Advertisement
Keluarga Korban Lion Air JT610 Tunggu Hasil Penyelidikan Sebelum Minta Tanggung Jawab Boeing

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA — Pengacara salah satu keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 yang mengajukan gugatan ke Boeing Company masih mengumpulkan sejumlah data dan fakta terkait dengan penyebab jatuhnya pesawat itu di Teluk Karawang.
Kantor pengacara Legisperitus Lawyers bersama dengan The Aviation Team dari sebuah kantor pengacara di London, Inggris, yakni Ashfords LLP, menyebut ada indikasi kesalahan pihak produsen dalam kecelakaan yang menewaskan seluruh penumpang pesawat tersebut.
Advertisement
"Ada satu keluarga korban yang mengajukan gugatan kepada Boeing. Kenapa mereka ajukan gugatan sementara sudah ada ganti rugi dari pemerintah dan maskapai yang jumlahnya Rp1,25 miliar plus Rp50 juta? Karena ada indikasi kesalahan dari pihak produsen pesawat, yaitu Boeing," ujar Marini Sulaeman selaku Managing Partner di Jakarta, seperti dikutip Bisnis Indonesia, jaringan Harianjogja.com, Rabu (21/11/2018).
Menurutnya, masih terbuka kemungkinan bagi keluarga korban untuk mengajukan gugatan ke pihak-pihak yang terlibat, baik itu pihak maskapai, orang-orang yang dipekerjakan pihak maskapai, atau produsen (manufaktur) pesawat yakni Boeing Company.
Sudah ada beberapa keluarga korban yang telah berkonsultasi, hanya saja Legisperitus mengaku tidak mau terburu buru. Mereka menjelaskan masih ada batas waktu dua tahun sejak terjadinya kecelakaan, yang merupakan batas akhir (daluarsa) pengajuan gugatan ke pengadilan di Amerika Serikat.
"Jadi kami tidak terburu buru. Kami berusaha mengumpulkan fakta-fakta lebih lengkap lagi dan menunggu investigasi akhir KNKT [Komite Nasional Keselamatan Transportasi] yang pada akhir November akan diumumkan," lanjut Marini.
Sementara itu, bagi keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air JT610, bukan hanya mendapatkan kompensasi dari pemerintah dan pihak maskapai yang sifatnya wajib, akan tetapi juga masih terbuka opsi bagi mereka jika memang ada kesalahan dari pihak maskapai. Hal inilah yang menurut Marini jarang diketahui keluarga korban jatuhnya pesawat.
Sementara itu pengacara The Aviation Team, Jim Morris mengungkapkan pada saat ini ia belum benar-benar mengetahui apa yang menjadi penyebab jatuhnya pesawat Lion Air JT610. "Jadi, kami tidak bisa mengatakan apa yang menjadi kesalahan sehingga terjadi kecelakaan. Namun, hal yang bisa kami katakan adalah pesawat tersebut kehilangan kendali" ujarnya.
Bagaimanapun, lanjut Jim, pihaknya akan mengumpulkan setiap informasi yang berkaitan dengan kecelakaan pesawat dalam upaya hukum yang sedang dilakukan. Walaupun, terkadang dalam investigasi kecelakaan pesawat, tidak selalu bisa ditemukan penyebab utamanya.
Sejauh ini, pihak keluarga korban yang berkonsultasi dengan Legisperitus Lawyers masih mempertimbangkan beberapa hal terkait dengan upaya hukum. Pertama, waktu yang masih panjang; kedua, ingin mendapatkan informasi lebih detail; dan ketiga, pertimbangan langkah hukum.
"Ada opsi selain menggugat, yaitu korespondesi langsung dengan pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban," ujarnya.
Ini artinya penyelesaian dilakukan nonligitasi, atau di luar pengadilan. Tidak ada pihak yang nantinya diputuskan bersalah. Yang terjadi adalah win-win solution.
Sementara itu, Jim Morris menambahkan jarang dalam kasus seperti ini bisa sampai ke pengadilan. "Biasanya, dari yang sudah-sudah jarang sampai ke pengadilan karena sudah diambil langkah damai," jelas Jim.
Pesawat Lion Air nomor penerbangan JT 610 tipe Boeing 737 Max 8 registrasi PK-LQP jatuh di perairan Tanjung Pakis, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, pada 29 Oktober setelah dilaporkan hilang kontak. Pesawat yang terbang dari Bandara Soekarno-Hatta (Banten) menuju Bandara Depati Amir Pangkalpinang (Bangka Belitung) itu membawa 189 orang, yang terdiri atas penumpang dan awak pesawat. Semua orang yang ada di dalam pesawat meninggal dunia.
