Advertisement
AS dan Sekutunya Prihatin dengan Kekerasan di Myanmar

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA— Amerika Serikat dan sekutu lainnya menyatakan keprihatinan atas meningkatnya kekerasan di Myanmar akhir-akhir ini. Pernyataan bersama negara tersebut dirilis pada Jumat (24/5/2024).
Departemen Luar Negeri Kanada menyebut Australia, Kanada, Uni Eropa, Korea Selatan, Selandia Baru, Norwegia, Swiss, Inggris, dan Amerika Serikat, sangat prihatin dengan peningkatan konflik di Myanmar dan khususnya dampak yang diderita oleh warga sipil.
Advertisement
BACA JUGA: Konvoi Bawa Celurit dan Tongkat Golf, Empat Remaja Ditangkap Polisi
Peningkatan konflik, menurut negara-negara tersebut, memperburuk dan merusak hak asasi manusia serta memperparah krisis kemanusiaan di seluruh negeri Myanmar.
Pada Kamis (23/5), Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan Mekanisme Investigasi Independen untuk Myanmar memantau dengan saksama eskalasi konflik di Negara Bagian Rakhine, pesisir barat Myanmar.
Pemantauan itu dijalankan PBB untuk menilai apakah kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan selama konflik di negara itu.
Dalam pernyataan bersama mereka, negara-negara tersebut mengungkapkan keprihatinan mereka atas dugaan pembatasan pengiriman bantuan kemanusiaan dan meningkatnya jumlah korban sipil yang terbunuh oleh ranjau darat.
Selain itu kekhawatiran mereka terkait penerapan peraturan perundang-undangan 2010 oleh pemerintah militer, yang mereka yakini bertujuan untuk memecah belah masyarakat dan memicu kekerasan berbasis etnis di negara tersebut.
Menurut pernyataan itu, mereka menuntut harus adanya akuntabilitas atas kekejaman yang dilakukan di Myanmar.
Selain itu, negara-negara harus mencegah atau menghentikan aliran senjata atau peralatan militer dan bahan kegunaan ganda, termasuk bahan bakar penerbangan ke militer Myanmar.
Pada Februari 2021, militer merebut kekuasaan di Myanmar menggunakan mekanisme konstitusional untuk pengalihan kekuasaan dalam situasi darurat.
Mereka menangkap pejabat pemerintah, menuduh mereka melakukan kecurangan dalam pemilihan umum, dan kemudian menunjuk pemerintahan baru.
Namun, pengambilalihan militer memicu kerusuhan sipil besar-besaran yang mengakibatkan perlawanan bersenjata meluas.
Pihak oposisi membentuk pemerintahan alternatif bawah tanah yang terdiri dari persatuan nasional.
Oposisi tersebut mencakup mantan anggota partai terkemuka Liga Nasional untuk Demokrasi serta perwakilan kekuatan politik etnis yang menyerukan konfrontasi aktif dengan pemerintah militer.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Arus Mudik Tahun Ini Dinilai Paling Lancar dalam 25 Tahun Terakhir
- Gibran Ajak Anak-Anak Panti Asuhan di Solo Berbelanja Baju Lebaran
- Emak-Emak Naik Motor Nekat Ingin Masuk Tol Joglo di Prambanan
- Jumlah Pemudik dari DKI Jakarta Menurun, Begini Penjelasan Bang Doel
- BNPB Kirim 53 Personel ke Myanmar Bantu Evakuasi Korban Gempa
Advertisement

Anggota Kepolisian Polda DIY Terlibat Laka Lantas hingga Meninggal di Jalan Baru Gading Gunungkidul
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Pramono Teken Pergub Soal Pasukan Oranye, Ini yang Berubah
- Jumlah Peserta Salat Id KBRI Tokyo Meningkat, Gambaran Jumlah WNI di Jepang Ikut Bertambah
- Paus Buka Jalan Tiga Orang Jadi Santo, Salah Satunya dari Papua
- Ingin Berwisata di Hari Kedua Lebaran, Simak Prakiraan Cuaca BMKG Hari Ini
- Diancam Dibombardir Donal Trump, Begini Sikap Pemerintah Iran
- Korban Meninggal Akibat Pohon Tumbang di Lokasi Salat Id Bertambah
- Korban Meninggal Dunia Gempa Myanmar Capai 2.000 Orang
Advertisement
Advertisement