Pembelajaran di Sekolah Harus Sensitif Kebebasan Beragama
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Kantor Staf Presiden RI (KSP) menekankan bahwa pembelajaran di sekolah harus mengedepankan rasa sensitif terhadap hak kebebasan beragama dan supremasi hukum.
“Pemanfaatan di ruang publik harus sama antara agama dan keyakinan berbeda, gender berbeda, ras berbeda. Ini penting sekali kita sampaikan kepada anak-anak didik kita,” kata Tenaga Ahli Utama KSP Siti Ruhaini Dzuhayatin dikutip dari Antara, Sabtu (18/3/2023).
Advertisement
Dalam lokakarya guru lintas agama mengenai Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang diadakan di Semarang, Jawa Tengah pada Jumat (17/3), Ruhaini menuturkan tantangan untuk menjaga kemajemukan bangsa semakin kompleks terlebih dengan masifnya media sosial yang berpotensi sebagai sarana menyuburkan diskriminasi dan stigmatisasi.
Guru Besar Hak Asasi Manusia (HAM) dan Gender Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga itu menilai sangat penting bagi para guru mewaspadai perilaku intoleransi yang kadang dianggap lazim oleh masyarakat.
Baca juga: Viral Rombongan Umrah Dipingpong dan Terkatung-katung di Bandara YIA, Gagal ke Arab Sesuai Jadwal
Sebagaimana yang tertuang dalam Dokumen UNESCO berjudul “Tolerance: The Threshold of Peace”, gejala atau perilaku intoleransi antara lain mencakup bahasa dalam hal penghinaan atau bahasa yang merendahkan, stereotip, menggoda atau mengejek, prasangka, mengambinghitamkan, pengasingan, diskriminasi, dan segregasi atau pemisahan paksa orang-orang dari berbagai ras, agama, jenis kelamin, biasanya merugikan satu kelompok termasuk apartheid.
Menurutnya, mengembangkan kemampuan guru dalam memahami LKLB bisa dijadikan salah satu upaya untuk menumbuhkan rasa sensitivitas ketika menghadapi hal tersebut.
Ia menyebutkan terdapat tiga kompetensi LKLB yakni mendorong seseorang memahami agamanya sendiri terutama dalam relasinya dengan orang yang berbeda agama (kompetensi pribadi), mengenal agama lain dan pandangan agama tersebut terhadap orang yang berbeda agama (kompetensi komparatif), serta mencari titik temu agar dapat berkolaborasi dengan orang yang berbeda agama (kompetensi kolaboratif).
“Kebebasan beragama bukan berarti bebas seenaknya melainkan harus berpedoman kepada supremasi hukum. Itulah sebabnya, narasi-narasi LKLB juga dibutuhkan sebagai pintu masuk untuk menegakkan supremasi hukum,” ujarnya.
Direktur Penguatan dan Diseminasi HAM Kemenkumham Sri Kurniati Handayani Pane mengakui keragaman di Indonesia seringkali menumbuhkan konflik dan kekerasan. Oleh sebab itu, pendidikan harus mampu mendorong adanya etika untuk membangun konsensus dalam masyarakat.
Dengan demikian, kesadaran multikultural harus dibangun dengan semangat empati, kesetaraan, dan toleransi kepada peserta didik.
“Tidak boleh satu kelompok mendominasi dan melanggar hak kelompok yang lainnya. Kelompok mayoritas tidak boleh melakukan hegemoni kepada kelompok minoritas. Semua ini menjadi penting dalam pendidikan sehingga tidak ada diskriminasi atas dasar ras, etnis, agama maupun gender,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan
- Polisi Tembak Polisi hingga Tewas di Solok, Polda Sumbar Dalami Motifnya
- Eks Bupati Biak Ditangkap Terkait Kasus Pelecehan Anak di Bawah Umur
- Profil dan Harta Kekayaan Setyo Budiyanto, Jenderal Polisi yang Jadi Ketua KPK Periode 2024-2029
- Pakar Hukum Pidana Nilai Penetapan Tersangka Tom Lembong Masih Prematur
Advertisement
Ini Kegiatan Kampanye Terakhir Ketiga Calon Wali Kota Jogja Jelang Masa Tenang
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Pemerintah Segera Menyusun Data Tunggal Kemiskinan
- Otak Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang Bakal Diringkus Polri
- BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Sinergi PLKK untuk Pelayanan Kecelakaan Kerja yang Lebih Cepat
- Belasan Provinsi Rawan Pilkada Dipantau Komnas HAM
- Menteri Satryo Minta Kemenkeu Kucurkan Dana Hibah untuk Dosen Swasta
- Menpar: Kunjungan Wisatawan ke Bali Belum Merata
- Bawaslu Minta Seluruh Paslon Fokus Menyampaikan Program saat Kampanye Akbar
Advertisement
Advertisement