Advertisement

Masyarakat Adat Hidup dalam Ketidakpastian

Sirojul Khafid
Rabu, 14 Agustus 2024 - 09:27 WIB
Sunartono
Masyarakat Adat Hidup dalam Ketidakpastian Foto ilustrasi masyarakat adat Badui. - Antara.

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Masyarakat adat di Indonesia belum mendapatkan kepastian, terutama dalam pengelolaan hutan. Pengelolaan hutan yang dianggap sebagai haknya masih minim pengakuan dan perlindungan.

Bertepatan dengan Hari Peringatan Masyarakat Adat Internasional yang bertepatan pada 9 Agustus lalu, menjadi momen yang baik untuk merefleksikan kondisi masyarakat adat. Setidaknya ada dua kekhawatiran masyarakat adat tentang hutan, apabila tidak terkena penggusuran, maka bisa saja konsesi perusahaan mengambil alih pengelolaan hutan adat.

Advertisement

BACA JUGA : Jelang Panen Tembakau, Petani Temanggung Gelar Ruwat Rigen

Dalam laporan Mongabay, terjadi sederetan kasus penggusuran wilayah adat, baik di pemukiman, kebun, lahan pertanian, maupun hutan adat. Sementara saat perusahaan mendapat izin mengelola kawasan hutan adat, maka masyarakat adat juga akan tersingkir.

Kasus belum lama ini terjadi pada masyarakat adat di Pemaluan, yang menjadi kawasan Ibukota Negara Nusantara (IKN). Masyarakat mendapat batas waktu dari Otoritas IKN untuk merobohkan rumah-rumah mereka. Otoritas IKN menyatakan keberadaan mereka tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) IKN.

Sepanjang 2023, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat setidaknya terdapat 2.578.073 hektar wilayah adat terampas oleh negara dan korporasi. Sebagian besar penguasaan wilayah adat disertai kekerasan dan kriminalisasi. Pada 2023, ada 247 orang korban, 204 orang luka-luka, satu orang ditembak sampai tewas, serta sekitar 100 rumah warga adat hancur karena dianggap mendiami kawasan konservasi.

“Sejak negara ini merdeka, masyarakat ada itu terus berada di suatu situasi ketakutan karena ruang hidup mereka dirampas negara dan korporasi atas nama investasi dan konservasi,” kata Erasmus Cahyadi dari AMAN, pada pertengahan Maret lalu.

Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Kasmita Widodo, mengatakan terdapat kesenjangan yang lebar antara capaian penetapan wilayah atau hutan adat oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Padahal sejak 2014, Presiden Joko Widodo berjanji akan mengalokasikan penguasaan lahan kepada rakyat seluas 12,7 juta hektar dan reforma agraria seluas 5 juta hektar.

Data-data dari BRWA menunjukkan janji itu belum tercapai hingga saat ini. Kasmita menganggap KLHK harus segera berupaya mempercepat verifikasi hutan adat yang sudah diusulkan. “Sebenarnya, sudah cukup banyak data-data usulan hutan adat masuk ke KLHK, namun belum cepat ditindaklanjuti untuk proses verifikasi hutan adat di daerah,” kata Kasmita.

Penjaga Kelestarian Alam

Dalam skala global, masyarakat adat memiliki atau menggunakan seperempat lahan dunia. Meski hanya seperempat lahan dunia, masyarakat adat melindungi 80% dari keanekaragaman hayati yang tersisa.

Di saat banyak kampanye tentang pengelolaan sumber daya di Bumi yang berkelanjutan, masyarakat adat sudah menerapkannya sejak dahulu. Sebuah makalah yang diterbitkan Current Biology mengamati hutan tropis di seluruh Asia, Afrika, dan Amerika, menyatakan bahwa hutan yang terletak di tanah adat yang dilindungi merupakan yang paling sehat, berfungsi paling tinggi, paling beragam, dan paling tangguh secara ekologis.

BACA JUGA : Jelang HUT ke-193, Pemkab Bantul Gelar Prosesi Jamsan Pusaka di Rumah Dinas Bupati

Makalah tahun 2019 dalam Ilmu dan Kebijakan Lingkungan menganalisis lebih dari 15.000 area di Kanada, Brazil, dan Australia. Penelitian menemukan bahwa jumlah burung, mamalia, amfibi, dan reptil cukup tinggi di lahan yang dikelola atau dikelola bersama oleh masyarakat adat.

"Ini menunjukkan bahwa praktik pengelolaan lahan dari banyak komunitas adat yang menjaga jumlah spesies tetap tinggi," kata penulis utama penelitian tersebut, Richard Schuster.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

29 Acara Disiapkan untuk Peringatan Hari Jadi, Begini Sejarah Terbentuknya Gunungkidul

Gunungkidul
| Kamis, 19 September 2024, 17:07 WIB

Advertisement

alt

Mie Kangkung Belacan Jadi Primadona Wisata Kuliner Medan

Wisata
| Selasa, 17 September 2024, 22:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement