Advertisement

Modus Korupsi di BPR Bank Jepara Artha, Bermula dari Kredit Macet

Newswire
Jum'at, 19 September 2025 - 12:07 WIB
Ujang Hasanudin
Modus Korupsi di BPR Bank Jepara Artha, Bermula dari Kredit Macet Kantor BPR Jepara Artha (Perseroda). - Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA - Kasus dugaan korupsi dalam pencairan kredit usaha pada PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda) tahun 2022-2024 berawal dari kredit macet dua grup debitur yang dicairkan melalui 26 debitur.

“Sebagai jalan keluar dari permasalahan tersebut, sekitar awal 2022, JH selaku Direktur Utama BPR Bank Jepara Artha bersepakat dengan MIA selaku Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang untuk mencairkan kredit fiktif yang penggunaannya sebagian digunakan oleh manajemen BPR untuk memperbaiki performa kredit macet dengan membayar angsuran dan pelunasan,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9) malam.

Advertisement

Selain itu, kata Asep, pencairan kredit fiktif tersebut sebagian digunakan untuk MIA sebagai pengganti jumlah nominal kredit yang dipakai BPR Bank Jepara Artha.

“Saudara JH menjanjikan penggantian berupa penyerahan agunan kredit yang kreditnya dilunasi dengan menggunakan dana kredit fiktif kepada MIA,” katanya.

Setelah itu, selama periode April 2022-Juli 2023, BPR Bank Jepara Artha mencairkan 40 kredit fiktif senilai Rp263,6 miliar kepada debitur yang identitasnya digunakan oleh MIA.

BACA JUGA: Cegah Praktik Korupsi, KPK Sasar Istri dan Keluarga Pejabat di Kulonprogo

Kredit dicairkan tanpa dasar analisa yang sesuai dengan kondisi debitur yang sebenarnya. Misalnya, berprofesi sebagai pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan, ojek daring (ojol), pengangguran yang dibuat seolah-olah layak mendapatkan kredit sebesar rata-rata Rp7 miliar per debitur.

Sebanyak 40 debitur yang profilnya tidak layak mendapatkan kredit tersebut mau dipinjam nama dengan dijanjikan biaya kompensasi rata-rata Rp100 juta per debitur.

Asep menjelaskan para tersangka kemudian menyiapkan rekening koran fiktif hingga foto usaha milik orang lain, sehingga seolah-olah layak dalam analisa berkas kredit di BPR Bank Jepara Artha.

Pada saat penandatanganan kredit 40 debitur yang sebagian besar dilakukan di Semarang dan Klaten, Jawa Tengah, pencairan kredit dilakukan tanpa ada proses peninjauan ulang terhadap kelengkapan kredit, terutama dalam hal pengikatan agunan atau hak tanggungan.

Selama periode April 2022-Juli 2023, telah direalisasikan pencairan kredit dengan total nilai Rp263,5 miliar yang kemudian digunakan untuk biaya provisi sebesar Rp2,7 miliar, biaya premi asuransi ke Jamkrida sebesar Rp2,06 miliar dan ada biaya yang diambil JH sebesar Rp206 juta, kemudian biaya notaris sebesar Rp10 miliar dan ada biaya diambil IN sebesar Rp275 juta serta AN sebanyak Rp93 juta.

Berikutnya biaya kompensasi kepada 40 debitur fiktif sebesar Rp4,85 miliar, sebesar Rp95,2 miliar digunakan oleh JH atau manajemen BPR Bank Jepara Artha untuk memperbaiki performa kredit macet hingga digunakan untuk membeli satu unit kendaraan roda empat dan mengambil Rp1 miliar.

Terakhir, Rp150,4 miliar digunakan MIA untuk membeli tanah yang digunakan sebagai agunan 40 debitur fiktif sebanyak Rp60 miliar, kemudian Rp70 miliar untuk membeli aset pribadi, dan sisanya hanya diputarkan olehnya di rekening pribadi maupun perusahaannya.

“Terhadap realisasi kredit fiktif tersebut, MIA memberikan sejumlah uang kepada tersangka BPR Bank Jepara Artha, yakni JH sebesar Rp2,6 miliar, IN sebesar Rp793 juta, AN sebesar Rp637 juta, dan AS sebesar Rp282 juta. Kemudian ada uang umrah untuk JH, IN, dan AN sebesar Rp300 juta.

“Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,” kata Asep.

Sebelumnya, pada 24 September 2024, KPK telah memulai penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pencairan kredit usaha pada BPR Bank Jepara Artha tahun 2022–2024.

Dalam perkara itu, penyidik KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, namun nama dan jabatan para tersangka belum dapat disampaikan karena penyidikan yang sedang berjalan.

Penyidik KPK selanjutnya pada 26 September 2024, mengeluarkan surat larangan bepergian ke luar negeri terhadap lima orang warga negara Indonesia berinisial JH, IN, AN, AS, dan MIA.

Larangan bepergian keluar negeri tersebut dilakukan oleh penyidik karena keberadaan yang bersangkutan di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka penyidikan kasus tersebut.

Pada 18 September 2025, KPK mengumumkan sekaligus menahan kelima tersangka yang pada waktu perkara menjabat sebagai berikut, Direktur Utama BPR Bank Jepara Artha Jhendik Handoko (JH), Direktur Bisnis dan Operasional BPR Bank Jepara Artha Iwan Nursusetyo (IN), Kepala Divisi Bisnis, Literasi dan Inklusi Keuangan BPR Bank Jepara Artha Ahmad Nasir (AN), Kepala Bagian Kredit BPR Bank Jepara Artha Ariyanto Sulistiyono (AS), serta Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang Mohammad Ibrahim Al’Asyari (MIA).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Damkarmat Bantul Tangani 140 Kejadian Kebakaran hingga September 2025

Damkarmat Bantul Tangani 140 Kejadian Kebakaran hingga September 2025

Bantul
| Jum'at, 19 September 2025, 12:37 WIB

Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja

Wisata
| Jum'at, 12 September 2025, 21:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement