Advertisement
Bank Dunia: Data BPS Lebih Relevan untuk Mengukur Kemiskinan di Indonesia

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Bank Dunia menyatakan garis kemiskinan (GK) yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) lebih relevan untuk mengukur tingkat kemiskinan nasional Indonesia.
Dalam lembar fakta bertajuk “The World Bank’s Updated Global Poverty Lines: Indonesia”, dikutip di Jakarta, Senin, Bank Dunia menjelaskan bahwa garis kemiskinan nasional tetap menjadi yang paling tepat untuk menjadi acuan pengambilan kebijakan suatu negara.
Advertisement
Sementara data yang dirilis Bank Dunia merupakan pengukuran internasional yang bertujuan untuk menjadi tolok ukur dalam memantau kondisi kemiskinan global serta membandingkan kondisi kemiskinan satu negara dengan negara lainnya.
Perbedaan itu pun bersifat intensional. Bank Dunia sengaja menggunakan pendekatan pengukuran yang berbeda dengan pendekatan pemerintah tiap negara, mengingat perbedaan tujuan dari kedua pengukuran.
“Garis kemiskinan nasional disusun oleh pemerintah dan disesuaikan untuk konteks spesifik suatu negara. Data tersebut digunakan untuk pengambilan kebijakan pada tingkat nasional, seperti dukungan terhadap kelompok miskin,” tulis Bank Dunia.
Bank Dunia mengaku menggunakan data yang sama dengan Pemerintah Indonesia dalam mengukur garis kemiskinan, yakni hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh BPS. Namun, meski menggunakan data yang sama, metode perhitungan yang dilakukan berbeda.
Dalam mengukur garis kemiskinan, Bank Dunia mempertimbangkan perbedaan harga dari tiga aspek, yakni perubahan waktu, perbedaan wilayah, dan perbedaan biaya hidup antarnegara atau Purchasing Power Parity (PPP).
Sedangkan metode pengukuran nasional oleh BPS tidak mempertimbangkan penyesuaian harga dari waktu ke waktu maupun menggunakan PPP, mengingat tujuannya bersifat nasional. Aspek perbedaan wilayah pun menggunakan pendekatan yang berbeda dengan Bank Dunia.
Terkait perubahan persentase penduduk miskin Indonesia, Bank Dunia menjelaskan pergeseran itu disebabkan oleh meningkatnya ambang batas kelompok tidak miskin dalam standar global. Artinya, peningkatan garis kemiskinan tidak serta-merta berarti bertambahnya jumlah penduduk miskin, namun lebih tepat dikatakan bahwa standar hidup layak yang meningkat.
Bank Dunia pun mengingatkan bahwa Indonesia baru naik kelas dari negara berpendapatan menengah bawah (Low and Middle Income Countries/LMIC) menjadi negara berpendapatan menengah atas (Upper Middle Income Country/UMIC).
Bila di kategori LMIC posisi Indonesia mendekati ambang batas atas, posisi Indonesia di kategori UMIC kini berada mendekati ambang batas bawah.
Pendapatan nasional bruto (GDI) per kapita Indonesia yakni sebesar 4.870 dolar AS pada 2023. Sedangkan batas atas kategori UMIC adalah 14.005 dolar AS, hampir tiga kali lipat dari GDI Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Jadwal KRL Solo-Jogja, Paling Pagi dari Stasiun Palur Pukul 05.00 WIB
- UMKM dengan Omzet di Bawah Rp500 Juta Per Tahun Tak Kena Pajak
- Veto Amerika Serikat di DK PBB Soal Gaza Dikecam Malaysia
- Tambahan Anggaran Kemensos Rp4 Triliun Diajukan untuk Sekolah Rakyat dan Bansos
- Marak Keracunan Menu MBG, Istana Bakal Beri Sanksi SPPG
Advertisement

Jadwal DAMRI ke Bandara YIA Hari Ini, Jogja-Purworejo-Kebumen
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Dosen FH Unissula Diskorsing Karena Diduga Jadi Pelaku Kekerasan
- Gunakan BLT untuk Judol, 49 Rekening KPM di Tulungagung Dibekukan
- Algoth: Rangkap Jabatan Tak Perlu Dipersoalkan
- Ledakan di Gaza Selatan, 4 Tentara Israel Dilaporkan Tewas
- Oknum Kemenang Minta Uang Secara Berjenjang di Kasus Korupsi Kuota Haji
- Korupsi Pencairan Kredit BPR Kudus, KPK Sita Rp12,8 Milia dan Tanah
- Modus Korupsi di BPR Bank Jepara Artha, Bermula dari Kredit Macet
Advertisement
Advertisement