Advertisement
Fenomena Crazy Rich-Serangan Siber, OJK: Bikin Resah
Ilustrasi flexing atau pamer harta yang dilakukan para crazy rich di media sosial - Freepik
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti fenomena orang kaya alias para crazy rich hingga serangan siber yang semakin meresahkan. Keduanya dinilai menjadi tantangan di industri jasa keuangan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan bahwa data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan terdapat lebih dari 700 juta kali serangan siber pada 2022 yang didominasi oleh ransomware dan malware.
Advertisement
BACA JUGA: Crazy Rich Bermunculan Bikin Warga Ikut-ikutan Berinvestasi Meski Ilegal
Bukan hanya itu, wanita yang akrab disapa Kiki itu juga menyatakan terdapat peningkatan eksposur terhadap berbagai penipuan yang berkedok pinjaman maupun investasi.
“Termasuk munculnya fenomena crazy rich-crazy rich yang sangat meresahkan, karena ini membuat masyarakat mudah masuk ke iming-iming atau jebakan-jebakan yang dibuat yang dibuat untuk menunjukkan crazy rich,” kata Kiki dalam acara bertajuk Indonesian Financial Literacy Conference 2023di Jakarta, Jumat (21/7/2023).
Di samping itu, Kiki menyebut bahwa hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan masih adanya gap antara tingkat literasi dan tingkat inklusi di Indonesia, yakni 49,68 persen untuk literasi dan 85,10 persen untuk inklusi.
“Artinya, masih ada gap antara orang yang menggunakan produk layanan jasa keuangan, tetapi belum terlalu terliterasi dengan produk dan jasa keuangan yang digunakan,” terangnya.
Di samping itu, OJK juga menyoroti adanya gap antara literasi dan inklusi antar daerah yang belum merata yang menjadi tugas bersama untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di berbagai daerah.
Kiki menuturkan bahwa saat ini masih terdapat 14 provinsi dengan indeks literasi keuangan yang di bawah rata-rata nasional. Serta, masih ada 15 provinsi dengan indeks inklusi keuangan di bawah rata-rata nasional
“Selain itu, masih ada gap antara literasi dan inklusi keuangan digital masyarakat. Sekarang, literasi keuangan digital mencapai 41 persen, sedangkan inklusi sudah mencapai 55,82 persen,” lanjutnya.
Meski demikian, Kiki menekankan bahwa OJK berkomitmen untuk terus mendorong perkembangan perekonomian digital, khususnya melalui pengembangan keuangan digital yang inklusif dan mengutamakan pelindungan konsumen dan masyarakat.
“Ke depan, digitalisasi di sektor jasa keuangan akan semakin kami perkuat, khususnya dengan adanya UU PPSK yang memberikan amanat baru kepada OJK terkait dengan pengawasan inovasi teknologi sektor keuangan,” tutup Kiki.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Imbas Shutdown, Dana Perumahan Militer AS Dialihkan untuk Gaji Tentara
- Soal Ritel Besar, Kemenko PM Susun Pemerataan Rantai Bisnis yang Adil
- Rumah Tua di Kawasan Pecinan Semarang Kubur 5 Panghuninya, 1 Orang MD
- Wabah Flu Burung Jerman Berpotensi Menyebar ke Negara Tetangga Eropa
- Diguyur Hujan Deras, Semarang Kembali Banjir
Advertisement
Buruh di DIY Tuntut UMP Naik 50 Persen dan Hapus Sistem Kontrak
Advertisement
Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia
Advertisement
Berita Populer
- Sinau Pancasila Diperluas, Eko Suwanto Dorong Akses Pendidikan
- Dana Desa Bantul 2026 Turun Rp18 Miliar Dibandingkan Tahun Lalu
- YouTube Perbarui Kebijakan Kekerasan Grafis di Gim, Ini Tujuannya
- Banjir di Semarang, KAI Batalkan 16 Perjalanan KA, Ini Daftarnya
- Film Zombie Indonesia Abadi Nan Jaya Puncaki Netflix Global
- Kades Randusari Lunasi Utang Gadai TKD, Warga Tetap Ajukan Gugatan
- Kemnaker Buka 80.000 Kuota Magang Nasional Tahap 2
Advertisement
Advertisement