Sebelumnya, Ketua Komunitas Konsumen Indonesia David Tobing mengatakan, jika mengacu Permenhub No.77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, ahli waris atau keluarga korban memang masih terbuka kemungkinan menggugat walaupun sudah menerima tanggung jawab dari pengangkut sebesar Rp1,25 miliar. “Nyawa tidak dapat dibeli. Nyawa tidak bisa dilabeli harga. Kita sepakat nyawa manusia tidak ternilai harganya. Namun dalam hubungan penumpang dan pengangkut, risiko kecelakaan pesawat yang mengakibatkan hilangnya nyawa sangat mungkin terjadi,” kata David kepada Harian Jogja, Jumat (16/11/2018).
Kasus jatuhnya Lion Air di perairan utara Karawang, telah bergulir hingga ke meja hijau di Amerika Serikat. Pengacara Curtis Miner dari Kantor Firma Hukum Colson Hicks Eidson yang berkedudukan di Florida, AS, dalam pers rilisnya, Kamis (15/11/2018), mengaku telah engajukan gugatan terhadap Boeing Company di Pengadilan Circuit, Cook County, Illinois, Amerika Serikat, tempat kedudukan hukum perusahaan Boeing. Gugatan diajukan atas nama orang tua dari dokter Rio Nanda Pratama.
Pratama adalah dokter yang menjadi salah satu korban meninggal dunia dalam tragedi pesawat Lion Air PK-LQP/JT610 Jakarta-Pangkal Pinang, 29 Oktober 2018. Saat penerbangan itu, ia dalam perjalanan pulang dari mengikuti seminar selama tiga hari di Jakarta. Dokter muda itu berencana menikah tiga belas hari kemudian pada 11 November 2018.
Curtis Miner menyatakan sesuai perjanjian internasional, badan penyelidik dari Indonesia dilarang menentukan siapa yang bertanggung jawab atau siapa yang bersalah. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), kata dia, hanya diperbolehkan menyelidiki penyebab kecelakaan dan membuat rekomendasi keselamatan untuk industri penerbangan di masa depan. "Inilah sebabnya mengapa tindakan hukum atas nama keluarga korban harus dilakukan," ujar Curtis Miner.
Dia menegaskan, investigasi oleh lembaga pemerintah biasanya tidak akan memutuskan siapa yang bersalah dan tidak menyediakan ganti rugi yang adil kepada para keluarga korban. “Ini pentingnya gugatan perdata dalam tragedi seperti ini," ujarnya.
Firma hukum Colson Hicks Eidson telah menangani puluhan kecelakaan penerbangan yang terjadi di seluruh dunia atas nama ahli waris penumpang selama hampir setengah abad. Firma ini telah menyelesaikan sejumlah kasus kecelakaan pesawat yang terjadi sebelumnya di Indonesia, seperti kasus Garuda Indonesia GA152 (29 September 1997), kasus Adam Air KI-574 (1 Januari 2007), dan kasus Lion Air JT583 yang mendarat darurat di Bandara Adi Soemarmo Solo, pada 30 November 2004.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Soal Serangan Udara Israel ke Suriah, AS Bantah Terlibat
- Profil Wakil Bupati Garut Luthfianisa Putri Karlina yang Hari Ini Menikah dengan Anak Pertama Dedi Mulyadi
- Siap-siap, Indonesia akan Dibanjiri Produk AS, Usai Trump Berlakukan Tarif Impor 19 Persen
- Syarat dan Cara Mendaftar Beasiswa Unggulan 2025
- Kepala BNN Larang Anggotanya Tangkap Pengguna Narkoba
Advertisement
Advertisement

Berwisata di Tengah Bediding Saat Udara Dingin, Ini Tips Agar Tetap Sehat
Advertisement
Berita Populer
- 11 Korban Kapal Karam di Selat Sipora Ditemukan Dalam Kondisi Selamat
- DPR Desak Pemerintah Tuntaskan Kasus Beras Oplosan
- Diguncang Gempa Magnitudo 5,2, Sebanyak 38 Rumah Warga Poso Rusak
- Peluncuran Program Koperasi Desa Merah Putih Diundur
- Kejagung Jemput Paksa Konsultan Pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek
- Gempa Lombok M4,5 Terasa hingga Bali, Kedalaman 12 Km
- Polisi Bandara Soetta Tangkap Terduga Pelaku Pelecehan Penumpang Citilink
Advertisement
Advertisement