Advertisement
PB IDI Siap Ajukan Juducial Review UU Kesehatan ke MK

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA–Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) akan mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengesahan UU Kesehatan. IDI menilai, terdapat sejumlah poin krusial yang terdapat dalam UU tersebut untuk kembali diperdebatkan.
Salah satunya adalah penghapusan mandatory spending yang tidak sesuai amanah Abuja Declaration WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan TAP MPR RI X/MPR/2021 yaitu menganjurkan minimal 20 persen dari APBN.
Advertisement
BACA JUGA: UU Kesehatan Disahkan DPR RI, Ini yang Disoroti Jokowi
“Atas dasar kajian yang sudah kami lakukan berkaitan dengan unprosedural proses, substansi yang belum mencerminkan kepentingan kesehatan rakyat, maka kami dari IDI bersama 4 organisasi profesi akan menyiapkan uoata hukum melalui judicial review melalui MK,” ujar Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi saat dihubungi JIBI, Rabu (12/7/2023).
selain itu, dia mengatakan asosiasi juga terus melakukan cawe-cawe kepada masyarakat agar makin peduli dengan dampak yang dihasilkan melalui disahkannya UU Kesehatan.
“Kami juga akan mengerahkan seluruh potensi yang ada di seluruh cabang wilayah untuk menjadi pengawas pelaksanaan UU Kesehatan ini supaya bisa mencerminakn kepentingan kesehatan rakyat, kami akan selalu bersama rakyat untuk perbaikan di sektor kesehatan,” imbuhnya.
BACA JUGA: Dana Wajib Kesehatan Hilang dari UU Kesehatan, Ini Komentar IDI
Adib pun mengamini bahwa langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang mengesahkan Rancangan Undang-undang Kesehatan (RUU Kesehatan) menjadi undang-undang pada rapat paripurna ke-29 masa sidang V tahun 2022-2023, Selasa (11/7/2023) merupakan sejarah kelam di dunia medis.
Dia menilai bahwa secara prosedural pengesahan Undang-undang itu belum mencerminkan kepentingan partisipasi dan aspirasi kelompok, termasuk profesi kesehatan.
“Transparansi yang tidak dilakukan. Bahkan sampai saat ini pun kita belum pernah mendapat rilis resmi RUU Final yang kemudian disahkan jadi UU. Sebuah cacat prosedural dalam pembuatan regulasi yang ini menujukkan kecatatan formil hukum dalam pembuatan UU,”
Kedua, dari sisi produk politik, lanjutnya, UU kesehatan yang dari sebuah rancangan sampai dengan menjadi undang-undang dengan metode omnibus law yang cukup diselesaikan hanya dalam waktu hitungan 6 bulan, merupakan proses yang luar biasa instan.
“Kami melihat ketergesa-gesaan yang menjadi sebuah cerminan bahwa regulasi ini dipercepat apakah kemudian ada konsekuensi karena kepentingan lain? kami dari kelompok profesi tidak paham dengan hal seperti itu,” pungkas Adib.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Polisi Tetapkan 42 Tersangka Demo Rusuh di Bandung
- Tersangka Dugaan Korupsi Pengadaan Mesin EDC Indra Utoyo Dipanggil KPK
- Menkop Nyatakan Satu Kopdes Merah Putih Bisa Gerakkan 15 Orang
- Ini Cara Daftar BPJS Ketenagakerjaan agar Dapat Diskon Iuran 50 Persen
- Cak Imin Ingin Rp200 Triliun Bisa Dinikmati UMKM
Advertisement

Serapan Pupuk Bersubsidi di Gunungkidul Masih Rendah
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- DPR RI Desak Mendagri Tito Hentikan Efisiensi Dana Transfer ke Daerah
- KPK Ungkap Kuota Khusus Haji Dijual Sesama Biro
- Daftar 23 Negara Dukung Deklarasi Palestina Merdeka
- 100.000 Personel TNI Dikerahkan untuk Perayaan HUT ke-80 di Monas
- Menhub Komitmen Perkuat Keselamatan Semua Moda Transportasi
- Inggris Akan Kerahkan Jet Tempur ke Polandia
- Prabowo Akan Menghadiri Peluncuran 25 Ribu Rumah Subsidi di Bogor
Advertisement
Advertisement