Advertisement
Penuh Kontroversi, Oesman Sapta Akhirnya Masuk DCT Pileg 2019

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA- Meski menuai kontroversi, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Oesman Sapta Odang (OSO) akhirnya masuk Daftar Calon Tetap (DCT) sebagai peserta kontestasi politik Pemilu Legislatif (Pileg) 2019.
Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang keluar setelah para komisioner menggelar rapat pleno sejak Rabu malam hingga Kamis (29/11/2018) dini hari itu ternyata tidak lahir begitu saja. OSO diputuskan masuk DCT dengan syarat tertentu.
Advertisement
Sebagaimana diperkirakan sebagian pengamat, keputusan tersebut mensyaratkan OSO menyerahkan surat pemberhentian dari kepengurusan partai politiknya setelah terpilih.
Senator asal Kalimntan Barat itu saat ini tercatat sebagai Ketua Umum DPP Partai Hanura, salah satu partai pengusung pasangan Capres Joko-Widodo-Ma’ruf Amin.
Apa yang menarik untuk disimak adalah bahwa keputusan KPU itu berlawanan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang pengurus parpol jadi caleg DPD.
Padahal, sebelumnya KPU memang mematuhi putusan MK dan menolak OSO ikut Pileg kalau tidak mundur dari pengurus parpol.
Akan tetapi, apa yang diputuskan KPU saat ini beririsan dengan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), lembaga tempat OSO juga melayangkan gugatannya.
PTUN membolehkan pengusaha tersebut masuk DCT karena menyebutkan putusan MK tak bisa berlaku surut. Alasannya, putusan MK keluar setelah proses pemilu berjalan.
Masuknya OSO dalam DCT memang menjadi fenomena tersendiri dalam sistem politik Indonesia. Apalagi, sebelumnya Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan OSO yang oleh KPU, sebelumnya dilarang ikut menjadi caleg DPD sebagaimana juga putusan MK.
Pakar Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin dengan tegas berpendapat putusan MK bersifat final dan mengikat. Sebagai putusan yang setara dengan undang-undang, ujarnya, putusan MA maupun PTUN dan KPU tidak boleh berlawanan dengan putusan MK.
“Putusan MK seharusnya tidak bisa diubah kecuali melalui perubahan konstitusi itu sendiri oleh MPR,” ujar Irman. Artinya, OSO tidak punya tiket untuk ikut Pileg 2019 karena menjabat sebagi ketua umum parpol.
Keputusan KPU terbaru tersebut sulit dipungkiri akan membuka ruang bagi masyaraat sipil untuk mempertanyakannya kalau tidak mau menggugat.
Akan tetapi, tentu saja OSO sudah mempertimbangkan semua langkah yang ditempuhnya.
Demikian juga dengan peluang dan hambatan di kemudian hari kalau Wakil Ketua MPR itu terpilih kembali menjadi Anggota DPD mewakili daerahnya.
Apapun yang bakal muncul pasca-putusan KPU tersebut, persoalan hukum dan politik akan tetap menarik untuk disimak. Apalagi ketika keduanya berbenturan saat menjelang Pileg 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Penerima Bansos Terlibat Judol, Wakil Ketua MPR: Layak Diganti
- Top Ten News Harianjogja.com, Sabtu 12 Juli 2025: Dari Tom Lembong Sampai Harganas
- Pangkas Birokrasi Federal, Donald Trump Pecat 1.300 Pegawai Departemen Luar Negeri
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
Advertisement

Jalan Trisik Penghubung Jembatan Pandansimo di Kulonprogo Rusak Berat Akibat Truk Tambang
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- BGN Minta Anggaran Makan Bergizi Gratis Ditambah Jadi Rp335 Triliun
- Polda Metro Jaya Targetkan Penyelidikan Kasus Kematian Diplomat Staf Kemenlu Rampung dalam Sepekan
- Hasil Penulisan Ulang Sejarah Bakal Diuji Publik 20 Juli 2025
- Tersangka Korupsi Minyak Mentah Riza Chalid Diduga Sudah Berada di Singapura, Kejagung Masukkan ke Daftar Cekal
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Jaksa Sebut Tom Lembong Tak Terima Uang, Tapi Kebijakannya Untungkan 10 Pihak
Advertisement
Advertisement