberdayaan masyarakat, Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo mengatakan, pemerintah juga akan lebih mendorong peran aktif dari BUMDes untuk menjadi penopang bagi perekonomian perdesaaan, dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa.

Pada 2017, jumlah BUMDes tercatat sekitar 45.000. Artinya, sekitar 61% desa di Indonesia telah memiliki BUMDes. Hingga akhir tahun ini, imbuhnya, pemerintah menargetkan jumlah BUMDes bisa mencapai sekitar 75.000, atau setiap desa memiliki BUMDes.

Selain mengawal agar penyaluran Dana Desa sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai pemerintah, dia menilai pengawasan secara ketat juga perlu dilakukan untuk memastikan tak ada kebocoran dalam proses penyaluran Dana Desa.

Untuk mencegah tindak penyimpangan, pemerintah pun telah berupaya menanamkan prinsip transaparansi dan meningkatkan sistem manajemen pengelolaan Dana Desa kepada seluruh perangkat desa.

Hal itu dilakukan dengan meminta setiap perangkat desa untuk menyampaikan informasi anggaran secara terbuka dan bisa diakses publik. Adapun, untuk meningkatkan manajemen pengelolaan keuangan, pemerintah akan terus mengoptimalkan peran pendamping desa.

Dia menuturkan pemerintah juga berupaya mengoptimalkan pengawasan dari inspektorat kabupaten atau daerah, dan memiliki tim investigatif untuk memeriksa adanya laporan atau indikasi penyelewengan Dana Desa.

Selain itu, pemerintah juga telah menjalin kerja sama dengan institusi terkait seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan aparat penegak hukum yaitu Kejaksaan dan Kepolisian untuk menjalankan proses hukum kepada perangkat desa atau pihak terkait lainnya yang telah terbukti melakukan penyelewengan dana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Harga Tiket KA Bandara YIA Hanya Rp20.000, Berikut Cara Memesannya

Jogja
| Jum'at, 29 Maret 2024, 00:17 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement