Advertisement
Revisi Sejarah Indonesia, Ketua DPR Puan Maharani Ingatkan Jangan Ada yang Dihilangkan

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Pemerintah melanjutkan proyek penulisan ulang sejarah Indonesia yang dilakukan Kementerian Kebudayaan. Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan agar tak ada jejak sejarah yang dihilangkan sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
"Kita harus sama-sama menghargai dan menghormati bahwa penulisan sejarah itu harus dilaksanakan sejelas-jelasnya, seterang-terangnya, tanpa ada pihak yang merasa dirugikan atau dihilangkan jejak sejarahnya. Jadi saling menghormati lah terkait dengan hal itu ya, saling menghormati dan menghargai," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Advertisement
Hal itu disampaikannya merespons soal Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon yang bersikukuh untuk melanjutkan penulisan ulang sejarah Indonesia, meski sejumlah anggota Komisi X DPR RI meminta untuk ditunda hingga dihentikan. "Ya, coba kita lihat nanti apakah seperti itu atau tidak," ucapnya.
Lebih lanjut, Puan pun meminta agar fakta-fakta sejarah dihormati dan diberi pengakuan dalam proyek penulisan ulang sejarah Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan.
"Jangan sampai fakta-fakta sejarah kemudian tidak dihargai dan dihormati," ujarnya.
Dia memandang penulisan ulang sejarah Indonesia sebaiknya berpegang pula pada fakta tahun 1998, sebagaimana pengakuan yang diberikan oleh Presiden Ke-3 RI B.J. Habibie dalam pidato kenegaraannya.
Hal itu diutarakannya ketika merespons pernyataan Menbud Fadli Zon usai rapat dengan Komisi X DPR RI, Rabu (2/7/2052), yang menyebut penulisan sejarah oleh pemerintahan sebelum periode saat ini lebih banyak menonjolkan tokoh-tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Kami berpegang saja pada fakta sejarah tahun 1998, di mana waktu itu Presiden Habibie kan dalam pidatonya menyatakan bahwa ada fakta sejarah yang dalam poin-poinnya itu disampaikan," tuturnya.
Untuk itu, dia menekankan fakta sejarah yang juga telah divalidasi oleh kelompok sejarawan agar diberi pengakuan pula dalam penulisan ulang sejarah nasional yang ditulis Kementerian Kebudayaan saat ini.
"Kalau kemudian dalam fakta-fakta sejarah itu memang dianggap ada yang kemudian tidak perlu, apa betul? Karena kan banyak ahli-ahli sejarah yang menyatakan kita harus menyatakan namanya fakta sejarah, apalagi disampaikan oleh seorang Presiden (B. J. Habibie)," katanya.
Dia kemudian melanjutkan, "Artinya, kan itu suatu fakta sejarah yang harus kita akui dan kita hormati. Jadi jangan sampai fakta-fakta sejarah kemudian tidak dihargai dan dihormati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Mantan CEO GoTo Andre Soelistyo Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Chromebook
- Polisi Kerahkan 1.082 Personel Gabungan Amankan Aksi Unjuk Rasa di Sidang Hasto Kristiyanto
- Mulai 1 Juli 2026, Vietnam Larang Penggunaan Sepeda Motor Berbahan Bakar Fosil di Pusat Kota Hanoi
- Tukin ASN DKI yang Telat di Hari Pertama Sekolah akan Dipotong
- Israel Kembali Bangun Permukiman Ilegal di Tepi Barat, Sebanayk 2.339 Unit
Advertisement

Sekolah Rakyat Belum Akan Dibangun di Gunungkidul, Begini Alasannya
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Serukan Kampanye Anti-KW Sembari Membina Atlet Muda Bola Voli
- Kasus Brigadir Ade Kurniawan Aniaya Bayi hingga Meninggal Dunia Telah Dilimpahkan ke Pengadilan
- Ketua MPR Muzani Kritik Lembaga Negara Jalankan Program Sendiri-sendiri
- Tim SAR Gabungan Siapkan Pengangkatan KMP Tunu Pratama Jaya dari Dasar Selat Bali
- 80 Ribu Koperasi Merah Putih Bakal Diluncurkan di Klaten pada 21 Juli 2025
- Cek Status BSU Rp600.000, Ini Penyebab Belum Cair ke Rekening
- Pemerintah Klaim Sekolah Rakyat Bebaskan dari Jerat Kemiskinan
Advertisement
Advertisement